10

3.3K 325 18
                                        




.


.


.


Sinar matahari bak selendang oranye membentang melingkupi permukaan bumi. Suhu dingin sisa-sisa sang malam mulai terhangatkan berkat kehadiran sang surya.

Aula gedung luas dengan kubah perak yang menjulang kokoh dipenuhi oleh siswa-siswi Neo High School pagi ini. Dengan setelan jas bergaris berwarna navy, kemeja putih serta dasi dan celana senada dengan warna jas menjadi pembeda antara siswa-siswi di sekolah lain.

Chenle dengan setelan hoodie putih dan celana hitam berjalan pelan di belakang tuannya. Di dalam tasnya sudah terdapat seragam kebesaran miliknya yang akan ia tukarkan nanti dengan wali kelasnya.

Mata sejernih air di pegunungan itu mengedar ke sekeliling sekolah. Tiba-tiba rindu itu membuncah kala teringat dengan keberadaan teman-temannya yang ia tinggalkan tanpa kabar sebulan lamanya. Ia harap di perjalanan menuju kelasnya setidaknya bisa berjumpa dengan salah satu temannya.

Namun niat untuk menemukan mereka malah ia urungkan ketika siswa-siswi yang berada disekitar mereka memusatkan atensinya ke arah mereka berdua. Lebih tepatnya ke arah Jisung sih.

"Siapa pria bersurai perak itu?"

"Auranya sangat dominan. Apakah dia seorang vampir bangsawan?"

"Tidak salah lagi, dia vampir origin terlihat dari surainya yang terang."

"Kenapa kau terkejut sebegitunya? Di sekolah ini lumayan banyak keberadaan vampir origin kalau kau lupa."

"Tetapi ini berbeda dengan vampir origin yang pernah aku temui."

Bisik-bisik dari vampir maupun manusia yang dilewati tak dihiraukan vampir Lee itu. Jisung terus berjalan ke arah kelasnya tanpa tahu Chenle di belakangnya sudah menaikan tudung hoodienya akibat beberapa siswa terdengar tengah membicarakannya.

"Siapa pria mungil di belakang vampir itu?"

"Bukankah itu Zhong Chenle si siswa miskin yang hilang sebulan lalu?"

"Kenapa dia kembali? Kupikir dia salah satu korban pembunuhan yang terjadi di hutan perbatasan baru-baru ini."

"Kau secara tidak langsung mengatakan dia mati? Astaga, pantaskah aku menaruh peduli pada si miskin itu?"

"Mengapa harus menaruh peduli pada anak miskin itu? Jika dia mati kan sekolah ini tidak tercemar lagi oleh keberadaannya yang seperti sampah tak berguna."

Chenle menunduk dan memejamkan matanya ketika tawa meremehkan dari mereka terdengar. Dirinya memang sudah biasa mendengar gunjingan dari orang-orang yang merasa derajatnya lebih tinggi dari siapapun.

Ia yang hanya siswa biasa, berjuang untuk bersekolah disini berkat beasiswa yang berhasil ia raih semasa sekolahnya. Nyatanya ia dijadikan bahan bully-an di sekolah karena ia berasal dari kalangan bawah.

Sungguh miris, namun ia menikmati semua afeksi buruk di sekitarnya dan selalu memperlihatkan wajah tanpa bebannya di depan teman-temannya. Chenle benar-benar menyayangi teman-teman yang tulus untuk berteman dengannya.

Tak jarang teman-temannya akan membela dirinya ketika mendapat perlakuan yang tak menyenangkan dari siswa lain. Namun jika dia tengah sendirian maka tak jarang juga ia akan menjadi sasaran empuk untuk dijadikan objek bullying.

Semenyedihkan itu hidupnya sampai ia lupa cara untuk menyerah dalam hidup.

Demi cita-citanya, demi senyuman teman-temannya, ia rela menahan semua rasa sakit itu sendirian.

Master! [JiChen]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang