23

2.9K 308 7
                                        




.


.


.


Chenle membalut tubuhnya dengan selimut guna menghalau rasa dahaga yang sempat ia tuntaskan dengan dua kantong darah, namun bukannya hilang, malah tambah menjadi-jadi.

Apakah ini akibat ia terlalu banyak mendapat luka dan mengeluarkan kekuatannya? Jika iya, kenapa dahaganya masih ada walaupun ia sudah minum banyak asupan darah?

Sebenarnya Chenle bisa saja menghabiskan stok darah di kulkas. Tetapi mana mungkin ia melakukan itu. Jika ia menghabiskan, bagaimana Jisung minum nanti? Ini sudah malam, mau kemana mencari stok darah binatang? Ini diperkotaan, akan memakan waktu lama untuk pergi ke hutan yang letaknya di ujung kota. Hewan liar di sekitaran asrama? Tidak ada yang namanya hewan liar di tengah kota. Adanya cuma hewan peliharaan saja.

Chenle menggigit-gigit kecil jemarinya. Ia ingin meminum darahnya sendiri, namun ia juga tidak mau kulitnya terasa perih akibat gigi tajamnya sendiri.

Jadi jalan satu-satunya adalah meminta darah tuannya sendiri untuk ia minum.

Waktu dirinya masih belum bisa mengontrol hasratnya untuk meminum darah, Jisung memberikan darahnya dan seketika rasa haus itu sirna dengan rentang waktu yang cukup lama.

Kamar mandi terbuka menampakkan sosok Jisung yang segar sehabis mandi. Vampir itu melihat gumpalan selimut di atas kasur yang ditempati oleh slavenya.

"Apa yang kau lakukan di dalam sana? Jangan harap bisa tidur nyenyak sebelum tubuhmu bersih."

Perlahan Chenle menyembulkan kepalanya keluar dari dalam selimut. Jisung tertegun melihat manik mata Chenle yang berwarna merah. Ada apa lagi dengan anak itu?

"Tuan.. haus.." pintanya sambil perlahan mendekati sang tuan berdiri. Jisung hanya diam saja sampai tangan kecil Chenle ingin meraih lengan vampir itu.

"Duduk di kasur, aku mau pakai celana dulu."

Dengan patuh Chenle mendudukkan pantatnya di ujung kasur milik Jisung sembari menahan rasa haus di tenggorokannya.

Setelah selesai memakai celana harian pendek selutut, tanpa mengenakan atasan Jisung duduk bersandar pada kepala ranjang sambil mengulurkan sebelah tangannya ke arah Chenle. Pemuda manis itu dengan senang hati membuka mulutnya untuk segera menghisap darah sang tuan. Namun Jisung menarik kembali tangannya.

"Berikan dulu ponselmu." ucap Jisung sambil menengadahkan telapak tangannya. Chenle hampir mengumpat, namun segera sadar jika dihadapannya sekarang ini adalah tuannya. Ia pun segera mengambil ponselnya yang masih berada di dalam tas.

Ponsel pemberian Jaemin dua hari lalu sudah berada di tangannya. Jisung tersenyum puas dan langsung menuju aplikasi pengunduhan game untuk mendownload game online yang baru-baru ini digandrungi oleh remaja-remaja zaman sekarang.

Lengannya ia sentak kembali saat jemari kecil terasa menggenggam kulitnya. Chenle hampir menangis karena tersiksa dengan rasa haus yang sudah membakar tenggorokannya.

Jisung sedang mode jahil rupanya.

"Kalau kau menghisap di lengan, aku tidak bisa bermain game dengan leluasa."

"Terus dimana?"

"Dimana saja, asalkan jangan di lengan."

Chenle memindai tubuh Jisung dari ujung kepala sampai ujung kaki.

Di area kaki? Nanti tuannya akan menendangnya karena terkejut dengan rasa perih akibat koyakan taringnya.

Di perut..? Eh? Kenapa ia melihat ke sana!?? Tidak! Jangan disana! Ia akan menghancurkan delapan kotak yang susah-susah tuannya bentuk dengan berolahraga setiap hari.

Di bahu? Di leher?

Entah keberanian dari mana ia mulai menaiki kasur tuannya dengan sang pemilik masih menunggu proses download selesai.

Jisung terkejut saat tubuh atasnya terasa memberat. Ia meringis kala bahu sebelah kanannya serasa ditembus oleh dua jarum kecil nan tajam.

Dapat Jisung lihat Chenle sudah mulai menghisap darahnya di bahu. Ingin menyingkirkan anak itu, tetapi jika taringnya sudah tertancap maka akan susah untuk melepasnya kecuali sampai ia melepas dengan sendirinya.

Tanpa mau protes lagi, Jisung biarkan saja. Yang terpenting malam ini ia dapat bermain game sepuasnya.

Ia tidak akan kehabisan darah hanya karena Chenle meminumnya. Walaupun semalaman suntuk, tak masalah baginya.



***



"Kak Mark!"

Sang pemilik nama menghentikan langkahnya kala pemuda bersurai coklat madu berlari menghampirinya. Disusul di belakang pemuda itu tiga orang temannya. Haechan berusaha mengontrol deru nafasnya yang ngos-ngosan efek berlarian cukup jauh.

"Akhirnya kakak masuk sekolah juga. Bagaimana keadaanmu? Apakah ada yang masih sakit?" tanya Haechan tak sabaran. Mark tersenyum tipis.

"Seperti yang kau lihat, aku sudah sehat."

Haechan menghela nafas lega. Kekhawatirannya selama beberapa hari ini telah sirna.

"Syukurlah kalau begitu. Kakak tahu? Haechan sangat mengkhawatirkan kakak sampai-sampai ia melamun sepanjang har- hmmpphh!!"

Mulut toa Renjun langsung dibekap Haechan. Ia tersenyum canggung ke arah Mark yang memasang raut bingung akibat kalimat Renjun yang belum selesai.

"Bukan apa-apa, jangan dipedulikan perkataannya."

Haechan menyeret Renjun menjauh dari hadapan Mark, entah apa yang dibisikkan pemuda kulit tan itu kepada Renjun. Tetapi terlihat jika pembicaraan mereka mengandung bumbu-bumbu ancaman.

Chenle hanya geleng-geleng kepala melihat dua sekawan itu. Ia lalu menatap Mark yang juga menatap ke arahnya- ah, bukan. Lebih tepatnya ke arah belakangnya, yaitu Jisung.

Mark ingin mengucapkan terimakasih dan maaf kepada vampir Lee itu. Terimakasih karena telah membawanya ke rumah sakit, maaf karena ia menjadi beban dan hambatan bagi vampir itu dalam menjalankan tugasnya.

"Jisung ak-"

"Tidak perlu."

Mark seketika bungkam.

"Ini yang terakhir kalinya kau menjadi beban untukku."

Chenle menatap bergantian ke arah dua vampir bangsawan itu. Ia ingin menghibur Mark yang tengah memasang raut sedihnya karena perkataan menusuk dari Jisung barusan. Tetapi ia sadar, bahwa vampir bersurai biru terang itu memang tidak ada kewenangan mencampuri misi mereka.

Mark menghela nafas, "Baiklah. Tetapi jika kalian membutuhkan bantuan jangan ragu menghubungiku."

"Tentu." Ini yang menjawab adalah Chenle. Mark tersenyum hangat, membawa tangannya mengusak surai gelap milik pemuda manis itu.

"Kakak tahu kau sudah berubah menjadi lebih kuat sekarang. Menjalani kehidupan sebagai seorang vampir tidaklah mudah. Aku harap kau lebih berhati-hati terhadap orang-orang di sekitarmu. Jangan sampai disakiti oleh mereka lagi."

Chenle membulatkan matanya. Ia harusnya tidak terkejut lagi mendapati Mark telah mengetahui dirinya yang sudah berubah menjadi vampir. Jadi respon Chenle sekarang hanya mengangguk kaku. Baru Mark bilang 'jangan disakiti', kemarin ia sudah disakiti fisik serta mentalnya oleh tiga siswa tingkat akhir yang sampai sekarang tidak tahu nasib mereka seperti apa.

"Tidak usah terkejut seperti itu." Suara Mark sontak membuyarkan lamunan Chenle.

"Em, i-iya kak. Ta-tapi jangan beritahu yang lain soal ini ya."

Mark terdiam sejenak, lalu mengangguk. "Pasti."

Jisung yang menyaksikan interaksi mereka berdua hanya diam di tempat.



Tbc.


Saya kena limit terus waktu mau promosi book sebelah😅 ya gak papa deh, capek juga😂

Jangan lupa tinggalin jejak~

Master! [JiChen]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang