19

3K 285 8
                                        




.


.


.


Suara erangan samar terdengar kala Jeno menyusuri lorong penjara bawah tanah milik pemerintahan. Ia tidak bertanya lagi di mana Traitor itu berada.

Saat dirinya sudah tiba di sel yang mengurung seorang Traitor, di sana sudah ada beberapa penjaga penjara, satu orang anggota dewan bagian keamanan negara dan wakil kepala dewan.

Atensi mereka teralihkan kala gesekan pintu besi terbuka dan kehadiran Jeno yang masih memakai baju kasual akibat tak sempat berganti gara-gara menemani Jaemin jalan-jalan. Namun tak melunturkan wibawa seorang asisten kepala dewan di mata bawahannya.

"Ketua dewan menyuruh anda untuk mengeksekusi Traitor itu, beliau sedang ada urusan yang harus dikerjakan."

Jeno hanya mengangguk dan mendekati seorang anggota Traitor yang tengah diikat kaki tangannya. Vampir itu memindai penampilan pria di hadapannya. Cara duduknya yang tak tegak menjadi bukti jika tulang punggungnya patah, selebihnya hanya lecet-lecet kecil akibat pemberontakan waktu hendak di bawa ke sini.

"Apa yang sudah kalian dapatkan sebelum aku datang?"

"Kami tidak bisa mengorek informasi darinya karena Traitor itu tidak mau membuka mulutnya sedari tadi." ucap sang wakil dewan yang tengah berdiri di dekat pintu penjara bersama anggota dewan bagian keamanan. Jeno pun mengangguk. Ia merubah posisinya menjadi jongkok di hadapan Traitor itu yang masih betah menundukkan kepalanya.

"Sebelum aku memakai cara paksaan untuk mengorek ingatanmu, aku memberikan kesempatan bagimu untuk mengatakan segala informasi yang kau tahu secara sukarela."

Pria itu mendongakkan kepalanya dan mata merah miliknya bersitabrak dengan tatapan dingin Jeno. Ia terkekeh ketika mengenali vampir di hadapannya ini adalah asisten kepala dewan.

"Ekspresimu mirip seperti bocah berambut putih itu."

Jeno diam saja membiarkan pria itu bicara.

"Tapi setidaknya aku berhasil menyingkirkan temannya dan membuatnya tak berdaya."

Kekehan kecil kembali terdengar hingga yang berada di sana dibuat kesal mendengar itu. Sementara Jeno masih terdiam, namun pikirannya sedang menduga-duga siapa gerangan 'teman' yang pria ini maksudkan? Apakah slave adiknya?

"Asisten Lee, orang itu hanya ingin mengecoh pikiran kita. Tetap pada tujuan awal kita untuk mengorek informasi darinya."

Perkataan anggota dewan bagian keamanan seketika membuyarkan lamunan Jeno. Benar, ia tidak boleh memikirkan hal lain dan fokus pada tujuannya.

"Cukup basa-basinya. Akan kuambil ingatanmu secara paksa."

Jeno merogoh saku jaketnya dan mengeluarkan serpihan batu Stragon yang sempat ia ambil di gudang mansion Lee sebelum datang ke sini.

Batu itu menyala kemerahan tanda kekuatannya telah diaktifkan. Pria itu mengerang saat batu itu menyerap sihir yang berada dalam tubuhnya. Jeno dengan sigap meletakkan telapak tangannya ke dahi pria itu, mencoba menerobos ke dalam ingatannya.

Erangan dan pemberontakan dari Traitor itu semakin nyaring dan kuat kala Jeno berusaha membaca pikirannya yang seperti terhalangi sesuatu.

"AAAAAKKKH!!" Jeritan kuat itu sedikit mengganggu konsentrasi Jeno, hingga salah satu penjaga yang ikut memegangi sisi tubuh pria itu menyumpalkan segenggam kain ke mulutnya.

Batu Stragon di genggaman Jeno perlahan memudarkan cahayanya. Vampir dominan itu menjauhkan telapak tangannya dari kepala pria itu. Dapat terlihat sedikit keringat menghiasi wajah tampan Jeno. Wakil ketua dewan dan anggota dewan bagian keamanan langsung bergegas menghampiri ke arah Jeno.

"Anda tidak apa-apa asisten Lee?" tanya wakil ketua dewan khawatir. Jeno menggeleng, "Tak apa. Tetapi pikirannya tidak bisa aku tembus karena ada sesuatu yang menghalangi. Segera buat laporan dan sampaikan kepada ketua dewan." Wakil ketua dewan pun mengangguk.

"Dan kalian para penjaga, amankan orang itu dan jangan sampai dia kabur dari penjara."

"Baik, tuan."




***




Chenle bernafas lega ketika melihat Haechan masih bisa duduk bersama dengan mereka di meja kantin. Memikirkan perkataan Jisung kemarin membuat perasaannya tidak tenang karena khawatir dengan kakak gembulnya itu. Sampai-sampai tadi malam ia terserang insomnia karena benar-benar memikirkan hal itu. Tetapi melihat keadaan Haechan yang sangat sehat, kekhawatirannya pun ikut sirna.

Oh, tidak juga. Pemuda manis itu memang tidak apa-apa secara fisik, namun sepertinya hatinya sedang tidak baik-baik saja. Terlihat dari wajahnya yang tak memancarkan binar semangat seperti hari-hari biasanya. Sedari tadi ia hanya mengaduk-aduk jus jeruk dihadapannya tanpa minat, sesekali menghela nafas berat.

Tentu perubahan tak wajar dari salah satu teman di sana membuat Renjun yang tidak tau apa-apa pun menoel bahu Chenle yang duduk di sampingnya.

"Le, Haechan kenapa? Tak biasanya dia seperti itu."

Chenle menatap ke arah Haechan sebentar lalu memutar tubuhnya ke arah Renjun.

"Mungkin karena kak Mark hari ini tidak masuk sekolah."

Renjun tentu kaget mendengar kabar itu, "Hah? Kenapa Mark tidak masuk sekolah? Sakit?"

Chenle gelagapan dibuatnya. Ia melirik ke arah Jisung yang tengah bersandar di dinding kantin sambil memejamkan kedua matanya, serta tangan yang bersilang di depan dada. Ia duduk tak jauh dari meja mereka, tidak mau bergabung dengan para sahabat slavenya yang berisik itu.

Haruskah ia menceritakan tentang kejadian kemarin? Dia hafal betul dengan perangai Renjun yang tak puas jika rasa penasarannya tidak segera dituntaskan. Jadilah Chenle menceritakan apa adanya tentang kejadian kemarin kepada Renjun. Ia juga meminta maaf pada pemuda manis itu karena tak segera mengabarinya langsung.

Renjun memaklumi hal itu. Bagaimana caranya Chenle menghubunginya jika nomor kontaknya saja ia tak punya. Ouh.. mungkin juga tidak ada media seperti ponsel untuk berkomunikasi satu sama lain.

"Oh, makanya penjaga keamanan sekolah ditambah. Jadi itu alasannya.."

Saat melewati gerbang sekolah, Renjun agak bingung dengan keberadaan satpam sekolah yang bertambah banyak dari sebelumnya. Dia kira akan kedatangan tamu penting ke sekolah, ternyata itu untuk menjaga keamanan para siswa dari gangguan Traitor.

Soal Traitor, tentu semua orang juga sudah tahu. Media penyiaran seperti televisi sudah memberitakan kemunculan kembali Traitor setelah sekian abad musnah. Pemerintah menghimbau kepada masyarakat agar berhati-hati terhadap orang asing yang tak dikenal. Jangan pergi sendirian dan jangan pergi keluar malam di atas jam 10.

Himbauan tadi bertujuan agar meminimalisir terjadinya kasus pembunuhan yang diberitakan sebulan yang lalu. Walaupun cuma terjadi sekali, tetapi pemerintah tetap harus mewaspadai pergerakan para Traitor.

Untuk bagian dirinya dan Jisung yang ditugaskan untuk menemukan anggota Traitor, Chenle skip. Tidak mungkin dia membeberkan misi rahasia itu walaupun dengan sahabat sendiri.

"Sudahlah Chan, kak Mark vampir yang kuat kau tahu itu. Dia akan sembuh cepat, jadi jangan terus-terusan memikirkannya seperti itu."

Entah sudah keberapa kalinya Haechan mendengar perkataan yang menyebutkan jika Mark adalah vampir yang kuat. Memang fakta itu tak bisa ia elak, tapi melihat wajah pucat Mark dan darah dimana-mana itu mampu membayang-bayangi pikirannya seharian ini.

Sekedar informasi saja, Haechan tidak bisa melihat darah atau luka di hadapannya, atau dia akan selalu terhantui dengan ingatan itu. Dia tidak phobia darah memang, tetapi mampu membuatnya tak karuan selama beberapa hari.

Pemuda manis bersurai coklat itu hanya mengangguk menanggapi kata-kata penguatan dari Renjun. Sahabatnya benar, ia tidak perlu terlalu khawatir dengan keadaan Mark karena vampir itu kuat.




Tbc.



Don't forget to ⭐ and 💬

Kalian jaga kesehatan selalu ya~

Master! [JiChen]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang