.
.
.
Sudah menjadi pemandangan biasa ketika sang mantan ketua dewan melintas di koridor yang banyak terdapat siswa-siswi, pekikan memuja menyertai setiap langkah kakinya. Apalagi saat ia menjabat menjadi ketua dewan setahun yang lalu.
Bagaimana satu sekolah mengidolakan anak bungsu bangsawan Jung itu. Sifat ramah dan hangat kepada semua orang, tampan dengan kadar diatas rata-rata, serta wibawa kepemimpinan menguar kuat dari dalam dirinya.
Dikata sempurna jika Mark memiliki kekasih.
Namun hingga pada detik ini dirinya belum memperlihatkan ketertarikannya pada seseorang. Atau untuk hal seperti itu tidak pernah sama sekali terpikirkan olehnya, kita mana tahu.
Kalaupun jika ia mau menoleh ke belakang, banyak para siswi dan pria submisif mengantri untuk mendaftar menjadi pengisi hatinya. Namun entah kenapa Mark malah tidak peka dengan afeksi yang diberikan disekelilingnya.
Ya, kekurangan vampir itu cuma satu. Tidak peka.
Tetapi walaupun begitu, Haechan tetap semangat memenangkan hati vampir tampan itu dengan seribu satu cara yang mampu ia lakukan selama ia bersekolah di sekolah elit ini.
Haechan rela berebut perhatian dengan siswa-siswi yang mengidolakan Mark. Sampai pada titik dimana ia kesal sendiri dengan sifat ketidakpekaan mantan ketua dewan itu, Haechan pasrah. Ia tidak mau terlalu gencar lagi menunjukkan perhatiannya pada vampir itu.
Ibarat selama ini Haechan telah mengejar bayangannya sendiri. Semakin dikejar malah semakin menjauh. Coba ia berhenti mengejar dan berpaling, maka bayangan itu yang akan berbalik mengejarnya.
Renjun tempat satu-satunya lelaki beruang itu mengadu, mencurahkan keluh kesahnya tentang Mark pada sahabat karibnya itu. Walaupun berakhir dengan umpatan dan kata-kata pedas dari mulut mungil itu, namun itu tidaklah memberikan efek jera pada Haechan. Ia tetap menghampiri asrama pemuda itu hingga Renjun pasrah dan membiarkan Haechan merecoki hari-hari damainya.
Itu sekilas tentang cerita asmara yang cukup miris dari Haechan, sekarang kita kembali kepada dimana lima siswa dengan ras berbeda sedang menikmati makanan di meja kantin. Tidak kelimanya juga sih, cuma tiga saja, sisanya hanya duduk diam sambil melihat tiga lainnya yang asyik bercanda gurau tanpa menyadari jika salah satu dari mereka sedang dalam keadaan mood yang buruk.
Chenle meletakkan sumpit sushinya kala kursi di sampingnya terdorong ke belakang. Ia mendongak menatap ke arah Jisung yang segera pergi tanpa mengatakan sepatah kata pun, membuat kebingungan hinggap padanya, tetapi ia berusaha maklum karena ia tahu akhir-akhir ini mood tuannya sedang tidak bagus sejak hari itu.
Sampai saat ini Chenle masih belum mengetahui alasan Jisung sangat membenci Mark. Padahal jika dipikir-pikir menambah satu anggota tidaklah buruk. Terlebih lagi Mark seorang vampir origin yang kemampuannya sangat membantu untuk melancarkan misi mereka. Kenapa musti ditolak?
***
"Chenle!"
Sang empu nama menoleh dan mendapati Mark tengah berlari ke arahnya. Chenle ingin kembali ke kelas sehabis dari toilet, namun langkahnya terhenti di persimpangan lorong karena panggilan sang kakak kelas tampan.
"Ada apa kak?" tanya Chenle setelah vampir Jung itu berada di hadapannya.
"Apa Jisung masih belum menerimaku?"
Chenle mengangguk, ia menghela nafas. "Maafkan sikapnya yang seperti batu gunung itu kak. Aku bingung kenapa dia terlihat sangat tidak menyukai kakak. Padahal jika kakak bekerjasama dengan Jisung itu malah semakin bagus. Kalian kan sama-sama kuat."
Mark tersenyum tipis. Ia juga bingung dimana letak kesalahannya sehingga vampir bungsu Lee itu membencinya.
"Tapi kau menerimaku kan?"
Chenle berkedip lucu, "Tentu saja! Kakak bergabunglah dengan kami. Walaupun Jisung masih belum menerima kehadiran kakak, jangan terlalu dipikirkan. Nanti lama-lama dia melunak kok!"
Mark terkekeh kecil. Tangannya terangkat untuk mengelus pucuk kepala sang adik kelas. "Walaupun Jisung keras kepala menolak kehadiranku, tetap aku akan bergabung dengan kalian karena ini perintah langsung dari asisten Lee."
Keduanya lalu tertawa bersama. Namun tak lama Mark menghentikan tawanya kala merasakan ponsel di saku celananya bergetar.
"Aku pergi dulu Chenle, kau lanjutkan aktivitasmu yang sempat tertunda tadi." Pemuda manis itu mengangguk dan kembali berjalan menuju ke kelasnya yang memang jaraknya sudah dekat.
Mark mengangkat telepon saat dirinya berada di tempat yang sepi. "Halo ayah?"
"..."
"Apa!?"
"..."
"Baiklah, aku pulang sekarang."
Mark bergegas memasukkan kembali ponselnya dan berlari menuju ke kelasnya dengan wajah panik.
Ayahnya barusan memberitahu jika beberapa pelayan di mansion Jung terbunuh akibat ulah Traitor. Kenapa bisa kecolongan begitu?
Mark berlari keluar gedung sekolah setelah mendapat izin dari guru piket. Jisung berdecak kala matanya tak sengaja melihat siluet Mark dari jendela. Vampir itu tiba-tiba berdiri menyebabkan semua atensi anak-anak kelas terpusat padanya, tak terkecuali dengan guru yang sedang mengajar di depan.
"Ada apa Lee Jisung?" tanya guru itu kebingungan dengan tingkah tiba-tiba salah satu anak muridnya.
"Saya izin keluar kelas sebentar, ada keperluan mendesak."
"Oh, baiklah. Sendirian saja?"
"Dengan Chenle."
Chenle yang tidak tahu apa-apa langsung ditarik Jisung keluar setelah sang guru mempersilahkan.
"E-eh?"
Chenle hampir saja memekik nyaring kala tubuhnya dibawa berlari kencang ke luar gedung sekolah.
"Ki-kita mau kemana tuan!?" seru Chenle mengeraskan suaranya karena mereka sedang berlari di atas angin.
"Sudah, ikuti saja! Kau bawa ponsel kan!?"
"Entahlah!"
Chenle tidak bisa mengecek saku jasnya untuk memeriksa apakah ponselnya ia bawa, karena jika ia melakukan hal itu maka akan membuat ponselnya melompat entah kemana.
Lumayan lama mereka berlari hingga sampailah kaki mereka mendarat di depan mansion mewah entah milik siapa, Chenle tidak tahu. Kepalanya pusing karena ia jarang berlari cepat jika tidak terlalu diperlukan.
Jisung masih menarik tangan Chenle memasuki halaman luas yang ramai dengan para vampir yang diperkirakan dari penghuni mansion itu.
"Kak Mark?"
Chenle mendapati Mark di tengah-tengah gerombolan orang-orang itu dengan masih menenteng tas sekolahnya. Sedangkan Jisung menatap awas sekitaran sambil mengaktifkan batu Stragon di balik kemejanya.
Jisung pertama kalinya menginjakkan kaki di mansion bangsawan Jung. Besar dan mewah seperti mansion miliknya. Namun masing-masing keluarga bangsawan mempunyai ciri khas tersendiri yang membedakan dari bangsawan-bangsawan lain.
"Kalian?"
Mark menghampiri Chenle dan Jisung yang sedang berdiri tak jauh dari gerbang utama mansion. Ia bingung dengan kedatangan tiba-tiba dua vampir itu.
"Kenapa kalian-"
"Ikut denganku! Traitor itu masih belum jauh dari sini."
Jisung kembali memutar arah dengan Chenle yang kembali ditarik mengikuti langkah tuannya. Mark tanpa kata segera mengikuti langkah Jisung setelah meletakkan tasnya di atas tanah.
Mark paham betul jika Jisung baru saja melacak keberadaan Traitor yang barusan menyerang pelayannya. Namun ia masih belum mengerti kenapa Jisung repot-repot menyusulnya ke sini disaat vampir itu membencinya.
Sifatnya sungguh tidak bisa ditebak, sama seperti Jeno.
Tbc.
3 di #vampir, waw👏
Semoga masih semangat bacanya🤗
Jangan lupa untuk vote dan komen~
KAMU SEDANG MEMBACA
Master! [JiChen]✓
VampireMaster! BOOK I [END] ___ "Harusnya kau biarkan malaikat maut merenggut nyawaku! Aku tidak mau hidup seperti ini!" "Hidup dan matimu ada di genggamanku! Jangan pernah berpikir untuk menghilangkan nyawamu sendiri Zhong Chenle!" "Mulai sekarang jangan...