24

2.9K 274 12
                                        




.


.


.


"Pikirannya tidak bisa dibaca, seperti ada sesuatu yang menghalangi. Aku tidak bisa memaksakan karena akan membuatnya kehilangan nyawa. Itu membuat kita tidak punya sumber informasi lagi. Yah.. walaupun pria itu tidak bisa diandalkan sih. Tetapi sewaktu-waktu bisa digunakan sebagai alat pancing untuk membuat para Traitor itu menampakkan batang hidungnya."

Jaehyun mendengarkan dengan seksama laporan dari anak sulungnya. Cerdas juga para Traitor itu. Menyegel memori mereka agar jika tertangkap maka informasi mereka tidak akan bocor dengan mudah.

Ia menghela nafas. Menyandarkan punggung lelahnya ke sandaran kursi. "Kita tidak bisa mengira kapan para Traitor itu akan melancarkan aksinya. Tetapi dari kasus-kasus yang terjadi dalam kurun waktu dua bulan terakhir, cukup menjadi alasan negara ini perlu waspada."

Jeno juga merasa seperti itu. Hari-harinya menjadi tidak tenang karena memikirkan keselamatan masyarakat. Walaupun pihak keamanan sudah disebar luas ke tengah-tengah masyarakat, tetap saja ada satu atau dua kali kecolongan kejadian yang cukup membuat warga resah. Seperti tabrakan truk misalnya. Walaupun tidak ada korban jiwa, namun cukup membuat luka-luka pada tubuh korban.

"Jeno."

Jeno menatap wajah serius sang ayah. "Ya?"

"Sepertinya kau harus memberitahu kepala sekolah Neo High School untuk mewaspadai siapa saja orang baru yang masuk ke dalam sekolah itu. Ini penting, mengingat Jisung baru pertama kali datang ke sekolah itu, tentu dirinya tidak mengenal sepenuhnya semua siswa disana. Aku takut jika para Traitor itu menyamar menjadi guru atau siswa baru."

Jaehyun memang sudah tahu jika Jeno menempatkan Jisung ke Neo High School untuk mengemban misi mengawasi dan menemukan anggota Traitor. Tetapi pria tampan itu tidak tahu keberadaan Chenle sebagai slave Jisung yang juga ikut membantu dalam misinya tersebut.

"Baiklah, akan kusegerakan." angguk Jeno.

"Tetapi jika hanya kepala sekolah saja yang bertindak, sepertinya akan memakan waktu yang cukup lama, apalagi sekolah itu luas. Jadi kau bisa meminta bantuan anak bungsu Jung yang juga bersekolah disana untuk mengawasi bagian dalam sekolah bersama dengan Jisung."

"Maksudnya Mark Jung?"

Tentu Jeno mengenal Mark. Jaehyun mengangguk.

"Kuharap mereka berdua bisa bekerjasama."



***



Semilir angin siang menerpa lembut surai perak seorang vampir hingga helaiannya berantakan. Ia sedang berdiri di pembatas rooftop, tak peduli bisa saja ia jatuh ke bawah karena hilang keseimbangan.

Jisung mengaktifkan batu Stragon di balik kemejanya untuk mendeteksi keberadaan sihir di area sekolah. Ia sengaja berdiri di rooftop agar semua penjuru sekolah dapat terjamah oleh radar sihir dari batu sakral itu.

Tidak ada respon apapun dari batu itu, berarti sekolah aman.

Dirinya hendak berbalik untuk turun dari pembatas rooftop, namun matanya tidak sengaja menangkap siluet seseorang yang sangat familiar tengah turun dari mobil mewah yang terparkir di halaman depan sekolah.

Seorang pria berbadan tegap, bersurai perak yang tersisir rapi ke belakang hingga menampilkan setengah dahinya, berpakaian formal khas anggota dewan, dan memiliki aura pekat yang mengintimidasi siapa pun yang dilewatinya, termasuk manusia yang tidak bisa merasakan aura seperti vampir.

Ya, itu kakak tertua Jisung. Lee Jeno.

Kedatangannya secara tiba-tiba mampu membuat heboh satu sekolah. Kantin yang sudah ramai semakin ramai kala para siswa di sana heboh menunjuk-nunjuk objek yang menyedot perhatian warga sekolah sedang berjalan melewati area kantin.

Chenle yang sedang menghirup kuah sup seketika tersedak kala merasakan aura pekat dominan yang sangat-sangat dikenalinya.

"Apa yang dilakukan asisten Lee disini!?"

Seruan Renjun seketika menyadarkan Chenle. Ia celingukan mencari keberadaan Jisung yang baru ia sadari tidak ada di sampingnya.

Karena terlalu fokus dengan makanannya, ia tidak menyadari kalau Jisung pergi entah kemana tanpa pamit terlebih dahulu.

Chenle pikir, kedatangan Jeno ke sini karena ingin mencari Jisung. Makanya sekarang Chenle kelabakan mencari keberadaan anak bungsu Lee itu.

Di tengah kepanikannya mencari Jisung, Mark yang masih duduk di kursi seberang Chenle seketika berdiri kala sorot mata tajam Jeno bersitubruk dengan miliknya.

Pria itu memang baru pertama kali datang ke sekolah Neo. Jadi dengan inisiatif sendiri, Mark menghampiri anak ketua dewan itu yang tengah berdiri di ambang pintu salah satu kelas tingkat pertama. Seperti mencari sesuatu, namun Mark tebak pria itu sedang mencari keberadaan adiknya.

"Salam hormat untuk kedatangan anda, asisten Lee." Mark membungkuk hormat di hadapan Jeno. Jeno hanya mengangguk kecil sebagai tanggapan.

"Ada keperluan apa anda datang ke sini?" tanya Mark.

"Aku hendak bertemu dengan kepala sekolah."

Oh, dikira Mark mau menjenguk Jisung.

"Beliau kebetulan berada di ruangannya. Mari saya antar."

Keduanya berjalan menuju ruang kepala sekolah dengan Mark memimpin jalan. Siswa-siswi yang ada di koridor sekolah seketika memberi jalan kepada asisten ketua dewan dan mantan ketua dewan siswa itu.

Jisung baru saja hendak menuruni tangga lantai bawah. Dirinya menatap punggung tegap kakaknya yang sudah berjalan jauh dari tempatnya.

"Jisung!"

Teriakan dari bawah mengalihkan atensinya. Di sana Chenle tengah menaiki tangga dengan tergesa-gesa hingga hampir terpeleset.

"Ke-kenapa tuan Je-jeno ke sini?" ucap Chenle sambil berusaha mengatur nafasnya yang tak karuan.

Jisung menatapnya dengan pandangan tidak peduli. "Mana aku tahu."

"Apa mungkin tuan Jeno mau menginterogasi kita soal kejadian di gang kemarin?"

Gerakan tangan Jisung yang hendak menyingkirkan tubuh Chenle terhenti.

"Tidak mungkin. Aku sudah menghapus ingatan mereka."

"Ta-tapi kalau begitu, apa tujuan tuan Jeno repot-repot datang ke sini di tengah kesibukannya? Pasti ada hal penting yang terjadi."

Entahlah, Jisung tidak tahu. Sekarang perasaannya jadi tidak enak. Ia bergegas menuruni tangga dan menyusul kemana kakaknya pergi. Meninggalkan Chenle yang kembali berlari menyusul Jisung sambil merapalkan doa semoga ini bukan membicarakan tentang kasusnya di gang kemarin.

Ia tidak mau menghadapi hukuman Jeno yang sadisnya tidak kira-kira. Walaupun belum pernah merasakannya secara benar-benar, hanya pernah merasakan setengah saja, itupun dirinya tidak sanggup dan hampir mati konyol di tangan kakaknya sendiri.



Tbc.


Jeno sama Mark udah ketemu🤗

Jangan lupa voment nya ya~

Master! [JiChen]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang