🦉 LIMA 🦉
- Maskulinitas -
"Ayolah, Evans. Gantiin gue kencan buta," pinta Gallan sore itu, dirinya baru akan pulang namun masih berada di teras sekretariat. "Gue tau permintaan ini konyol, tapi gue yakin lo pasti kaget sama siapa ceweknya."
"Sumpah ya, Gallan! Lo nggak pernah sedikit pun nggak ngerepotin gue," keluh lelaki yang dipanggil Evans itu, sebenarnya nama aslinya adalah Evans Anggara. "Kalau cewek gue tau gue ikutan kencan buta gimana? Bjir lah!" umpatnya menyugar rambutnya.
"Tenang, nanti gue yang akan ngejelasin ke cewek lo," bujuk Gallan menaikkan alis.
"Ini imbalannya apa dulu nih? Gue ogah ya kalau cuma dibeliin item PUBG. Gue bisa beli sendiri tanpa harus ngebabu jadi tumbal blind date lo," cibir Evans.
Gallan pun tersenyum saat suatu gagasan langsung terlintas di kepalanya. "Tenang, mata kuliah lo yang Manajemen Hubungan Industrial senggaknya bisa dikasi A sama Pak Santoso nanti, gimana?"
Mulut Evans langsung ternganga mendengarnya. "Gallan! Lo serius?" Saking kagetnya Evans sampai berseru.
"Iya, gue kan jadi Asdosnya tahun ini, ntar nama lo bakal gue sebut-sebut deh bahwa lo yang bantuin gue ngurusin anak bimbingannya," tawar Gallan. Baginya tidak sulit membuat Pak Santoso menaruh perhatiannya pada Evans. "Tapi syaratnya semester ini lo nggak boleh bolos tugas, karena mau gimana pun itu dosen kan punya penilaian tersendiri juga," tambahnya lagi.
Evans pun langsung mengangguk. "Siap! Gue nggak pernah bolong tugas, jangankan tugas, bolong kehadiran di mata kuliahnya Pak Santoso aja gue nggak pernah," ungkapnya meyakinkan.
Gallan pun mengangguk. "Ya udah, pokoknya gue bakal naikin nama lo ke Pak Santoso. Asalkan lo gantiin gue setiap jadwal blind date sama cewek ini."
"OKE!" Evans langsung setuju, yang penting kesempatannya untuk mendapatkan nilai A dari salah satu dosennya itu bisa menjadi harapan.
"Nah! Nyokap-bokap gue udah ngatur reservasi buat gue dan cewek itu malam ini. Kalau pihak restoran bilang bahwa nggak ada yang datang, ortu gue bisa marah besar," jelas Gallan dengan wajah sedikit frustrasi.
"Hmm, emangnya siapa sih cewek yang kali ini tumben-tumbenan mau dijodohin sama lo," tukas Evans terpaksa berpasrah diri.
"Freyya. Rebecca Freyya. Lo pasti tau dia, kan?" tanya Gallan.
"What? Fre-Freyya?" Evans tak bisa menyembunyikan ekspresi kagetnya. "Buset! Lucky banget lo, Nyet!"
"Hahaha, kenapa emangnya?" kekeh Gallan tampak sedikit tertarik.
"Dia paket komplit, coy!" Evans menepuk lengan temannya sekali. "Cantik, kaya, pintar, berprestasi lagi. Tapi nggak yang suka show off. Low profile banget orangnya."
"Percuma kalau dia-nya aneh," sela Gallan menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Ya, rada aneh dikit nggak apa-apa lah. Lagian lo kan belum kenal-kenal banget gimana aslinya dia," bujuk Evans, siapa tau temannya ini akan berubah pikiran dan dirinya tidak jadi dijadikan tumbal blind date.
"Lo muji-muji cewek lain, kalau Kanaya denger, lo pasti udah diputusin tuh," ledek Gallan.
"Ah, kalau Kanaya mah bukan paket komplit lagi, tapi sempurna!" cengir Evans dengan mata menggerling.
"Sama aja, bangke!" kekeh Gallan. "Udah, ah! Ntar malam jangan lupa ya, alamat tempatnya nanti gue kirim." Gallan tidak ingin membuang-buang waktu. Dirinya harus pulang sekarang jika tidak ingin terjebak macet di jalan.
"Kalau Freyya-nya nggak dateng, gimana?" tanya Evans yang kembali pasrah, takdirnya menjadi tumbal blind date sudah digariskan.
"Ya udah, berarti gue tinggal lapor ke bokap nyokap, dan tugas gue sebagai anak udah selesai," cengir Gallan enteng.
"Terus, kalau dia beneran datang, gimana?" Evans sedikit tak siap.
"Woles, menurut firasat gue Freyya nggak bakal datang. Dia juga kayaknya nggak mau dijodohin."
"Pertanyaan gue kalau dia datang gimana?" tanya Evans lagi sambil memutar mata. "Masa gue ninggalin anak orang." Lelaki itu merasa kasihan membayangkan jika dirinya harus meninggalkan Freyya begitu saja, ini kalau Freyya benar-benar hadir.
"Ya, terus, lo mau beneran blind date sama dia? Lo mau digeprek sama Kanaya? Kalau itu sih, gue nggak mau tanggung jawab, ya. Pacar lo yang satu itu gue akui nyeremin banget kalau marah." Gallan bergidik.
"Udah tau Kanaya segalak itu, lo masih aja menempatkan gue di situasi yang sulit!" Evans manyun.
Gallan kembali terkekeh. "Gue cabut dulu, mau siap-siap acara nanti malam," cengir Gallan puas. "Kabari gue kalau ada apa-apa, ya."
"Lo juga kabari gue kalau Kanaya mendadak nyariin gue ke lo," tukas Evans.
"Amaan ... palingan nanti Kanaya juga ikutan have fun sama anak-anak BEM yang lain," pungkas Gallan menaikkan bahu.
"Seru, ya. Jadi anak BEM," celetuk Evans.
"Dulu gue ajak masuk BEM, lo nggak mau," balas Gallan.
"Capek, Ngab," kekeh Evans. "Tapi, kalau tau sekarang punya pacar anak BEM, gue pasti bakal lanjut di BEM, sih."
"Anyway, thanks ya, Evans."
Kedua orang itu pun berpisah di parkiran fakultas. Gallan langsung pulang ke rumah untuk mandi dan bersiap-siap ke acara malam keakraban anggota BEM FEB yang akan dibuka oleh dirinya langsung selaku ketua.
Ketika Gallan sudah rapi dan wangi, ibunya pun muncul di ambang pintu kamarnya sambil senyum-senyum tipis.
"Ciee ... anak Mama semangat banget, nih," goda Lilia Manov, wanita paruh baya yang wajahnya masih halus dari keriput. "Padahal, janjian nge-date-nya kan jam delapan. Sekarang belum juga jam tujuh kamu sudah siap."
Tentu saja wanita itu mengira bahwa anaknya berpakaian rapi untuk pergi blind date yang sudah diaturnya sedemikian rupa dengan keluarga Tuan Hengky Rebseno.
"Mengantisipasi macet, Ma," jawab Gallan sesantai mungkin. Dia berharap orang tuanya tidak usil bertanya-tanya saat pulang nanti bagaimana perkenalannya dengan calon tunangannya itu.
"Kalau gitu hati-hati nyetirnya ya, Nak," senyum Nyonya Manov.
Usai menyalimi ibunya, Gallan pun memasuki mobil.
Hingga saat ini, perasaan Gallan masih aman-aman saja. Lelaki itu tak tau saja, bahwa ternyata Freyya justru hadir dalam acara malam keakraban BEM sebagai perwakilan tamu undangan dari club musik fakultas.
Saat melihat sosok Freyya duduk di salah satu meja tamu di cafe yang mereka sewa penuh itu, Gallan langsung melongo tak habis pikir. Apalagi, saat matanya beradu padang dengan Freyya, tatapan gadis itu tampak seperti ... sedang meledeknya.
'Freyya? Tuh cewek ngapain di sini?' batin Gallan dalam hati, duduk di salah satu meja yang berisikan dirinya dan teman-temannya.
Entah kenapa, lelaki itu benar-benar merasa kecolongan.
~o0O0o~
Sama-sama gak mau dateng kencan buta
eh, malah ketemunya di sini ....
.
.
.VOTE AND COMMENT
YUK FOLLOW😘
.
.
.
.Love Di Udara 💕
Ranne Ruby
KAMU SEDANG MEMBACA
THE REBELLOUSE! (On Going)
RomansaEmang boleh se-bjir ini? Freyya tiba-tiba disuruh mengikuti blind date dengan Ketua BEM yang ternyata sangat problematik. Semakin Freyya mencoba untuk menjauh, semakin dalam pula gadis itu terlibat dalam kehidupan seorang Louise Gallan yang kontrove...