duapuluhdua

7.9K 407 4
                                    

Fayaz semakin hari semakin manja pada Gafaro. Dia bahkan tidak ingin berjauhan dengan Gafaro sebentar saja, jika bisa Fayaz ingin sekali menginap di rumah Gafaro hampir semingguan lebih ini. Apalagi tiga hari lagi Gafaro akan segera pergi ke Amerika. Persiapannya sudah hampir sempurna, karena dari awal mengurus berkas-berkas yang harus di siapkan di bantu dan ditemani oleh Fayaz. Namun, semakin dekat di hari kepergiannya, Gafaro juga semakin merasa sesak dengan hatinya. Melihat Fayaz yang semakin manja dan tidak bisa berjauhan dengannya membuat dia tidak tega meninggalkan kekasihnya itu.

Selama ini Gafaro selalu menyempatkan waktu untuk bertemu dengan Fayaz. Dia selalu mengajak Fayaz keluar hingga malam tiba. Entah itu pergi ke mall, nonton film di bioskop, pergi ketaman kota, jalan-jalan mencoba street food ibu kota, atau pergi ke tempat hiburan. Gafaro sudah mencoba semuanya yang ingin dia lakukan dengan Fayaz sebelum dirinya pergi.

Tiga hari lagi. Secepat itu waktu berlalu. Fayaz benar-benar belum siap untuk menerima kepergian Gafaro.

"Sayang, makan dulu yuk." ujar Gafaro karena sedari tadi Fayaz hanya memeluk tubuhnya.

Fayaz sedang berada di rumah Gafaro. Setelah pulang dari jalan jalan, mereka pulang ke rumah Gafaro. Saat ini Gafaro dan Fayaz sedang menonton film di ruang keluarga dengan Fayaz yang hanya memeluk badan Gafaro tanpa berminat menonton layar kaca di depannya.

"Gak mau, aku mau kayak gini aja sama kamu." balas Fayaz menolak ajakan Gafaro untuk makan malam.

"Sayang jangan gini terus-"

"Kenapa? Kamu gak suka ya? Aku pengen kayak gini terus biar kita gak bisa lepas... Emangnya kamu udah siap jauh dari aku? Empat tahun itu bukan waktu sebentar Gafaro." Fayaz tiba-tiba merasakan emosinya tidak stabil. Dia kehilangan kendali dalam mengatur kesedihannya. Akhir-akhir ini Fayaz semakin mudah menangis. Apalagi jika itu tentang Gafaro.

Gafaro menghela nafas pelan. Dia tahu kemana arah pembicaraan ini sekarang. "Maksud aku gak gitu sayang. Kamu jangan mikir kayak gitu."

"Terus gimana? Tiga hari lagi... Cuman sisa tiga hari lagi kita bakalan bareng.." Fayaz sudah tidak bisa menahan tangisannya. Pada akhirnya dia kembali menangis seperti ini.

Gafaro melihat Fayaz mulai menangis, dia menarik badan Fayaz untuk di peluk. Dia jadi tidak tega melihat Fayaz seperti ini. Belum di tinggal saja sudah seperti ini, apalagi jika dia sudah pergi? Gafaro tidak bisa membayangkan itu.

"Sayang, aku tadi cuman nyuruh kamu makan karena aku gak mau kamu sakit kalau sampai telat makan."

"Aku males makan, aku cuman mau sama kamu terus. Setiap makan aku ngerasa semuanya hambar."

Gafaro menghela nafas kasar, "Jangan kayak gini Fayaz, jangan bikin aku khawatir. Aku makin gak bisa ninggalin kamu kalau gini caranya."

Fayaz mendongak untuk melihat wajah Gafaro. Dia menangis kembali, kemudian dia menarik badannya untuk melepas pelukan mereka.

"Maaf..." gumam Fayaz sambil menundukkan kepalanya. Entahlah dia merasa menjadi beban bagi Gafaro sekarang.

"Sayang-"

"Ayo, kita makan." kemudian Fayaz berdiri dari sofa. Dia bergegas menuju meja makan lalu duduk di kursi. Di meja itu sudah terdapat makanan yang sebelumnya di masak oleh pembantu Gafaro.

"Sayang, kamu marah?"

"Makan dulu." ujar Fayaz, tanpa ingin menimpali pertanyaan Gafaro.

Gafaro menurut, dia tahu Fayaz mungkin sedang merasa kesal atau marah sekarang. Dia jadi merasa bersalah karena mengatakan seperti itu tadi. Sedangkan Fayaz mencoba menikmati makanannya, meskipun sebenarnya dia benar-benar merasa tidak tertarik dengan semua makanan lezat di hadapannya ini. Dia sungguh tidak memiliki selera untuk makan. Otaknya terus memikirkan banyak hal yang akan membuatnya sedih dan takut. Seperti kepergian Gafaro nantinya. Huh, membayangkannya saja Fayaz tidak bisa. Dia bahkan menahan air matanya untuk tidak keluar sekarang.

GAFAROFAYAZ [GEMINIFOURTH] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang