*Tzuyu POV
"Tzu?..."
"Tzuyu, tolong jangan membuatku khawatir" katanya benar-benar cemas.
"Aku tidak akan bunuh diri, Minatozaki Sana" kataku sedikit keras.
Ya, aku tidak akan memilih bunuh diri. Aku cukup waras untuk tidak memilih jalan buruk itu.
Kacau? tentu saja aku sangat kacau. Berantakan? ini lebih dari berantakan. Aku sudah hancur! rasanya hatiku sudah terkoyak berkeping-keping.Bunuh diri tidak akan menjadi solusi yang tepat. Aku memang tidak membunuh diriku, tapi aku lah yang terbunuh. Nyawaku sudah lama menghilang, hidupku berhamburan di angan-angan, yang kau lihat aku sekarang adalah sisa-sisa syukur dengan sejuta kenangan.
Myoui Mina? Minatozaki Sana? dua wanita yang teramat aku sayangi dengan tega membuat aku teramat kecewa. Aku melindungi keduanya dengan sebaiknya pelindung, tapi perbuatan Sana membuatku gagal. Ia tak mendengar nasihatku.
Mina? bukan sekedar Sahabat, tapi ia juga kekasihku. Wanita yang sangat aku cintai, selalu mengambil keputusan dengan sendirinya. Aku seakan-akan menjadi bonekanya yang harus menerima keputusannya. Terbaik? itu lah alasan yang selalu dibeberkannya. Jika terbaik, lantas mengapa menyiksaku?
"Apakah ini akhir dari kisahku?" gumamku.
Sungguh aku tak bisa menerima kenyataan ini. Ini sangat perih. Orang yang kau cintai memilih mengakhiri.
"Aku sudah tidak mencintaimu lagi, Tzuyu" katanya yang selalu terngiang-ngiang dikepalaku.
"Apakah benar kamu sudah tidak mencintaiku lagi, Minariku?" lirihku.
Dilain Tempat
*Nayeon POV
Sudah hampir 2 jam lamanya Jeongyeon memohon pada Appa agar bisa menemuiku. Tapi Appa tetap dengan pendiriannya, ia tak akan mengizinkan Jeongyeon bisa menemuiku.
Sejak dari tadi juga aku menangis di kamar ini. Kamar dengan nuansa warna putih, seakan tak senada dengan hatiku yang sudah kelam dan hitam ini.
Orang tuaku tak memberi restu hubunganku dengan Jeongyeon. Mereka keberatan karena Jeongyeon sendiri tak tahu siapa orang tuanya. Ya, Jeongyeon tinggal di Panti Asuhan. Sejak kecil ia tinggal disana. Aku sama sekali tidak mempermasalahkan asal usulnya. Yang kutahu dia adalah pria yang sangat baik, penyayang, dan ramah. Aku mencintainya apa adanya.
"Jika kau masih bersikap begini mengganggu ketenangan di rumahku, maka aku akan memenjarakanmu" kata Appa marah.
"Tolong Tuan, izinkan aku bertemu dengan Nayeon" mohon Jeongyeon dengan suara yang sudah bergetar.
"Sebenar saja, Tuan" sambungnya.
"Apakah kau tidak mengerti bahasaku? jika aku mengatakan tidak, jelas itu tidak! teriak Appa.
"Pergilah! jangan kembali lagi dan lupakan putriku!" kata Appa lalu beranjak masuk.
Jeongyeon menangis. Aku ingin menghampirinya, tapi aku takut dengan Appa. Appa pernah mengancamku, jika aku berani menemui Jeongyeon maka Appa akan membunuhnya. Bukan sekedar itu, Appa juga mengancam akan melenyapkan Panti Asuhannya. Aku tak ingin, anak-anak yang tak bersalah menjadi korbannya. Aku sangat mengenal Appa, ia akan melakukan apa yang ia katakan.
"Maafkan aku, Jeong" lirihku.
****
Sekarang aku berada di Bar. Aku secara diam-diam keluar dari rumah. Aku benar-benar tak habis pikir apa yang Appa rencanakan untukku. Dia sangat-sangat keterlaluan. Appa bukan hanya menghancurkan hubunganku dengan Jeongyeon, tapi ia juga mengatur masa depanku. Ia ingin menjodohkanku dengan pria yang tidak aku kenal. Ia baru memberitahuku.
"Apakah aku hanya boneka saja bagi Appa?" kataku dalam hati.
Bukankah aku sudah dewasa? dan seharusnya aku bisa mengambil keputusanku sendiri. Aku tahu kebahagiaanku. Mengapa ia teramat memaksaku begini? benar-benar menjadi orang tua yang sangat egois.
"Aaaaaaaaaa....." teriakku.
Aku tidak peduli dengan respon para pengunjung lainnya. Aku benar-benar kesal dan sangat marah, tapi aku tak bisa melakukan apapun.
"Berikan aku sebotol lagi" kataku melempar gelasku.
"Ta-Tapi Nona, anda sudah minum terlalu banyak" kata si tender itu.
"Aku tidak peduli! berikan padaku!" marahku.
Aku melotot padanya, aku yakin dia ketakutan sekarang.
"Ba-baiklah Nona" gugupnya.
Aku berdesis kesal. Pikiranku sangat kacau dan air mataku mengalir.
"Aku tidak sanggup lagi hidup. Biarkan aku mati disini" kataku lirih.
Tak lama dari itu sebotol wine sudah ada didepanku. Aku membukanya dan meneguknya secara tak sabar.
"Aku ingin mati saja" kataku dalam hati.
"Aku tidak sanggup berpisah dengan cintaku" gumamku.
Glek Glek Glek
Kembali aku meneguk wine itu sampai habis. Rasanya kepalaku mau meledak, aku merasa teramat pusing. Lampu-lampu kian berputar. Aku mencoba untuk berdiri. Tubuhku terasa berat dan sempoyongan dan mataku sudah mulai kabur. Sepertinya aku mau pingsan, tapi aku harap aku bisa mati.
Brak
Belum sempat aku jatuh ke lantai, tubuhku sudah ada yang menangkapnya.
"Nona, sadarlah" katanya.
"Ternyata aku belum mati" batinku.
Aku mencoba membuka mataku yang terasa berat. Aku memperhatikan wajahnya. Sungguh aku tidak mengenal pria ini.
"Si-si-siapa na-namamu?" tanyaku terbata-bata, mungkin efek dari alcohol dan aku juga bertanya namanya tiba-tiba.
"Chou Tzuyu" jawabnya.
"Chou Tzuyu?" bingungku.
"Sepertinya aku pernah mendengar namamu, tapi dimana?" gumamku.
Tak lama dari itu aku kembali menutup mataku dan ambruk lagi. Aku tidak sadarkan diri dan tak tahu apa yang terjadi selanjutnya.
Baru pemula. Silakan berikan kritik dan sarannya. Terima kasih🙏🥰🥰

KAMU SEDANG MEMBACA
CACTUS ||Misatzu
Romance"Aku tidak punya pilihan jika kekasihku memohon penuh harap" -TZUYU- "Maaf...aku merepotkanmu dan menghancurkan hidupmu" -SANA- "Keputusanku kadang menyakitiku, tapi tidak melakukan apapun adalah salahku" -MINA-