1. Aruna Raespati

35 9 1
                                    

Saat ini, Aruna kebingungan mencari ikat rambutnya. Seingatnya ia tidak membawanya karena ia hampir terlambat sekolah.

Lantas sekarang waktunya berolahraga. Bagaimanapun juga, ia harus mencari ikat rambut. Kalau tidak Pak Agus akan menghukumnya menulis surat yasin.

Tapi tak jauh dari pandangannya, ada seorang lelaki sebayanya tengah bermain bola. Rupanya lelaki itu memakai gelang hitam.

Terbenak dalam pikirannya, bagaimana kalau ia meminjam gelang lelaki itu untuk mengikat rambutnya?. Bodoh, ia tidak mengenal lelaki itu.

"Gimana?," ucap gadis di sebelahnya.

"Aku mau pinjem gelang cowo itu." Gadis di sebelahnya melongo.

"Pak Agus nyuruh kamu ngikat rambut, bukan nyari cowo,"

"Aku mau pinjem gelangnya, gelangnya aku buat ngikat rambut. Itu aja," lama-lama ia kesal sendiri.

"Ehe, yaudah sana!"

"Anterin!"

"Gamau ah, malu"

Supaya tidak membuang-buang waktu akhirnya terpaksa Aruna menghampiri lelaki yang tak jauh darinya.

"Permisi, kak aku boleh pinjam gelang kamu? aku lupa ga bawa ikat rambut." Aruna sangat gerogi saat ini.

Lelaki tersebut memberikan gelangnya karena terpaksa melihat muka melas gadis itu. "Makasih, emm--Rajash?." Ia kebingungan membaca name tag milik lelaki itu.

"Raja." Aruna membulatkan mulutnya. Tanpa sadar lelaki tersebut menyunggingkan senyum manis di bibirnya yang tipis.

Sontak hal itu membuat Aruna melengkungkan bibirnya. "Senyum kamu manis." Aruna tak sadar apa yang diucapkannya. Tapi Aruna jujur, lelaki tersebut memanglah sangat manis saat tersenyum.

"Ehm," deham lelaki tampan itu.

Aruna terperanjat kaget, "Eh, ma--makasi Kak Raja. Aku balikin besok deh, janji," kata Aruna dengan aksen jawa medoknya. Lalu ia bergegas meninggalkan Lelaki itu seorang diri.

......

Aruna merasa ingin buang air kecil, padahal dari tadi ia tidak meminum air sedikitpun. Apa mungkin gara-gara menunggu giliran praktek push-up?. Biasanya sih iya.

Jenna-teman sekelas Aruna menyadari kegelisahan di wajah Aruna.

"Kenapa, Run?"

"Kebelet pipis."

"Iya, cepet aku tunggu!," ucap Jenna lirih membuat Aruna mengernyitkan alisnya, bingung.

"Apaan, Jen?"

"Cepet sana!. Aku gamau ngurusin ya, kalau kamu ngompol"

Aruna mengerucutkan bibirnya. Kalau ia tidak buang air sekarang, kemungkinan ia gagal praktek karena menahan pipis. Ia tidak mau nilainya rendah.

Aruna berdiri menghampiri Pak Agus-guru olahraga, yang sedang menilai murid lain yang sedang praktek.

"Pak Agus," panggil Aruna ke Pak Agus.

"Apa, nak?"

"Anu pak, saya mau ke toilet. Boleh?"

"Silakan"

Aruna berlari lalu bergegas masuk ke dalam toilet. Sekarang ia merasa lega, yakin ia dapat melakukan prakteknya dengan baik. Ia harus cepat kembali ke lapangan.

Tetapi, saat Keluar dari toilet ia bertemu dengan gadis yang menurutnya sangat mengganggunya.

"Eh, kok lo keluar kelas jam pelajaran?," ucap gadis tersebut.

Cerita Bahagia [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang