15. Rooftop

14 5 0
                                    

"Raja--aku punya sesuatu, kamu mau lihat?"

"Apa hm?"

Ia mengeluarkan sesuatu dari sakunya lalu menyodorkan benda itu kepada Raja, " Tara--Aku punya permen untuk kamu."

Raja menggeleng-gelengkan kepalanya heran. Kenapa ia begitu manis.

"Buat aku satu?." Aruna menganggukkan kepalanya. Akhirnya Raja menerima permen pemberiannya dan ia memasukkan permen itu ke dalam saku celananya.

Ah sial, Raja menyukai gadis manis ini. "Aruna sudah punya pacar apa belum?"

"Boleh bilang aku pacar kamu?"

"Gaboleh," ujar Raja membuat Aruna mengerucutkan bibirnya.

Aruna mulai berjalan meninggalkan Raja dengan perasaan marah.

Kali ini hujan mulai reda, tetapi mereka belum juga pulang. Jalanan sudah mulai sepi karena malam akan tiba. Seharian ini mereka menghabiskan waktu di sekolah dan hujan - hujanan.

Raja menarik tangan Aruna sehingga Aruna menghadap Raja sepenuhnya.

"Kenapa hm? ngambek?." Raja menahan senyumnya, melihat Aruna yang mengerucutkan bibirnya. Terlihat gemas di mata Raja.

"Hm." Aruna masih setia mengerucutkan bibirnya.

"Ham hem ham hem, diajarin siapa kaya gitu?" dicoleknya hidung Aruna, gemas.

"Kamu," tak lama Raja menyelipkan kedua tangannya di pinggang dan diangkatnya badan Aruna, ia gendong ala koala. Hingga sekarang Aruna berada di gendongan dan menghadap Raja sepenuhnya.

"Aaaa Rajaaa--turunin!" seru Aruna dengan memukul-mukul dada bidang Raja.

"Gamau"

"Raja mahh, turunin atau--"

"Atau apa, hm?," sela Raja dengan suara seraknya.

"Rajaaaa, turunin!. Aku mau p--"

cup

Aruna langsung membelalakkan matanya begitu Raja mengecup bibirnya singkat.

Saat itu Raja mengecup bibirnya sekali lagi. Aruna terbelalak, dibuat kaget oleh Raja, hingga dirinya tak sadar bahwa Raja sudah menurunkannya dari gendongannya.

"Hei, jangan ngelamun," lamun Aruna buyar saat Raja kembali mencolek hidungnya.

"Raja?!," Aruna terlampau kesal, lalu ia meninggalkan Raja dengan perasaan jengkel.

"Lucu." Raja geleng-geleng sendiri melihat kelakuan Aruna yang menurutnya sangat menggemaskan.

"Apa?!." Aruna berbalik ke arahnya.

"Kita jadian"

........

"Le, om tinggal anter barang dulu ya?, nanti kalau Aruna pulang bilang kalau om pulangnya nanti sore." Dika mendatangi rumah Pak Aryo karena ia tidak sekolah hari ini.

Dika yang sedang memakan nasi goreng di atas kursi pun menolehkan dirinya kepada Pak Aryo.

"Emm iya om, ati - ati." Pak Aryo segera meninggalkan Dika. Ia menyiapkan beberapa galon yang sudah terisi untuk di angkut ke mobil pick up.

Setelah selesai, Pak Aryo menyalakan mobil tersebut lalu mengirimkan galon ke toko yang lumayan terkenal. Tetapi Pak Aryo sebelumnya belum pernah ke toko tersebut.

Pak Aryo dengan hati - hati mengantar galon tersebut. Pak Aryo sudah sampai di toko itu, ia segera turun dari mobilnya.

Pak Aryo diperintahkan untuk menurunkan barangnya oleh asisten dari pemilik toko itu. Ia baru menurunkan 3 galon ternyata seorang datang dan memanggil namanya.

"Aryo." Pak Aryo menolehkan pandangannya ke seorang yang datang padanya.

"Kau lagi?," tanya Pak Aryo dengan raut muka marah.

"Aku mau minta maaf, Yo. Aku sudah mengakui kesalahan"

"Sampai kapanpun, aku tidak akan memaafkanmu, Ar?!," pekik Pak Aryo tidak bisa menahan amarahnya.

Ari, pemilik toko tersebut menangis sejadi - jadinya lalu menjatuhkan dirinya untuk bersujud ke kaki Aryo. Ia memohon - mohon untuk dimaafkan, tetapi Pak Aryo tetap tidak menghiraukannya. Pak Aryo terlampau marah.

"Sudah cukup kau membuat keluargaku hancur, dan karena kau istriku telah meninggal?!"

"Dasar bajingan?!," hardik Pak Aryo.

Tanpa mereka ketahui, seorang laki - laki melihat mereka dengan tatapan sulit diartikan.

Tak lama, Pak Aryo langsung menurunkan galon tersebut dengan cepat dan langsung meninggalkan toko Pak Ari.

setelah sampai di rumah, ia melihat anaknya yang menunggunya di teras rumah. Ia khawatir dengan putri keduanya itu.

"Bapak abis kemana?," tanya Aruna saat mengetahui bapaknya pulang dengan wajah murung.

"Gapapa, Nana makan dulu ya. Bapak mau mandi, gerah," ujarnya langsung meninggalkan Aruna.

Aruna merasa heran mengetahui bapaknya sangat aneh hari ini. Tidak seperti biasanya, Bapaknya selalu ceria dan baik hati.

Lantas Aruna mendudukkan dirinya di samping Dika yang sibuk menonton televisi.

"Kenapa lo?," tanya Dika yang masih memfokuskan dirinya menonton televisi.

"Bapak beda, Dik."

"Itu karena lo sendiri, Na. Lo lebih mentingin Raja daripada bapak lo sendiri. Lo tau sendiri kan?, bapak lo ga suka kalo lo deket - deket sama cowo modelan Raja"

"Aku gatau apa - apa, Dik"

"Suatu saat lo bakal tau, apa alasan bapak lo benci sama lelaki ga jelas itu".

.......

ting

Aruna yang semula tertidur di bangkunya pun terbangun mendengar notif ponselnya. Dilihatnya nomor asing mengirimi pesan padanya.

08xxxx
ke rooftop sekarang,
ini raja nomor baru

Kenapa Raja tiba - tiba meyuruhnya ke rooftop?. Padahal banyak tempat selain itu.

Aruna mengusap wajah dengan kedua tangannya. Lalu melenggangkan dirinya menuju ke rooftop.

ia menelusuri koridor yang terlihat sangat sepi karena memang sekarang waktunya pembelajaran. Tetapi kelas Aruna mendapat waktu kosong.

Sampainya di rooftop. ia tidak melihat satupun orang di sana. Hingga terdengar suara langkah kaki berjalan perlahan mendekat ke arahnya. Perlahan ia membalikkan badannya ke belakang.

Mata Aruna melebar, lelaki tersebut sudah ada di depan matanya dengan senyum seringainya. Ia tau siapa yang ada di depannya.

Tanpa sepatah katapun, lelaki tersebut menarik tangan Aruna dengan sekuat tenaga. Aruna tak sanggup melakukan perlawanan terhadap lelaki itu.

Dengan rasa takut, Aruna menggigit tangan lelaki tersebut hingga membuat lelaki tersebut melepaskan genggaman pada tangan Aruna.

Lelaki tersebut berteriak kesakitan. Tak ingin membuang waktu, ia bergegas keluar dari rooftop. Tetapi ia terlambat.

Seorang perempuan menutup pintu penghubung ke rooftop agar Aruna tidak bisa keluar dari rooftop ini. Tangannya kembali ditarik oleh lelaki itu, tangisannya pecah.

"Rambut lo cantik, wajah lo sih--lumayan. Gua siksa dikit seru kali ya?," lelaki tersebut menampar wajah Aruna hingga Aruna menjerit kesakitan. Tak juga itu, lelaki itu pun menjambak rambut Aruna lalu mencekik Aruna hingga kehabisan napas.

Bahkan saat Aruna minta dilepaskan pun tak dihiraukan. Lelaki itu malah semakin menekan cengkeraman tangannya pada leher Aruna.

Setelah puas menyiksa Aruna, giliran perempuan yang menutup pintu penghubung ke rooftop, menarik tangan Aruna hingga Aruna berada di ujung rooftop.

Tangisannya tidak bisa berhenti, hatinya terus menerus mengucapkan nama Raja. Ia sudah tidak bisa memberontak, ia hanya bisa mempasrahkan dirinya. Tidak ada jalan lain.

"Cerita bahagiamu telah usai, cantik," dengan senyum jahatnya perempuan tersebut mendorong Aruna hingga terjatuh ke bawah.

.....

Cerita Bahagia [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang