5. Instagram

11 7 0
                                    

Rumah Aruna dan Pak Aryo terasa ramai bila Dika datang ke rumahnya. Minggu kali ini Dika datang ke rumah Aruna mumpung hari ini hari libur. Dika hanya membawa diri, alias tidak membawa buah tangan untuk ia berikan pada Aruna.

Ruang tamu hanya terisi Pak Aryo, Aruna, dan Dika. Meski begitu Pak Aryo sangat senang hati karena ada yang bertamu ke rumahnya.

Dika memilih duduk di atas karpet bersama Aruna. Sedangkan Pak Aryo berada di atas kursi sendiri. Meja pun hanya terisi 2 gelas kopi susu, dan beberapa buah camilan.

"Kamu kenal Dik, sama yang namanya Raja?." Dika meletakkan ponselnya saat Pak Aryo mengajaknya bicara.

Dika menganggukan kepalanya, "Kelas sebelah dia, om"

"Kemarin dia ngajak Aruna ke taman, berdua. Om jadinya khawatir takut kenapa - napa sama Aruna. Aruna juga begitu Dik, anaknya. Takut sendirian, gaada teman."

"Tapi kan Aku bisa jaga diri, Pak," sela Aruna sambil memasukkan camilan ke dalam mulutnya.

"Bapak kamu cuma khawatir, Na. Nurut sama bapak," ujar Dika menasihati.

Pak Aryo menyeruput secangkir kopinya lalu berpindah ke atas karpet berhadapan dengan mereka berdua.

"Aruna itu, bandel anaknya. Kalau dikasih makanan, baru dia akan nurut." Aruna merasa dirinya terpojok, makanya ia memilih untuk diam saja.

"Aku bakal jaga Aruna, Om. Kalau nanti si Aruna gabisa nurut, aku jiwir teliganya, Om." Pak Aryo terkekeh mendengar tuturan Dika.

"Aku boleh pacaran, Pak?," tanya Aruna.

"Boleh, asal sama Dika," ujar Pak Aryo santai.

Aruna mengerucutkan bibirnya tanda ia tidak suka dengan pendapat Ayahnya itu.

"Gamau, kan Dika sukanya sama cowo." Pak Aryo terbahak - bahak, sedangkan Dika hanya tersenyum tipis. Mereka tau jika Aruna hanya bercanda.

"Gaboleh kayak gitu, Na. Dika ini baik, mana mungkin dia kayak gitu."

Aruna memutar bola matanya malas, "Dia itu sebenarnya orangnya pecicilan, Pak."

"Udah--udahh. Sana mandi! biar bapak ngomong berdua sama Dika."

Dika membelalakkan matanya kaget, "Aruna belum mandi? pantes daritadi bau sapi,"

.......

"Raja?!," panggil mamanya Raja dengan tampang marah.

"Kenapa, Ma?." Raja masih setia memainkan benda pipihnya dengan merebahkan dirinya di atas sofa.

"Duduk sebentar! mama mau ngomong," dengan terpaksa ia menuruti kemauan mamanya. Jika mamanya sudah mode serius, maka jangan sesekali membuat candaan.

"Nina nangis,"

"Ck, apa lagi dengan anak itu Ma?." Sudah sering Raja mendengar keluhan kalau Nina menangis. Raja tak habis pikir, apa isi otak perempuan itu?. Hidupnya hanya nangis, nangis dan nangis.

"Mama gamau tau, besok kamu ambil lagi gelangmu itu. Mama gamau dengar kalau Nina ngadu kamu masih tidak menuruti omongan mama."

"Iya, Ma," dengan perasaan kesal, Raja kembali merebahkan dirinya ke atas sofa.

"Kamu di rumah aja, mama mau keluar. Dan jangan ke kamar! ada Nina di sana." Raja hanya menganggukkan kepalanya dengan malas.

5 menit hening, tidak ada yang menganggu aktivitas Raja. Raja merasa hidupnya aman, tentram dan damai. Tiba - tiba Nina datang dari lantai 2 seraya memeluk boneka kelinci pemberian Mamanya Raja.

Cerita Bahagia [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang