"He is the smell before it rains."
• • •
Aku menolaknya.
Aku menolak rasa sukacita itu. Menolak sosok kelemahannya.
Ia pergi, menghilang kembali.
Sesuatu menggerogoti nadiku, ketika kurasakan sukacita yang muncul dari nanar matanya yang basah dan sayu.
Sorot matanya yang meneriaki kerinduan, membuatku dapat merasakan bagaimana jiwa itu membeku akibat terikat di tengah-tengah hujan.
Aku merindukannya, merindukan sosok Atlantis. Merindukan sisi kelemah lembutan dari laki-laki ini.
Merindukan bagaimana ia berteriak meminta untuk aku peluk.
Tetapi rasa rindu itu tidak lebih dari pada rasa sakit yang Samu terima atas kesukacitaan itu.
Samu kesakitan. Laki-laki itu melukai dirinya, supaya aku dapat menyaksikan betapa mengerikannya ketika dua pribadi saling bertarung untuk dapat melihat cahaya.
Lima jam yang lalu, saat menatap sorot mata sayu itu perlahan menghilang, membuat rasa bersalah dan dingin melingkupi diriku.
Iya, aku menolak kesukacitaannya. Aku menolak sisi kelemah lembutan dari raga ini. Hanya karena aku juga dapat merasakan rasa sakit yang Samu rasakan.
"Aku mohon Atlantis, pergi lah.. Samu kesakitan karenamu. Pergilah, Atlantis."
Samu membiarkan aku tahu betapa rapuhnya sosoknya. Betapa ia tidak berdaya hanya untuk menerima bagian lain dari dirinya.
Ia menghancurkan sendiri otoritas yang selama ini telah dirinya bangun.
Samu benar benar menepati ucapannya untuk memberitahuku lebih dalam tentang dirinya. Bahkan setelah Ia membiarkan aku memandang sosok itu layaknya seseorang yang tidak dapat tersentuh oleh kelemahan.
Sebab Samu akan selalu menang atasku, bahkan jika memang harus disandingkan dengan Atlantis yang pasif.
Aku tidak pernah tahu bagaimana rasanya saat satu raga harus menyimpan dua kisah. Itu, gila.
Dua kisah yang bertolak belakang.
Air mataku terus jatuh. Mengalir seperti hujan yang kembali turun di luar sana.
Entah bagaimana, tetapi rasanya sangat sakit sekarang.
Kugenggam tangannya, seolah tangan itu memberitahuku betapa dinginnya raga ini.
Kupeluk tubuhnya, meletakkan kepalaku tepat dimana dapat aku rasakan jantungnya berdetak dengan kencang.
"Tadi itu menyakitkan, Samu. Aku merasakan rasa sakit itu, aku merasakannya." Jantung Samu berdetak sangat kencang di dalam sana, suaranya memenuhi pendengaranku.
Mungkin saja ini adalah salah satu tahap pemulihannya, mungkin saja seperti ini prosesnya.
"Apakah di dalam sana Atlantis tinggal?"
Proses yang tidak dapat dikatakan baik-baik saja. Aku ketakutan sekarang, sungguh.
Membuat aku bertanya-tanya, apakah moment seperti ini yang selalu dilaluinya, selama ini? Apakah Ia harus mengalaminya sepanjang hidupnya?
Dia tidak pernah membiarkan aku tahu, bahwa ada suatu proses mengerikan dalam hidupnya.
Mereka benar benar mengunciku dengan cinta dan kesakitannya, juga membiarkan aku menjadi awam atas kondisinya.
Semua orang berkumpul diluar sana. Semua orang mengatakan bahwa Samu akan baik baik saja..
Semua akan baik baik saja.
Tetapi tangannya bahkan sangat dingin, disaat bersamaan kurasakan jantungnya terasa seperti ingin meledak di dalam sana.
Setidaknya aku tahu bahwa laki-laki ini masih hidup.
Setidaknya..
Setidaknya aku mendengar semua orang berkata bahwa Samu akan baik-baik saja. Itu berarti, proses seperti ini sudah menjadi suatu tahap rutinitas dalam hidupnya.
Semoga.
Kutatap matanya yang tertutup sempurna. Meninggalkan bekas memar kebiruan diwajah tanpa ekspresi.
tanganku mengusap wajah tenangnya, memainkan anak-anak rambut seperti yang biasa Samu lakukan kepadaku.
"Samu, kamu harus bangun. Karena kamu berhutang banyak sekali penjelasan."
Hujan semakin deras di luar. Mereka berteriak, menambah keriuhan untuk kekasihku yang tertidur damai.
"Aku tidak mengerti, Samu. Bagaimana hujan tetap datang kembali.. bahkan setelah sebelumnya kita berdansa dibawah cahaya matahari."
Kutatap keseluruhan wajahnya dalam remang-remang cahaya lilin. Sebelum badanku kembali membungkuk, dan berbisik pelan di telinganya.
"Aku tidak mengerti, bagaimana aku menginginkan kamu terbangun lebih dari pada rasa benciku kepadamu. aku tidak pernah mengerti... untuk siapakah perasaanku ini sejak awal?"
Kekehan kecil keluar dari mulutku. Tidak terfikir bahwa kalimat itulah yang pada akhirnya keluar dari mulutku untuknya. Meskipun Ia tidak akan pernah mendengarnya..
Dan ketika kutatap kembali wajahnya, saat itulah kudapati memar kebiruan di wajahnya, memudar.
"Don't cry, baby.."
• • •
Cursed,
Keys.TBC.
KAMU SEDANG MEMBACA
Keys
Ficção AdolescenteKeys, prettiest, strongest, sweetest, my love. ⚠️ The male lead has Dissociative Identity Disorder ( DID ) experience. ⚠️