Rainy hugging.

2K 131 0
                                    

"Untuk bisa mencintainya, aku harus membencinya terlebih dahulu."

• • •

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

• • •

"Katanya mau makan aku?"

"Keysa, sayangku.. ayo makan aku!"

Atlantis, laki-laki itu menarik lenganku, merayuku. Aku tertawa, ku elus rambutnya, lantas mengangguk. "Iya, kamu mandi dulu gih, habis itu aku makan kamu sampai habis, arrrrr!"

Dua jam yang lalu. Dua jam yang lalu saat laki-laki yang sedang terlelap dalam dekapanku ini, membersihkan dirinya, kupakai untuk membereskan semuanya.

Semua kekacauan yang dia buat selama seminggu lebih saat diriku merdeka.

Eksa, terluka parah, mental dan fisiknya tidak baik-baik saja. Laki-laki itu kutemukan terikat dengan rantai di ujung balkon kamar Atlantis.

Salahku. Salahku saat seminggu yang lalu, aku menangis memohon meminta bantuan Eksa-sebagai sepupu terdekat Atlantis-untuk membantuku melarikan diri. Iya, saat rasa sakit itu tidak dapat kutahan lagi.

Tetapi sia sia. Kepergianku sia sia. Kepergianku tidak diinginkan. Semua menangis, memintaku kembali.

Dan malam ini, saat hujan mengguyur bumi dengan derasnya di luar sana, aku kembali. Aku berhasil menghentikan setiap tangisan orang-orang atas kepergianku. Aku berhasil menghapuskan luka mereka.

Tetapi tidak ada yang tahu. Tidak ada yang pernah tahu, bahwa malam ini aku kembali menangis. Menangis tanpa suara. Di tengah derasnya hujan. Di dalam dekapan Atlantis.

"Ssttt..."

Tanganku mengusap pelan punggung Atlantis saat laki-laki itu bergerak tidak nyaman.

"Keysa... Keysa! Kamu nggak boleh pergi! Nggak, aku mohon, jangan tinggalin aku!"

Atlantis bergerak gusar, tangannya mencak-mencak seperti ingin menggapai sesuatu.

Untuk beberapa saat, aku terdiam, memandang wajahnya yang menampakkan ketakutan. Laki-laki ini... yang melukiskan luka dihidupku. Yang merenggut kebahagiaanku, dan digantikannya dengan kebahagiaan menurut fahamnya.

Atlantis mulai meraung. Wajahnya yang menampakkan ketakutan kini menjadi kesedihan. Pucat. Laki-laki itu menangis, memanggil namaku tak hentinya.

Apa kesakitan yang dia rasakan dalam tidurnya, sudah sepadan dengan yang dia lukis di hidupku tiga tahun ini? Apa ini, sudah adil?

Atlantis mulai berteriak, dia melukai dirinya sendiri, memukul-mukul kepalanya dan ... Oh Tuhan! Apa yang aku lakukan!

Ku pegang tangannya, menghentikannya melukai diri sendiri. Aku mendekap Atlantis. Ku kecup pelipisnya sembari terus berbisik menenangkannya. "Aku di sini, aku di sini."

Usapan dipunggung terus aku lakukan, hingga perlahan Atlantis mulai tenang. Laki-laki itu terbangun dari tidurnya.

"Keysa.."

"Iya, aku di sini.."

Mata basahnya mengerjap, memandangku dari segaris sinar rembulan yang mengintip di sela-sela ventilasi.

"Maaf. Maafin aku, aku buat kamu kebangun ya?"

Aku menggeleng, lantas tersenyum. Ku elus surainya, sebagai kebiasaan yang dia sukai. "Tidur lagi, gih."

Atlantis menggeleng, laki-laki itu menangkup wajahku. "Seriusan, aku tadi ngigau, kan? Terus kamu jadi kebangun karenanya."

"Iya kamu mengigau tadi. Tapi aku habis dari kamar mandi, kebelet pipis.. terus liat kamu ngigau, jadi aku peluk kamu."

Atlantis tidak mengelak kali ini. Laki-laki itu mengecup dahiku, pipiku, lalu bibirku sekilas. Sebagai sapaannya sebelum kembali tertidur, setiap kali kami terbangun karena dia yang mengigau.

Atlantis akan selalu mengigau ketika dia tidak mendapati aku berada di sisinya.

Satu jam terlewatkan sejak kudapati Atlantis telah kembali ke alam bawah sadarnya. Napasnya lebih teratur.

Kutiup wajahnya pelan, caraku setiap kali memastikan bahwa laki-laki ini sudah benar-benar tertidur.

Aku menghembuskan napas lega, ku peluk tubuhnya lebih erat, berharap tidurnya kali ini tidak lagi terganggu oleh bunga tidur yang kelam. Kuharap di dalam tidurnya, dia dapat memelukku, seperti saat dia tersadar.

"Maafkan aku.. maafkan aku membiarkan kamu kesakitan tadi..." Aku berbisik, lalu menangis tanpa suara.

Sungguh, aku mencintai laki-laki ini. Sangat mencintainya. Tetapi terkadang, aku merasa bahwa ada satu sisi di dalam diriku yang membencinya. Membenci keserakahannya atasku. Membenci sikap egoisnya dalam mengikatku, agar aku tidak dapat pergi darinya.

Bahkan, aku meminta maaf. Aku meminta maaf atas kesakitan yang tidak pernah kulakukan. Di saat dia sendiri tidak pernah sadar, bahwa setiap cinta yang dia berikan, setiap tindakannya untuk mempertahankan ku, menghancurkan hatiku.

Pada akhirnya, tidak akan pernah ada seseorang yang kubiarkan tahu, bahwa aku menangis dalam tidurku.

Karena tidak akan ada yang paham rasa sakitnya. Bahkan Atlantis sekalipun. Laki-laki yang aku yakini, aku mencintainya.

• • •

Cursed,
Keys.

TBC.

KeysTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang