Midnight rain.

292 34 0
                                    

"You are the stars in my dark and cold nights—shining and unwavering."

• • •

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

• • •

Samu terbangun kedua kalinya dengan isakan tertahan. Ia meringis sepanjang tidurnya.

Keningnya basah. Aku melihat ada kerutan di sana. Laki-laki itu mengalami mimpi buruk.

Aku berada di sisinya sepanjang malam, mengamati setiap ekspresi yang ia tampilkan selama tertidur.

Raut ketakutan, marah, sedih, semua ekspresi yang menyakitkan ketika dipandang.

Malam ini, aku menyadari bahwa Samu tidak pernah benar-benar tertidur dengan nyaman.

Aku tahu ia kesakitan dalam tidurnya.

Aku tahu rasa sakitnya mengikutinya, bahkan ketika ia tertidur.

Kupeluk badannya yang sedikit bergetar ketika ia mulai menyebut namaku. Badannya terasa dingin meskipun sedikit berkeringat.

"Ini aku, Samu... aku di sini." Aku membisikkannya sembari tanganku menggenggam tangannya yang berusaha meremas sprai kembali.

"Keys..."

"Iya, ini aku. Keysa di sini, tenang ya."

"Don't leave me." Di luar hujan. Hujan deras. Aku kedinginan, begitu juga Samu. Tetapi aku berharap, aku dapat berlari ke tengah-tengah hujan sekarang, setidaknya, agar tidak ada yang menyadari bahwa aku sedang menangis.

"I Won't. Tidak akan.." Kuusap surainya. Menemukan manik hitam legam itu kembali bertemu tatap denganku. Ada kesakitan di sana.

Aku tersenyum untuk Samu. Membiarkan ia tahu bahwa aku benar-benar berada disisinya, bersamanya, menemaninya sepanjang malam.

"Aku takut, keys..." Samu menarikku dalam pelukannya. Memelukku sangat erat.

"I'm scared, you will leave me because you hate me." Suaranya bergetar saat mengucapkannya. Tanpa sadar, aku mengeratkan pelukan kami.

Untuk sesaat aku terdiam. Tidak tahu harus me-respon seperti apa, karena aku 'pun tidak dapat menyangkalnya, menyangkal perkataannya mengenai diriku yang membencinya.

Tetapi kemudian aku mengelus pundaknya, memberikan sedikit ketenangan. Samu tidak seharusnya mengingat kebencianku atasnya di saat kondisi genting seperti ini.

"Buktinya aku di sini, 'kan? Aku di sini dan memelukmu. Peluklah aku erat-erat, Samu." Malam ini, aku milikmu, Samu. Malam ini. Hanya kita berdua.

Setidaknya, sebelum aku membiarkan rasa benciku kembali melingkupiku.

Samu menggenggam tanganku untuk kemudian ia kecup cukup lama, "Aku cemburu, kamu melakukannya juga untuk Atlantis." Katanya, matanya menatapku sayu.

Atlantis... mengingat laki-laki itu membuatku sedih, juga merasa bersalah. Ia juga akan berteriak meminta untukku peluk di saat mimpi buruk mengganggu tidurnya. Laki-laki itu akan memelukku sembari tubuhnya menggigil, ia akan menangis di dekapanku-

Aku sedikit tersentak ketika Samu tiba-tiba saja melepaskan pelukannya. Ah, aku melamun ya, barusan?

"Kenapa kamu menolaknya, jika sekarang malah memikirkannya." Samu berucap dingin, raut wajahnya kembali seperti semula, tidak terlalu bersahabat.

"Samu-"

"I thought you want to meet him. I think you want him.." Ia berucap sekali lagi, laki-laki itu turun dari kasur dan berniat pergi.

Tidak aku biarkan, kukejar sosoknya yang hampir mencapai pintu.

Kugapai tubuhnya, memeluknya dari belakang, lalu berbisik pelan. "But I choose you, Samu.. I choose you."

Tidak ada perlawanan, juga tidak ada tanggapan. Suaraku benar-benar di biarkan mengambang di udara. Tanpa menyadari bahwa tubuh Samu menegang.

Kutenggelamkan wajahku dibalik pundaknya, tanpa bisa aku tahan.. aku menangis lagi.

"I choose you, Samu. I really do." Biarlah, biarkan saja dia mendengar suaraku yang bergetar akibat menahan tangis. Aku hanya ingin ia menyadari bahwa aku benar-benar memilihnya.

Samu membalikkan tubuhnya, membuat pelukan kita terlepas. Wajahku sedikit bersemu saat mata telanjangnya menatap terang-terangan aku yang menangis seperti orang bodoh.

Oh, Tuhan, malu sekali tertangkap basah menangis seperti anak kecil.

Baru aku hendak berbalik, berusaha memalingkan wajahku darinya, tangan kekarnya telah menggapai pinggangku terlebih dahulu. Membuat kami kembali saling berhadapan.

Ia mengecup wajahku, menambah rona kemerahan di sana, "Cantik." Ujarnya, ketika tangannya menghapus jejak air mata di wajahku.

"Mari berdansa di tengah hujan, Keys. Dan anggap aku tidak pernah melihatmu menangis."

• • •

Cursed,
Keys.

TBC.

KeysTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang