Rose smells cigarettes.

741 64 0
                                    

"I tried to deny every allegations that I needed him at my worst, but the facts made me feel like a villain."

• • •

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

• • •

Sudah satu minggu sejak mimpi buruk itu terulang dalam tidurku, Samu sama sekali tidak menunjukkan batang hidungnya.

Iya, kejadian itu sudah kuanggap sebagai mimpi buruk untukku.

Lihatlah, badanku basah, mual menyerang lambungku. Ada begitu banyak kunang-kunang berterbangan dimataku.

"Oh God, please, mau mati rasanya." Aku mengibaskan tanganku. Badanku berkeringat, tetapi aku menggigil.

Rasanya seperti.. entahlah. I don't want to explain this.

Hujan sudah berhenti, sejak semalam. Hanya mendung diluar sana.

Tadi itu, adalah puncaknya. Puncak paling mengerikan yang datang dalam tidurku, dan aku tidak ingin mengingatnya.

Bingung rasanya, bagaimana aku dapat terlepas dari mimpi itu. Meski dalam kondisi yang sama. Menyedihkan.

Karena di malam-malam sebelumnya, aku akan terbangun ketika dua orang asing memegang tangan dan kakiku, dan seorang lainnya meneriaki namaku. Berusaha menyadarkanku.

"This is not funny, Samu." Aku terkekeh. Laki-laki itu benar-benar menghilang. Entah kemana.

Susah untuk menjelaskan rasa ini. Karena aku, adalah seseorang yang sulit untuk terbiasa tidak merasakan kehadirannya dalam kondisi genting.

Aku tidak merasakannya. Dia memang tidak pernah muncul sejak malam gaun ungu itu. Tetapi aku memang tidak merasakannya, dalam pengertian yang berbeda.

Tetapi mengingat bagaimana aku dapat terlepas dari mimpi terburuk itu pagi ini, membuatku sedikit berharap, mungkin saja ini adalah yang terakhir.

Mataku memperhatikan setiap sudut ruangan ini, dan dengan secara tidak sengaja menangkap sesuatu yang tidak pernah kuduga akan terjadi pagi ini. Iya. Aku tidak salah lihat, dia menemuiku?

Aku mengambil cardigan untuk ku kenakan, lalu melompat dari atas kasur dan berjalan menghampiri sepucuk mawar merah yang timbul dari balik jendela.

Sepucuk mawar merah dengan embun yang menempel pada beberapa kelopaknya. Tidak ada yang aneh, mawar ini memang tumbuh di sini.

Tetapi pagi ini, aku mendapatkan sepuntung nikotin yang menancap di tengahnya.

"Cigarette?"

Nikotin itu masih mengeluarkan asapnya. Menandakan pemiliknya baru saja meninggalkannya di sini.

Aku mengambil puntung nikotin yang tinggal setengah itu. Memegangnya, lalu mematikan sedikit api yang masih timbul.

"Lavender." Seseorang dengan aroma lavender baru saja berdiri di sini, di tempatku berdiri saat ini.

"I catch you." Aku terkekeh, menghela napas panjang—tidak habis pikir.

"Please, Samu. I don't want to play a game." Aku menolah ke setiap sudut ruangan ini. Dari ujung pintu kecil yang berada di selatan, hingga pintu besar—pintu utama yang menjadi akses masuk di kamar ini, berada di utara.

Dia benar-benar pergi sebelum aku tersadar. Tetapi setidaknya, aku mendapatkan jawaban atas bagaimana aku dapat terbebas dari mimpi itu pagi ini.

Seseorang memasuki ruangan ini dari pintu besar yang ada di belakangku. Membuat aku menoleh dengan siaga, dan.. yeah, wrong prediction.

"Good morning, Madam."

Mataku mengerjap pelan, lantas tersenyum ramah. Pria berkaca mata tebal itu, muncul lagi dengan kotak kecil di tangannya, setelah seminggu menghilang sejak dia berucap terakhir kali.

"Nice to meet you again, stranger." Aku berucap ramah padanya, lantas melirik kotak kecil ditangannya.
"Jadi, apa ini?"

Pria itu membalas senyumanku, "Pewarna bibir."

Aku terpana untuk beberapa saat, lalu mengangguk yakin. "Dia benar-benar ada di sini."

"Prediksi yang tepat." Pria asing itu menanggapi gumaman ku.

Kini aku menatapnya dengan serius, "Kemana Samu pergi seminggu ini?"

"Bukankah anda juga pergi seminggu lamanya?"

"Aku tidak mengerti."

"Ada apa, nyonya? Anda merasa tidak baik-baik saja?"

Aku mengerutkan keningku, sungguh tidak mengerti maksudnya. "Apa maksudmu?"

Pria itu terdiam, dia tersenyum tipis kepadaku, lalu setelah beberapa saat baru menjawab pertanyaanku. "Anda tidak baik-baik saja, ketika kehadirannya tidak anda rasakan dalam keadaan terpuruk anda, bukan begitu, nyonya?"

Aku tertegun. Tidak tahu harus menanggapinya bagaimana. Karena jujur saja, ada begitu banyak prasangka kuat yang mengatakan hal yang sama dalam diriku, tetapi sayangnya, aku ingin menyangkalnya. Meskipun tidak bisa. Setidaknya untuk saat ini.

Melihatku tetap diam. Pria itu memilih meletakkan kotak di tangannya ke atas sebuah meja mini di sampingku. Lalu kembali menatapku dengan senyuman khasnya.

"All he wants is you. Tetapi jatuh cinta sendiri itu menyakitkan, bukan?"

• • •

Cursed,
Keys.

TBC.

N. Untuk bab sebelumnya, dengan judul 'crying boy' adalah kejadian pertama kali bertemunya Keysa dengan kekasih jiwanya, Atlantis Samu Glorious. Kejadian pertama kali mereka bertemu itu terputar di dalam tidurnya Keysa, itulah mengapa Keysa menganggapnya sama saja seperti mimpi buruk.

KeysTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang