Bab 0.1

399 43 7
                                    

Jungkook kesusahan menyangga tubuh Eunha dan tubuhnya sendiri selama menyusuri lobi hotel yang Jihyo sewa untuk pesta ulang tahunnya. Lelaki itu baru sadar betapa banyak alkohol yang di tenggaknya saat merasa kepalanya berputar cepat. Hampir saja tubuh Eunha jatuh ke lantai karenanya.

Dengan susah payah, lelaki itu berusaha mempertahankan kesadarannya, meletakkan Eunha ke sofa tunggu terdekat sebelum memesan kamar. Jungkook tidak memiliki pikiran selain, kecuali keselamatan Eunha. Jika dia memaksakan diri menyetir, kecelakaan mobil akan sangat mungkin terjadi. Selain luka yang akan mereka dapat, wartawan juga akan kegirangan dengan skandal yang tidak pernah terjadi.

"Maaf, aku ingin memesan kamar," ucap Jungkook pada resepsionis yang tampak terkejut melihatnya.

"Eh, tentu. Boleh saya minta kartu identitasnya?" Sahut sang resepsionis, berulangkali mencuri pandang pada wajah Jungkook yang sedang mabuk berat.

Lelaki itu merogoh celananya, mengambil kartu identitas dari dompetnya kemudian mengusap wajah kasar. Dia belum boleh pingsan sekarang.

"Anda mau kamar suite atau...?"

"Apa saja!" Sahut Jungkook agak kasar, lelaki itu menggertakkan gigi. Dia merasa mual sekali. Resepsionis itu segera bekerja lebih cepat setelah sedikit dibentak.

Setelah mendapatkan kunci, Jungkook kembali menghampiri tubuh Eunha yang masih tidak sadarkan diri di sofa, setengah mati menopangnya hingga menuju lift. Setelah mengamankan Eunha di kamar hotel, dia akan menelepon seseorang untuk menjemputnya pulang, begitulah pikir Jungkook.

Namun, gravitasi kasur empuk di kamar VIP itu sangat sulit di tolak. Apalagi setelah menggeret tubuh seseorang yang tidak sadarkan diri dalam kondisi mabuk berat. Jungkook mengerang kelelahan disamping Eunha.

"Kamu harus mulai diet," protes Jungkook pada sosok perempuan yang dikiranya tidak akan menyahut itu.

"Mmmnh..." Suara Eunha bergumam gelisah.

Jungkook yang terkejutpun segera menoleh, melihat ekspresi wajah Eunha mengerut cemas. Tanpa disadari, tangan besar Jungkook sudah menyetuh sisi wajah Eunha, mengusapnya lembut hingga perempuan itu kembali nyaman.

Saat itu, tidak ada apapun yang mengusik pikiran Jungkook. Lelaki itu hanya diam mengamati wajah lelap Eunha dengan tangan yang menyentuh wajah perempuan tersebut. Dan napasnya pun mulai tenang, rasa sakit di kepalanya mulai menghilang, dan kedamaian tiba-tiba melingkupinya.

Perempuan di depannya ini, Jungkook ingin memeluknya erat dan memastikan kedamaiannya tidak terenggut lagi. Anda saja itu hal yang mungkin terjadi.

"Aku mencintaimu," gumanan Eunha tanpa sadar menghancurkan kedamaian beberapa detik seorang Jeon Jungkook.

Lelaki itu menarik tangannya dari wajah Eunha, dengan kaku memaksakan diri untuk pindah ke kursi terdekat. Ah, tentu saja. Bukankah tadi ada sesi menyatakan perasaan di pesta Jihyo? Jadi, seorang Jung Eunbi berniat mabuk karena terlalu malu untuk mengakui secara sadar? Lucu sekali!

Jungkook mencari ponselnya, hendak menelepon seseorang yang mungkin bisa menjemputnya pulang sekarang. Andai saja seorang Kim Min Ji tidak meneleponnya lebih dulu.

"Ya, ini aku. Ada apa?" Jungkook menyapa lebih dulu, bersikap sesopan yang dia bisa.

"Kau ada dimana? Kau sedang mabuk?" Kim Min Ji terdengar tidak percaya dan kesal.

"Apa itu urusanmu?" Balas Jungkook jengkel. "Katakan saja apa maumu. Kepalaku sedang pusing!"

"Oh, lihat betapa sopannya kau," cibir Kin Min Ji. "Aku dengar kau sedang di pesta ulang tahun Jihyo Twice? Disana menyenangkan? Siapa saja tamunya?"

"Ini urusan pribadiku!" Jungkook membentak kesal.

"Kau sudah tidak punya hal yang namanya 'pribadi' setelah kau debut dan sukses, Jeon Jungkook. Jangan naif," sahut Kim Min Ji tenang. "Kalau kau menemukan seorang perempuan yang menarik, yang selevel denganmu, beritau aku. Aku akan menilai apakah dia bisa mendongkrak popularitas mu atau tidak."

"Hentikan," ucap Jungkook geram. Kepalanya kembali pusing mendengar celotehan Kim Min Ji, salah satu petinggi perusahaan.

"Selama kau belum mendapatkannya, aku akan mengurus rumor kencanmu dan menjadwalkan kencan buta dengan beberapa perempuan hebat, bagaimana?"

"Kau sinting!" Jungkook tidak tahan lagi mendengar Kim Min Ji bicara, jadi dia mematikan sambungan telepon secara sepihak. Beberapa detik kemudian, muncul pesan dari Kim Min Ji.

'Aku tidak melakukannya untukmu, tapi demi BTS dan perusahaan. Ingat itu!'

Jungkook melempar ponsepnya ke sofa lain, dan memesan layanan kamar untuk membawakan alkohol. Kim Min Ji sialan! Maki Jungkook dalam hati.

###

Eunha berusaha bangun dari mimpi buruknya, namun ternyata dia justru masuk ke dalam mimpi yang lain. Masih berhubungan dengan mimpi buruknya, tapi tidak begitu buruk. Yah, apa artinya memimpikan seorang Jeon Jungkook yang sedang bertanya padanya dengan pertanyaan yang sama seperti yang selalu dia impikan sebelumnya?

Sudah cukup lama Eunha tidak memimpikannya lagi, tapi mungkin ini adalah efek setelah bertemu dengan Jeon Jungkook di pesta Jihyo.

"Hei, jawab aku," Jungkook menegur, sorot matanya tampak sayu dengan kesedihan. "Kenapa kau pergi? Kenapa meninggalkan aku sendirian?"

Eunha tidak menjawab, baginya melihat Jeon Jungkook saat ini saja sudah cukup. Namun sepertinya, tubuh Eunha tidak setuju. Perempuan itu menyentuh sisi wajah Jungkook yang berbaring miring disampingnya, menyentuh bibir lelaki itu dan tersenyum kecil.

"Aku mencintaimu," katanya tulus. Hanya di alam mimpi dia bisa mengucapkannya dengan jujur. Satu kalimat itu tampaknya berarti sesuatu karena ekspresi Jungkook tampak terperangah. "Aku mencintaimu," ulang Eunha, kini dengan mata memanas.

Jungkook menariknya mendekat, tapi Eunha buru-buru bangkit. Meskipun ini mimpi, dia harus segera pergi meskipun itu ke mimpi lain. Mimpi buruk yang sebelumnya pun tidak apa-apa. Dia akan menerima keluhan, protes dan hinaan Kim Min Ji dengan lapang dada daripada berada di sini.

Eunha tidak sanggup memandang wajah Jungkook terlalu lama. Dia... akan merasa sulit untuk bergerak maju saat bangun nanti.

"Tidak, jangan pergi!" Jungkook mencegah, meraih tangan Eunha dan menggenggamnya erat-erat. "Aku-aku hancur, Eunha." Suara Jungkook pecah saat lelaki itu menangis.

"Jangan pergi! Aku membutuhkanmu!" Meski suaranya memohon dengan sangat, tangan Jungkook yang menggenggamnya melemah hingga terlepas. Seolah memberi tanda, bahwa sehancur apapun dirinya, sebesar apapun dia membutuhkan Eunha, Jungkook tau dia tidak akan bisa menahan perempuan itu untuk pergi.

Dan hal itu juga membuat tangis Eunha pecah. Perempuan itu berbalik untuk memeluk tubuh besar Jungkook erat-erat. Rasa sakit di hatinya yang sudah lama dia abaikan, saat itu berdenyut lebih kencang hingga rasanya menyesakkan.

Ya Tuhan, tidak bisakah waktu berhenti saat ini? Hingga mereka tidak perlu melepaskan satu sama lain lagi?

"Maafkan aku, Jeon Jungkook. Maafkan aku!" Tangis Eunha, menghirup aroma tubuh Jungkook dalam-dalam, meresapi pelukan lelaki itu ditubuhnya yang kali ini terasa utuh dan benar.

"Aku mencintaimu," gumam Jungkook ditengah tangisnya yang deras namun tidak bersuara. "Aku bersumpah, aku mencintaimu."

Pikiran sinting muncul di otak Eunha selama sepersekian detik. Tidak bisa kah dia memiliki Jungkook di mimpinya? Sekali ini saja?

Eunha mencium pipi Jungkook lekat, ingin melonggarkan perasaan resah yang tergambar dari bagaimana Jungkook memeluknya. Namun tampaknya, hal itu belum cukup. Jeon Jungkook tidak hanya butuh sebuah pelukan dan ciuman di pipi.

Dan Eunha akan menyerahkan dirinya pada keputusasaannya sendiri. Toh, semuanya hanya sebatas mimpi.

###

Cute Bunny Club (2022) {✓}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang