MPLS sekolah sudah selesai. Kini Ghazea masuk sekolah dan menuju ke kelas barunya. Waktu MPLS, murid baru kelas X sempat dikenalkan berbagai ruangan yang ada di sekolah tersebut. Karena itulah Ghazea sudah hafal dengan letak kelasnya.
Hati Ghazea merasa gugup. Karena kemarin dia baru dapat informasi jika Ghazea tidak akan sekelas dengan Ulla. Ghazea berada di kelas bisnis digital 1, sedangkan Ulla di kelas bisnis digital 2.
Ghazea merasa sangat kecewa pada guru yang mengatur kelas. Kenapa juga Ghazea dan Ulla berpisah kelas? Padahal kan Ghazea ingin sekali jika sekelas dengan Ulla! Apalagi mulai dewasa, Ghazea merasa kesusahan bergaul dengan orang baru.
Tadi pagi Ulla memberikan pesan pada Ghazea. Ulla menangkan jika Ghazea pasti memilki teman baru di kelas itu. Ulla sangat tahu, waktu SMP Ghazea kesulitan akrab dengan sesama teman sekelas. Akhirnya, Ulla meminta Ghazea untuk dekat dengan seseorang bernama Desy yang kebetulan sekelas dengan Ghazea.
Ulla bilang, jika Desy merupakan teman SD-nya dia dulu. Ulla sangat kenal Desy. Dia perempuan baik dan jago dalam menari.
Mengingat pesan dari Ulla, membuat Ghazea menghela napas. Apa dia bisa akrab dengan Desy? Bahkan Ghazea saja tidak tahu seperti apa raut wajah Desy.
Kini Ghazea mulai memasuki kelasnya. Keadaan kelas sepi karena memang saat ini masih sangat pagi. Hanya ada seorang perempuan sendirian sudah duduk di barisan paling depan.
Ghazea tersenyum begitu perempuan tersebut mengangkat kedua bibirnya. Ghazea akui, perempuan kurus itu terlihat sangat cantik.
“Duduk sini gapapa,” ujar si perpisahan begitu melihat Ghazea bingung hendak duduk di mana.
Ghazea menoleh, menatap bingung pada perempuan itu. “Emang gapapa?” tanya Ghazea canggung. Karena tidak mungkin juga Ghazea duduk bersebelahan dengan perempuan itu, apalagi Ghazea baru kenal dengan dia. Takutnya dia risih dengan kehadiran Ghazea.
“Gapapa, kan kita sekelas. Duduk sini aja.”
Ghazea manut. Dia menghampiri perempuan itu dan duduk di sebelahnya.
“Kenapa kok milih duduk di depan? Biasanya orang-orang milih duduk di belakang. Takut di tunjuk guru,” ujar Ghazea memulai topik pembicaraan begitu tahu rasa canggung menyelimuti keduanya. Apalagi kesunyian kelas membuat Ghazea merasa kikuk.
Perempuan itu tersenyum menatap Ghazea. “Enak aja sih duduk di sini. Semisal kalo guru nerangin materi, kita bisa paham sama apa yang dijelasin.”
Ghazea mengangguk. Benar juga apa yang perempuan itu katakan. Dari sini Ghazea mulai kagum dengan dia bisa berpikiran sampai di situ. Terlebih lagi dia sangat ramah, membuat rasa canggung Ghazea mulai menghilang.
“Bener juga sih apa yang lo omongin.”
“Nah, mending kan kita duduk di sini.”
“Lo pasti pinter, ya? Soalnya kan orang pinter biasanya duduk di bangku depan,” ujar Ghazea sangat yakin.
Perempuan itu tertawa. “Gak sih. Gue murid biasa. Malahan ada temen gue yang lain lebih pinter daripada gue.”
Ghazea mendengus. “Gak percaya. Lo pasti pinter juga.” Ghazea ingat, teman-teman SMP-nya yang pintar selalu duduk di barisan depan. Ghazea yakin, jika perempuan itu juga sangat pintar!
Perempuan itu masih tertawa. Dia tidak percaya dengan pujian Ghazea. “Enggak serius!”
Ghazea mengangguk sekali. “Nama lo siapa?”
“Gue Desy.”
Ghazea mematung sejenak. Ternyata perempuan ini yang dimaksudkan Ulla? Benar kata Ulla, perempuan itu baik bahkan ramah pada Ghazea. Waktu Ghazea masuk kelas saja, perempuan itu tersenyum.
KAMU SEDANG MEMBACA
You Are Mine
Teen FictionCerita diambil dari kisah nyata. Ghazea kira tidak akan ada cowok yang suka padanya dan tidak akan ada cowok yang mau dengannya. Karena menurut Ghazea dia hanya perempuan biasa. Sedangkan di luaran sana banyak cowok yang lebih suka pada perempuan ya...