22. Hubungan

32 3 0
                                    

“IHHH KUCING!” Aya berlari kecil menghindari seekor kucing yang tiba-tiba masuk ke kelas. Sebagian teman-teman kelas tertawa melihat kejadian itu.

“Lo takut kucing, Aya?” tanya Dea teman yang selalu bersama Aya. Dea baru mengetahui jika Aya sepertinya memang takut kucing.

“Enggak, cuman geli.” Aya menatap kucing horor. Melihat kucing tersebut sedang berjalan menuju bangku belakang. Aya terus berpindah tempat sampai pojok—menjaga jarak dengan kucing itu.

Ghazea tertawa ringan. Dia bangkit, mengambil kucing dan menggendongnya pelan. Membawanya ke meja, dan duduk di kursinya.

“Padahal lucu loh Aya.” Ghazea menoleh menatap Aya. “Noh, bulunya halus,” ujar Ghazea sambil mengelus kucing. Kucing itu bewarna putih dan Oren. Matanya berwarna Oren dan hitam, terlihat indah. Bulunya terasa lebat, sepertinya ini kucing Persia.

 Bulunya terasa lebat, sepertinya ini kucing Persia

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Aya menatap seram kucing itu. Memang sih kucingnya memiliki bulu yang halus dan bersih, tapi tetap saja Aya geli!

Kenapa harus ada hewan kucing di dunia ini?!

Ghazea terkekeh. Kini, dia menggendong kucing itu di pahanya, mengelusnya pelan.

“Enak, ya?” tanya Ghazea begitu kucing itu diam, membiarkan Ghazea mengelus bulunya, seakan menikmati setiap sentuhan yang Ghazea berikan.

“Lucu njir,” ujar Desy ikut mengelus kucing. Perempuan itu tengah duduk berdampingan dengan Ghazea.

“Eh, Desy,” panggilan Ghazea membuat Desy menoleh. “Kemaren gue teleponan sama Bagas.”

Desy terkejut. “Njir, makin deket aja lo.”

Ghazea terkekeh. “Suaranya behh candu.”

Desy tertawa. “Emang kek gimana?”

“Ya kek gitu, pokoknya candu. Pengen telponan lagi.”

Desy memutar bola matanya. “Dasar bucin.”

“Kalo lo, Des? Gimana sama Rehan?” tanya Ghazea.

“Ya gitu deh. Teleponan, kirim pap, sering mabar,” ujar Desy semangat.

“Kirim pap?” tanya Ghazea. “Hm, sebenernya gue juga pengen kirim pap, tapi gue jelek.”

Desy mendengus kesal. “Ndasmu! Lo itu masyaallah cantik, Ze!” seru Desy menahan kesal.

Ghazea terkekeh pelan. “Gue jelek, Des. Lo itu yang masyaallah cantik.”

Desy memutar bola matanya malas. “Lo yang lebih masyaallah cantik Ghazea. Gue malahan yang jelek.”

Ghazea kesal. Apakah perempuan itu tidak berkaca? Desy saja lebih cantik daripada Ghazea! Tone kulitnya kuning langsat, wajahnya cantik, tubuhnya langsing, apa lagi yang kurang?!

Sedangkan Ghazea? Sepertinya kulitnya sawo matang, hampir mendekati kuning Langsat. Body-nya juga biasa saja. Muka juga pas-pasan. Sempet berpikir, apa Bagas akan menerima fisiknya?

You Are MineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang