19. Foto

34 4 0
                                    

Hari minggu adalah hari yang diimpikan oleh kebanyakan murid. Hari libur tentu saja tidak akan mereka lewatkan begitu saja. Terkadang hari libur seperti ini bisa untuk tidur-tiduran, bangun siang hari, menetap di dalam kamar, dan bermain ponsel sepuasnya. Namun, tidak bagi Ghazea.

Maupun hari libur pun, Ghazea tetap harus bangun pagi. Sinta pasti marah besar jika anak-anaknya bangun di siang hari. Menurut Sinta, anak perempuan harus rajin, dan tidak boleh bermalas-malasan. Perempuan itu harus serba bisa. Jika nanti ke depannya sudah menikah, tidak akan terlalu bergantung pada suami. Sedangkan untuk anak cowok harus bisa menjadi imam yang baik untuk istrinya kelak. Cowok harus serba bisa. Karena istri adalah tanggung jawab suami. Begitulah yang Sinta ajarkan kepada anak-anaknya.

Di pagi hari ini, pekerjaan Ghazea adalah mencuci piring dan memasak. Sedangkan Kakaknya—Nia memiliki tugas memasak nasi dan berbelanja. Sedangkan adiknya—Rauf, cowok berumur 10 tahun itu sedang bersiap-siap untuk ke tempat TPA untuk mengaji.

“Ngaji yang pinter,” ujar Sinta setelah Rauf mencium telapak tangan kanannya.

Rauf mengangguk. Dia menengadahkan tangannya. “Minta uang jajan, Ma.”

Sinta mendengus. Dia bangkit dari kursi sofa, mengambil dompet dalam kamar dan kembali dengan memberikan uang 10.000 ribu kepada Rauf. “Giliran uang aja cepet.”

Rauf terkekeh sambil menerima uang pemberian Sinta. “Harus, Ma. Buat beli jajan.”

“Belajar ngaji yang pinter.”

“Siap, Ma.” Rauf menenteng tas ransel yang berada di sofa ruang tamu.

“Aku berangkat,” pamit Aldi pada Sinta dan keluar rumah diikuti oleh Rauf.

“Iya, hati-hati,” ujar Sinta mengingatkan. Dia berdiri di dekat pintu depan—melihat anaknya Rauf yang menaiki motor Aldi. Kemudian, motor tersebut sudah melaju meninggalkan pekarangan rumah.

Sinta membalikkan badan, dan melihat Ghazea tengah bermain ponsel di sofa ruang tamu.

“Udah kelar?” tanya Sinta.

“Udah, Ma,” jawab Ghazea sambil menatap Sinta sekilas.

“Ayo, Nia! Berangkat kerja!” ujar Sinta cukup keras. Perempuan paruh baya itu tengah bersiap-siap menata tas untuk pergi bekerja di pasar. Sinta bekerja di pasar tidak sendirian, ada Aldi yang bersamanya. Setelah Andi mengantar Rauf, dia akan pergi ke toko. Sedangkan Nia, anak pertamanya itu bekerja di sebuah toko pakaian dekat dengan jalan raya.

“Iya, ini udah selesai.” Nia keluar dari dalam kamar. Perempuan itu sudah membawa tasnya dan bersiap untuk bekerja.

“Mama berangkat. Jaga rumah, Ze,” peringat Sinta pada Ghazea.

Ghazea menoleh pada Sinta, mengangguk sekali. “Iya, Ma.”

“Ayo!” seru Sinta pada Nia. Kemudian, keduanya keluar rumah. Menaiki motor dengan Nia yang menggonceng Sinta, dan motor tersebut melaju.

Setelah memastikan Sinta dan Nia berangkat, Ghazea mulai login game Mobile Legends-nya. Namun, baru saja login, tiba-tiba notif pesan membuat Ghazea mengurungkan niatnya.

Perempuan itu memilih membuka chat WhatsApp, dan melihat pesan yang dikirim oleh Bagas.

Bagas
Gemoy

Ghazea terdiam beberapa saat. Bukan karena pesan yang dikirim oleh Bagas, tapi photo profil Bagas yang membuatnya salah fokus.

Cowok itu memasang photo profil vektor seorang cowok sedang tersenyum. Yang Ghazea herankan, apakah photo profil cowok itu adalah Bagas?

You Are MineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang