17. Gombalan

22 5 0
                                    

“Serius?!” Desy membulatkan matanya. Menatap takjub pada Ghazea yang duduk di bangku sampingnya.

Ghazea mengangguk. “Iya. Kemarin dia bilang gitu.”

“Tuh, kan! Apa gue bilang. Dia suka sama lo, Ze.” Desy mendengus kesal dengan bibir mengerucut. Alisnya menyatu seakan menunjukkan ekspresi kesalnya. Jika Ghazea bukan temannya, sudah dia tendang masuk ke jurang.

Ghazea sudah menceritakan pada Desy jika Bagas semalam mengungkapkan perasaannya, begitu juga dengan Ghazea.

Benar kan apa yang Desy katakan, jika Bagas sebenarnya suka pada Ghazea! Cuman Ghazea saja yang tak percaya! Huh, dasar!

“Gue cuman gak mau terlalu berharap, Des. Makanya gue kira Bagas cuman anggep gue temen doang. Ternyata dia juga suka.”

“Dia bucin banget ke lo. Gak mungkin cuman anggep lo temen,” ujar Desy menerangkan.

“Owalah, gitu ya?”

“Hooh.” Desy mulai melanjutkan tugas IPA yang sempat dia tunda karena Ghazea tiba-tiba cerita. Tak masalah, Desy suka mendengarkan cerita dari temannya itu.

“Jadi, lo sama Bagas pacaran?” tanya Desy sesaat keadaan kembali hening. Hanya suara teman-teman dalam kelasnya dari bangku belakang yang sangat riuh.

“Hmm ... endak.”

Desy sontak menoleh pada Ghazea. “Enggak pacaran? Serius? Terus dia cuman bilang suka doang?” tanyanya tak percaya.

“Iya, dia cuman bilang suka doang,” jawab Ghazea.

Seingat Ghazea, Bagas hanya mengatakan suka padanya. Tak ada kalimat mengajak pacaran atau hal lain sebagainya. Ghazea juga tak berharap lebih. Jujur saja, dia juga tidak terlalu berminat untuk berpacaran. Jika saling suka, sayang, dan komitmen untuk ke jenjang yang lebih serius, kenapa juga harus ada hubungan pacaran?

“Healah! Terus hubungan lo sama dia apaan.”

Ghazea terdiam sebentar. Dia mengidikkan bahunya. “Entahlah. Tapi jujur, gue juga sebenernya gak mau pacaran. Sama-sama suka, berusaha bersama terus, itu udah buat gue seneng.”

Desy mengangguk sekali. “Oke lah, kalo itu yang lo mau.”

“Nomor 10 udah? Gue cari di buku paket gak ada jawabannya. Di internet juga gak ada.” Ghazea mengambil ponselnya. Mengetik soal nomor 10 dan setelah search di internet, yang muncul tak ada jawaban yang jelas.

“Gue masih nomor 9 anjir,” jawab Desy sambil melanjutkan tugasnya.

Ghazea mendengus kesal. “Gurunya kalo ngasih soal aneh-aneh. Soalnya ada yang gak nyambung!”

“Iya bener! Gue aja masih cari jawaban nomor 10!” Tiba-tiba Aura menyahut begitu mendengar suara Ghazea yang lumayan keras.

“Gurunya masih rapat pula! Huh, padahal gue pengen tanya maksud soal nomor 10 apa,” ujar Celsia sibuk mencari jawaban di buku paket.

“Nah, kan! Hadeh.” Ghazea menggeleng heran.

“Sabar-sabar. Bentar lagi gue nomor 10. Ntar ngerjain bareng-bareng,” ujar Desy menenangkan.

“Lama lo, Des!” tukas Celsia terkekeh. Ghazea dan Aura ikut tertawa melihat interaksi keduanya.

“Yo sing sabar to.” (Ya yang sabar)

“Ntar kalo nomor 10 udah, gue nyontek ya, Des.”

“Oke.”

“WOI, DES! NYONTEK DONG!”

Desy mendengus kesal mendengar teriakan Nolan. Ketua kelasnya itu bukannya mengerjakan sendiri sebagai contoh teman-temannya, malah cowok itu ikut-ikutan nyontek! Dasar Nolan!

You Are MineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang