21

3.3K 154 21
                                    


Flashback on

"Aku seharusnya tidak percaya pada mu dew ... Aku salah!" seru peat berbalik, peat berlari kembali menuju istana meninggalkan dew yang terkejut dengan apa yang Peat lakukan.

"Peat berhenti!"

"Peat!"

"Jangan ikuti aku dew ... Pergi!"

Peat terus berlari menjauhi dew, tak perduli kakinya sakit. Tak perduli sejauh apapun itu peat terus berlari memburu jalan menuju istana. Peat menengok ke belakang, betapa terkejutnya dia saat melihat sesuatu di belakang sana.

Dew berdiri dengan pistol di tangannya, peat bahkan belum sempat menyadari kapan pria itu menarik pelatuknya.

Dorrrr ...

Tubuh Peat luruh, jatuh tumbang begitu saja dengan banyak darah yang merembes keluar. Rasa sakitnya seperti terkena timah panas yang seolah meleleh di kulit.

"Peat ..."

"Peat, bertahan lah peat. Bertahanlah!!"

"Tetap buka mata mu peat ... Kau harus tetap bangun!" teriak dew mengguncangkan tubuh Peat. Sungguh peat sudah tidak tahan dengan sakitnya. Perlahan hanya warna hitam lah yang bisa peat rasakan, dunianya gelap. Hanya senyum Fort yang terbayang-bayang sebelum akhirnya peat benar-benar kehilangan kesadarannya.

"Peat!!"

"Peat!!!"

"Maafkan aku peat!!

"Peat buka mata mu peat!! Bukalah matamu!"

  Dew kemudian merogoh sakunya memberikan ramuan yang sudah di buat oleh klan penyihir yang ia selamatkan hidupnya. Obat itu bisa membantu peat untuk bertahan.

"Minumlah ini sayang ... Aku tidak akan membiarkan mu mati."

....

Sebuah gundukan tanah merah yang belum mengering itu di hadiahi tangisan dari orang-orang tersayang. Apo, banky, ping, fourth dan juga dew menangis di atas makam seorang Peat Wasuthon. Keluarga mereka, istri dari fort thitipong Rhomsaitong.

"Maafkan kami peat. Maafkan kami karna tak bisa menjaga mu," tangis ping mengusap nisan bertuliskan nama peat itu.

"Sudahlah sayang ... Kita tidak bisa memaksakan takdir," Apo mengelus punggung ping menguatkan, sejujurnya dia juga amat bersedih karena yang pergi adalah menantunya. Belahan jiwa Fort, Apo bahkan tak bisa membayangkan bagaimana hancurnya kondisi Fort saat pulang berperang nanti.

"Tenang di sana peat, kami menyayangi mu," ujar ping akhirnya berusaha untuk ikhlas, banky dan fourth turut mengatakan hal demikian. Langit mendung membuat mereka akhirnya memilih pulang, berlama-lama di sana pun tak akan mengubah keadaan, peat tidak akan hidup lagi.

Namun, tanpa siapa pun tahu saat tengah malam tiba. Beberapa orang berdiri di atas tanah yang bahkan masih basah itu. Dengan pacul, mereka mulai menggali hingga akhirnya peti berisikan jenazah itu mereka dapatkan.

"Angkat peti itu segera!" perintah pria jangkung itu, yang tak lain dew.

"Baik yang mulia."

Peti itu akhirnya di keluarkan, penutup peti itu di buka menampilkan sosok peat yang sudah pucat pasi.

"Apa aku terlambat sayang?" tanya dew menyeringai menatap wajah damai peat. Tangannya ia taruh di dekat hidung pria itu, seringaian nya kembali muncul merasakan hembusan nafasnya yang masih bisa dew rasakan. Meskipun pelan, namun pria cantik itu masih bernafas.

Only MINETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang