Peat menggeliat dalam tidurnya, ia terusik karena cahaya matahari yang masuk melalui celah jendela dan mengenai wajahnya.
Perlahan, mata rusa itu terbuka. Ia mengucek matanya untuk menetralisir cahaya yang masuk. Begitu matanya terbuka, peat terdiam dan memandangi seluruh kamar itu, ia berusaha mengingat apa yang terjadi terlebih badannya sakit dan area bawahnya yang sedikit perih.
Karena terlalu sibuk dengan pikirannya, peat sampai tak sadar jika pintu kamar itu terbuka. Sosok pria tampan berkulit tan dan manis itu menatap peat yang sedang termenung dengan senyuman.
"Sudah bangun...?" Tanya pria itu yang bernama fort, ia berjalan ke arah peat dengan membawa sebuah nampan yang berisi segelas susu dan juga nasi goreng.
Peat tidak mengatakan apa- apa, matanya hanya bergerak mengikuti pergerakan pria di hadapannya. Matanya memicing dan menatap fort dengan raut penuh tanda tanya.
Peat tak menolak ataupun mengatakan apa pun saat tangan besar itu menggenggam tangannya.
"Masih sakit...?" Pertanyaan singkat fort membuat wajah peat semakin kebingungan. Namun iya mengangguk dan mengira pria itu bertanya tentang tubuhnya.
"Tadi pagi kamu menangis karena bagian bawahmu sakit, aku sudah mengoleskan salep lalu membuat sarapan untukmu...." ujar fort panjang.
Sejenak peat nge-lag, ia mencoba mencerna apa maksud penjelasan pria tan di hadapannya. Lalu menatap fort dengan wajah cemberut.
"Kamu tidak melupakan kejadian semalam kan...?" Tanya fort memastikan dan peat mengangguk pelan. Peat benar- benar mengingatnya.
"Kamu mau makan dulu....?" Tanya fort dengan lembut.
"Aku mau ke kamar mandi...." jawab peat menggeleng.
Fort mengangguk, ia berdiri dari duduknya dan langsung menganggat tubuh peat. Peat yang mendapat perlakuan seperti itu terkejut, tapi juga tak menolak karena ia yakin jika dirinya susah untuk berjalan.
Fort ingin membawanya masuk, tapi peat menahannya dan menyuruh fort untuk menurunkannya di depan pintu.
"Kamu yakin...?" Peat mengangguk atas pertanyaan fort, lalu berjalan tertatih .
Fort yang melihatnya tidak mengatakan apapun, ia menunggu peat di depan pintu kamar mandi. Ia tidak mungkin membiarkan pria kecil itu berjalan sampai kasur dengan keadaan seperti itu.
Setelah selesai sarapan, fort membawa piring makan peat ke dapur dan mencucinya. Kemudian kembali lagi dengan sprei dan selimut di tangannya.
Fort meletakkan benda itu di ranjang, lalu beralih kepada peat yang menatapnya sedari tadi. Fort kembali menganggkat tubuh peat lalu memintahkannya pada sofa yang berada tak jauh dari sana.
"Kamu di sini dulu ya, aku belum mengganti sprei dan selimutnya. Kamu pasti juga pasti merasa tidak nyaman....." ucap fort sambil mengusap lembut surai rambut peat.
Peat memperhatikan fort yang sedang mengganti sprei, menyapu dan merapikan beberapa barang yang berhamburan.
Entah apa yang peat pikirkan, namun mata itu menatap sosok pria di depannya begitu dalam.
Suara ponsel berbunyi dan menggema di ruangan itu. Fort menoleh dan melihat peat kesulitan untuk berjalan, jadi dengan langkah cepat fort menyuruh peat duduk kembali, lalu mengambil dan memberikan ponsel yang terus berdering itu pada peat.
"Makasih..." ucap peat tanpa melihat orang di hadapannya.
Peat merasa tidak enak jika mengusir fort keluar, jadi ia mengangkat panggilan itu dan berbicara dengan nada pelan.