16. kecewa...

4 3 0
                                    

Elmira berusaha meyakinkan hati dan dirinya sendiri. Ia berusaha tenang dan tak terlihat marah atau semacamnya.

Perlahan tapi pasti, ia mulai melangkahkan kakinya mendekati Azzam.

Hanya sejauh sentimeter saja jarak mereka kini. Elmira yang berdiri lemah namun berusa tetap terlihat tegar, dan Azzam yang sedang mengkhawatirkan gadis disampingnya itu. Bahkan lelaki itu tak menyadari kehadiran Elmira disana.

Elmira pun hanya menatap tajam ke arah kekasihnya itu.

Azzam yang menyadari itu pun terlonjak kaget. Ia hampir kicap seribu bahasa, namun ekspresi nya tetap terlihat tenang.

Azzam pun berdiri dari duduknya, memindahkan kepala gadis yang sejak tadi menyandar di bahunya ke sandaran sofa cafe. Gadis itu nampak pucat, dan sepertinya dia tak menyadari apa yang telah terjadi disekitarnya ini.

Azzam pun menghampiri Elmira yang terlihat marah. Berusaha menenangkan kekasihnya itu. Ia menatap bola mata milik elmira, menyorot kekasihnya dalam yang juga menyorot nya dalam.

Bola matanya tetap tenang, namun Azzam dapat melihat ribuan pertanyaan dan kemarahan disana. Ia akan berusaha memberikan penjelasan pada Elmira agar tak terjadi salah paham diantara mereka.

"Ra, aku....,"ujar Azzam lirih. Ia berusaha merengkuh tubuh mungil Elmira yang mulai bergetar, namun Elmira memberontak.

Elmira justru memundurkan posisinya. Berusaha menjauh dari lelakinya itu. Matanya merah memanas, ia sudah tak tahan melihat ini lagi. Bahkan hatinya terlalu sesak untuk menatap wajah Azzam.

"Aku bisa jelasin," ujar Azzam pelan.

"Bohong! Pembohong!" Sentak elmira, buliran bening pun tak dapat ia bendung lagi. Ia terisak hebat disana.

"Ra, ini bukan seperti yang kamu pikirin."

"Aku benci kamu!"

Azzam pun tak kuat melihat air mata gadisnya yang terus turun karena dirinya. Air mata elmira adalah kelemahan baginya. Ia tak bisa jika harus melihat gadis yang ia sayangi dan cintai menangis, apalagi karena dirinya.

"Ra, kasih aku waktu buat jelasin," pinta Azzam seraya menggenggam tangan elmira.

Namun Elmira justru melepaskannya, ia tak bisa menahan amarahnya. "Urus dia! Jangan sentuh aku!"

Elmira hendak berlari keluar, namun Azzam mencekal tangannya.

"Kasih aku waktu, please?"

Elmira menggeleng cepat, ia menggigit bibir bawahnya. Ingin berusaha tegar namun tak bisa. Air matanya turun begitu saja tanpa izin.

"Ra, aku mohon jangan nangis. Aku gak bisa liat kamu nangis."

"Kalo lo gak bisa liat gue nangis, terus kenapa lo sendiri yang nyiptain luka itu, zam? Kenapa?!" Elmira tak bisa menahan Isak tangisnya.

Azzam pun memeluk tubuh mungil Elmira,  berusaha menenangkannya. Namun Elmira selalu memberontak. Azzam semakin mengeratkan pelukannya, membiarkan gadisnya terisak di pelukannya.

Elmira pun tak dapat menahan tangisnya. Walaupun ia mencoba menahannya, namun isakan itu tetap keluar. Begitu egois hatinya.

Azzam pun hanya bisa bergeming dalam hati. Betapa bodohnya dia telah berani membuat gadisnya menangis seperti ini. Betapa pengecutnya dirinya, saat ia berani berjanji untuk tak akan menyakiti namun kini  janji itu sudah teringkari.

Mungkin sekarang segala janji dan ucapannya dulu tak akan berarti lagi di mata gadisnya itu. Ia yang berjanji, ia juga yang mengingkari.

"Dia siapa?" Lirih elmira yang masih terisak dipelukan Azzam.

Tentang Kita!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang