Mata Sana terus mengamati jalanan, jalanan yang awalnya macet, sekarang dia menemukan jalan yang begitu sepi, Tzuyu sedari tadi tidak berbicara, Sana mulai takut, Tzuyu mau membawanya kemana?
Sana menepuk pundak Tzuyu untuk berhenti, kadang Sana juga memberikan tatapan tajam lewat kaca spion, tapi Tzuyu tak peduli, dia tetap melajukan motornya, semakin jauh, jalanan semakin sepi, hanya terlihat beberapa kendaran saja. Sana rasa sekarang dia sudah tidak ada di Jakarta lagi.
"Brenti ih!"
Karna ditepuk begitu keras, Tzuyu langsung menghentikan motornya, Sana turun, wajahnya cukup kesal, karna sedari tadi Tzuyu membawanya pergi begitu saja, tanpa dia tau tujuannya.
"Harusnya kan lo gue sidang?!"
"Lo nolongin gue akal-akalan lo doang kan?" Tuduhan Sana dibalas senyuman remeh, perempuan seperti Sana memang tidak seharusnya ditolong. Padahal Tzuyu benar-benar menolongnya, tidak ada pikiran sama sekali untuk lari dari masalah. Tzuyu duduk di jok motornya, memandangi Sana yang terus mengomel.
Sana yang berdiri dipinggir jalan, tidak memperhatikan jalan, walau sepi tapi masih ada beberapa kendaran yang lewat, Tzuyu langsung menarik tangan Sana, saat ada motor yang melaju begitu kencang. Tangan Tzuyu berada dipinggang Sana, memeluknya.
Sana diam-diam menahan debaran jantungnya, lagi-lagi tubuhnya jadi begitu dekat dengan Tzuyu, tangannya bingung harus ditaroh dimana. Dia perhatikan Tzuyu yang masih menatap motor yang hampir menabraknya.
"Woi hati-hati dong!""Lo gapapa?"
Sana sembunyikan senyumnya, saat Tzuyu memandangi wajahnya begitu intens, memastikan kalau dia baik-baik saja.
"Gapapa."
Hanya itu kata yang bisa Sana balas.Mungkin Tzuyu baru sadar, kalau sedari tadi dia memeluk Sana, gerakan spontannya yang melepaskan Sana, hampir saja membuat Sana jadi terjatuh.
Dari gelagatnya, Tzuyu juga terlihat gugup, mungkin dia memang tidak sadar melakukannya, itu hanya naluri nya sebagai manusia untuk menolong. Menghentikan suasana yang semakin canggung, Tzuyu kembali membahas pembicaraan terakhir mereka.
"Gue beneran nolong lo dari simpenan lo itu ya-"Ucapannya mendapatkan tatapan tajam dari Sana. Sana tentu tidak terima, bahkan laki-laki tua bangka itu saja, Sana tidak cukup mengenal.
Tzuyu langsung meralat ucapannya, dan hanya mendapat anggukan dari Sana "Iya maksud gue, om lo itu, bukannya terimakasih malah suudzon.."
Sana tak mendebatnya lagi, membuat Tzuyu jadi merasa tidak enak, dia lihat Sana mengerutkan dahinya, matahari sore memang cukup terik. Dia sejajarkan tubuhnya didepan Sana, dia yang lebih tinggi dari Sana, mengulurkan kedua tangannya, untuk menghalangi matahari yang membuat Sana kepanasan.
"Panas ya?"
Sana mendongak untuk melihat apa yang Tzuyu lakukan, perlakuan Tzuyu membuatnya hanya bisa mengangguk, dia terlalu malu mengakui kalau Tzuyu terlalu manis. Kumpulan awan mulai bergerak, mengikuti apa yang Tzuyu lakukan, matahari kini tenggelam dalam awan putih yang cerah.
Dan mereka dinaungi oleh langit biru yang cerah, Tzuyu masih dalam posisinya, Sana hanya bisa menunduk, rasa kesalnya pada Tzuyu menguap, membentuk awan-awan baru yang semakin menghiasi langit sore ini.
"Ayo pulang.."
Suara Sana terdengar rendah, sedari tadi mata Sana juga enggan menatap Tzuyu yang ada didepannya, Tzuyu jadi menurunkan tangannya, menerima ajakan pulang Sana.Sepertinya Sana harus mengumpulkan kewarasaanya, saat Tzuyu menyodorkan jaket dihadapannya, Sana coba tatap Tzuyu, sekarang seragam SMA nya jadi terlihat, "Pake deh.."
