Jangan lupa vote nya.
"Ada apa?"
Sedang asik-asiknya mengejek gus Afiq, ada suara yang tiba-tiba terdengar dibelakang mereka. Ah, ternyata kang Arip.
Kang Arip menatap mereka dengan raut wajah bingung sekaligus bertanya. Berbeda dengan perempuan satu-satunya yang berada disana. Karena ustadzah Bila dan juga Hana mereka telah kembali mengajar karena memang jamnya.
Karin terdiam sambil terus memandangi wajah kang Arip dengan mata tak berkedip. Siapa lagi kalo bukan Karin.
"Fiks, gue suka sama ni orang. Ganteng banget gila" batinya.
"Eh, Arif. Ini Ibra dipukul sama ayahnya Kahla sampek babak belur gitu. Lihat aja didalam" ujar Bima sambil menunjuk kedalam rumah.
Wajah kang Arip semakin bingung ketika mendengar itu. Mengapa bisa dipukul? -batinnya.
"Kenapa dipukul?"
"Si Afiq kdrt Kahla. Makanya om Naren nggak terima dan mukul wajahnya itu" kini giliran karin yang menjawab.
Dan untuk jawaban ini, kang Arip langsung saja naik pitam. Hey, beraninya si Afiq itu kdrt.
Tanpa berfikir, kang Arip langsung masuk kedalam dan menghampiri gus Afiq yang sedari tadi hanya diam ditempat.
Tangan kang Arip mengepal dan diangkat keatas bersiap-siap untuk memberi pikulan kepada gus Afiq.
Tetapi gagal karena ada suara yang membuat dirinya berdecak.
"ARIF, RIF ARIF. SAMPEYAN DISAMBANG RIF" teriakan dua orang itu membuat niat kang Arip untuk memukul wajah gus Afiq tertunda.
Kang Arip hanya bisa menghela nafas dan menatap gus Afiq dengan tajam. Begitupula gus Afiq yang membalas tatapan kang Arip tak kalah tajam.
"Lo bukan siapa-siapanya Kahla, Rif. Jadi jangan ikut campur" ujar gus Afiq dengan dingin dan berlalu keluar dari rumah meninggalkan kang Arip yang diam membisu.
"Heh, Rif. Ayo, wes dienteni kaleh wong tuane sampeyan teng gerbang"
Kang Arip menatap siapa yang berbicara dan ternyata adalah dua temannya. Dafa dan Adam yang kini sudah berada disampingnya.
"Iya. Ayo"
Mereka akhirnya keluar dan berjalan menuju gerbang pesantren dimana orang tua kang Arip menunggunya.
Sebelumnya, mereka pamit kepada empat orang yang sedari tadi hanya diam.
"Kami pamit dulu, assalamualaikum" ucap kang Arip mewakili.
"Wa'alaikumus salam"
"Eh, kang Arif. Kalo boleh, gu- eh aku minta nomornya kang Arif"
Kerutan didahi kang Arip terlihat jelas ketika Karin berujar meminta nomor miliknya.
"Ya? -boleh, tapi ada syaratnya"
Kini giliran Karin yang menatap kang Arip dengan bingung.
"Apa?"
"Bersungguh-sungguhlah untuk belajar ilmu agama disini. Jangan hanya masuk kepesantren saja. Tetapi belajarlah dengan sungguh-sungguh dan jauhi larangan-Nya. Baru saya akan memberikan nomor saya dengan senang hati" jelas kang Arip yang membuat dua temannya itu menganga tidak percaya.
Sejauh ini kang Arip tidak pernah memberikan nomor handphone miliknya kepada perempuan mana pun, kecuali orang-orang tertentu seperti Kahla.
Sedangkan Karin hanya diam tanpa memberikan respon apapun. Ia masih mencerna apa yang dikatakan oleh kang Arip.
KAMU SEDANG MEMBACA
Menjadi Yang Kedua "TERBIT" (PO)
Teen Fiction⚠️Alangkah baiknya follow terlebih dahulu sebelum membaca. ⚠️Ambil yang baik buang yang buruk ⚠️DILARANG KERAS UNTUK MEM-PLAGIAT. ⚠️Typo bertebaran, belum direvisi. Bagaimana perasaan kamu jika harus menjadi yang kedua? ini tentang gadis yang menja...