XVII "Hukuman"

17.4K 664 33
                                    

Jangan lupa vote-nya!!!

Masalah tentang alergi udang telah teratasi. Kini semua santri putra maupun putri telah dikumpulkan menjadi satu.

Dan tentu saja para pengurus dan juga ustadz-ustadzah juga berkumpul dihalaman pesantren. Terlihat juga keluarga dari Kahla tapi tidak dengan Chandra.

Untuk ning Fadila, ia telah kembali kepesantren tadi malam. Karena keadaannya yang telah membaik dan juga karena ia tak betah harus menginap lagi dirumah sakit.

Dan juga ning Zahra adik dari gus Afiq juga telah kembali kepesantren tadi pagi pukul tiga. Ia kembali karena diminta abahnya, ada sesuatu yang akan mereka rencanakan.

Terlihat ada dua orang berbeda kelamin yang sedang berada didepan dengan menggunakan baju putih dan juga ada dua orang dibelakang mereka menggunakan baju serba hitam dengan mata ditutup oleh kain.

"Baba, Kahla tidak tega melihatnya. Hukuman cambuk gus Afiq tidak usah dilakukan ya" ujar Kahla menatap mata sang ayah dengan kepala mendongkak keatas.

Naren menatap balik sang puteri lalu tersenyum sambil mengelus lembut kepala sang puteri.

"Tidak bisa, dek. Ini sudah aturan, jadi tidak bisa dibatalkan" ujarnya dengan lembut.

Kahla menghela nafas pelan ketika mendengar itu. Ia tak tega melihat lelaki yang merupakan suaminya mendapat hukuman cambuk sebanyak lima puluh kali karena tindakan kdrt yang gus Afiq lakukan.

Terlihat juga tak jauh dari posisi gus Afiq, ustadzah Liya sedang menundukan kepalanya malu karena dipertontonkan oleh banyak orang.

Ustadzah Liya juga mendapatkan hukuman cambuk sebanyak lima puluh lima kali karena tindakan memfitnah Kahla dan menjelekan nama baik Kahla.

Sudah dipastikan, ning Fadila sebenarnya juga tidak tega. Tapi apa boleh buat, ia juga kecewa ketika mendengar jika suaminya melakukan tindakan kdrt terhadap Kahla.

"Sudah siap?" Tanya Abah dan diangguki gus Afiq dengan mantap tetapi diangguki oleh ustadzah dengan ragu.

"Mulai"

Terlihat dua algojo itu berancang-ancang mengangkat tangannya untuk mendaratkan cambukan kepada kedua orang didepannya.

Ctasshhh

Ctasshhh

Ctasshhh

Hukuman dimulai, banyak orang yang meringis ketika algojo itu mulai mencambuk mereka berdua.

Tak berbeda jauh dengan Kahla, dirinya kini sudah menangis karena melihat suaminya dicambuk didepan matanya. Begitu pula ning Fadila yang meneteskan air matanya.

"Baba, bilang sama mereka buat berhenti cambuk gus Afiq" ujarnya sesenggukan mengadu kepada Hendra.

Naren hanya diam dan memeluk tubuh puterinya dengan erat. Ia juga mengelus lembut kepala sang puteri agar lebih tenang.

"Ning, saya tidak tega" ujar ning Fadila kepada ning Zahra yang berada disebelahnya.

"Saya juga begitu, mbak. Tapi harus bagaimana lagi, ini sudah menjadi hukuman untuk gus Afiq" ujar ning Zahra dan memeluk tubuh kakak iparnya itu.

Hukuman terus berlanjut. Hingga ustadzah Liya nampak sudah tidak kuat untuk menompang tubuhnya.

Ia terduduk tetapi hukuman terus berlanjut karena baru empat puluh cambukan. Sedangkan gus Afiq tetap berdiri walau sudah terlihat lemas dan terkadang oleng.

Brukk

Hingga cambukan ke-empat puluh lima. Tubuh gus Afiq terduduk karena sudah tak kuat lagi. Matanya masih terjaga walau sudah terlihat sayu.

Menjadi Yang Kedua "TERBIT" (PO)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang