XXV "Mati"

14.6K 590 31
                                    


Pagi ini, cuacanya cukup cerah. Burung-burung bernyanyi menyambut pagi ini. Angin sejuk menghembus menerpa wajah penuh kesedihannya.

Dengan duduk didepan makam seseorang yang sudah menemaninya bertahun-tahun. Suka duka mereka rasakan bersama.

Dengan wajah lelahnya dan mata yang sudah membengkak ia mengelus nisan yang tertara nama sang kekasih.

انا لله وانا اليه راجعون

نزوا فاديلا أوبر
بينتي
احماد نيضام اوبر

لهير : ١٥ جانوّاري ١٩٩٣
وافات : ١٦ اوكطوبير ٢٠٢٣

Nama yang indah tertara pada nisan yang ia pegang. Banyak ucapan bela sungkawa yang ia terima. Ia masih tak percaya ini.

"Hay, sayang. Pasti disana indah ya tempatnya? Pasti kamu bahagiakan? Jangan khawatir, saya akan mendoakanmu selalu. Saat ini, polisi sedang menyelidi Kahla. Saya tidak menyangka bahwa Kahla sangat tega membunuhmu" ujarnya lirih sambil mengelus lembut nisan seolah-olah sedang mengelus lembut kepala ning Fadila.

Ia masih mengingat ketika ia memperlakukan Kahla dengan kasar. Hatinya menolak, tapi pikarannya menyuruhnya.

Jika kemarin tidak ada Karin, entah bagaimana keadaan Kahla saat ini.

Flasback...

"Bukan Kahla, gus. Bukan Kahla"

"Kamu masih tidak mau mengakui? Ada banyak saksi Kahla"

Kahla hanya bisa menggelengkan kepalanya. Ia beralis menatap ustadzah Liya yang diam-diam tersenyum puas.

Sret...

Tanpa aba-aba gus Afiq langsung memegang leher Kahla dan mengeratkannya.

Kahla yang mendapat serangan tiba-tiba tak bisa berbuat apa-apa. Ia berusaha melepaskan tangan besar milik gus Afiq yang mencekiknya.

"Lep-pass gus" pintanya dan tak disengarkan oleh gus Afiq, justru malah mengeratkan cekikannya.

Kejadian tak terduga itu juga mengejutkan orang-orang yang ada disekitarnya. Bahkan ustadzah Liya menutup mulutnya terkejut, tapi setelahnya tersenyum puas.

"Saya menyesal menerimamu, Kahla. Kenapa bukan kamu yang ada diposisi Ila saat ini?. Saya ikhlas kalau kamu yang mati" ujar gus Afiq yang membuat Kahla tak bisa berkata-kata.

Mulutnya terbuka mencari udara agar masuk diparu-parunya. Wajahnya sudah pucat karena kehabisan oksigen.

"Bu-kan Kahla" lirihnya.

Gus Afiq dibuat geram dengan perkataan Kahla. Ia menambahkan tangan satunya hingga membuat Kahla tak bisa bernafas.

"Kamu tidak bisa mengelak, sudah banyak saksi disini. Kenapa bukan kamu saja yang mati?. Kenapa harus istri saya yang mati?. SEHARUSNYA KAMU YANG MATI, KAHLA"

Bugh...

"KURANG AJAR"

Cekikan pada leher Kahla terlepas. Kahla langsung terduduk sambil berusaha mengambil oksigen sebanyak-banyaknya.

Lehernya sangat sakit. Bahkan untuk menelan ludah rasanya sangat sakit.

"Ka-rin" panggil Kahla dengan lirih.

Menjadi Yang Kedua "TERBIT" (PO)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang