XXVI "Dikabulkan?"

14.7K 593 39
                                    

"Wong ngicer mesti ngundoh. Dadi, ngicero seng apek wae"
Muhammad Arif Syafi'i








"Baiklah, aku turuti saat ini juga"

Kang Arip yang mendengarnya pun menatap Kahla dan menggelengkan kepalanya. Sedangkan hanya tersenyum tipis melihatnya.

"Tidak apa-apa kang. Karna bagi dia aku sudah mati, baginya Kahlanya sudah mati saat ini. Jadi tidak perlu khawatir" jawabnya santai walau air matanya sudah jatuh.

Gus Afiq terdiam sejenak. Ia mengatur nafasnya yang tidak beraturan karena emosi.

"Ya, saya memang sudah menganggapmu mati. Tapi lebih baik kamu benar-benar mati" ujar gus Afiq menunjuk wajah Kahla dengan jarinya.

"Apa maksut lo bego?" Marah kang Arip.

Ia tak menyangka bahwa sahabatnya yang selalu ia bangga-banggakan memiliki mulut yang busuk.

"Ini bukan urusan lo. Ini urusan rumah tangga" ujar gus Afiq menatap tajam kang Arip.

Kahla tertawa miris, entah mengapa ia masih sakit hati mendengar perkataan dari gus Afiq. Padahal ia sudah terbiasa mendengarnya.

"Ya, akan aku kabulkan" ujarnya dengan enteng.

"Harus, kamu harus kabulkan saat ini"

Bugh

"Bocah edan, karo bojone dewe kok ngene. Gendeng pindo kowe iki"

Kang Arip sudah tak bisa menahan amarahnya kepada gus Afiq yang begitu menyebalkan.

Sedangkan gus Afiq yang tidak terima dipukul pun membalas pukulan kang Arip. Hingga terjadi pertengkaran antara gus Afiq dan juga kang Arip.

Kahla hanya diam melihat pertengkaran didepannya. Dengan langkah pelan ia mundur menjauh dari gus Afiq dan juga kang Arip.

Air matanya masih terus mengalir tanpa mau berhenti. Ia bingung harus bagaimana. Apakah ia mengabulkan keinginan gus Afiq?.

Dengan cepat ia membalikan tubuhnya dan berjalan cepat kearah jalan raya yang ramai akan kendaran.

Sret

Kakinya berhenti tepat di pinggir jalan. Ia melihat keadaan jalan raya yang ramai. Ia menoleh kebelakang dimana gus Afiq dan juga kang Arip masih betah bertengkar.

"Ya Allah, Kahla bingung harus bagaimana? Kahla disuruh mati oleh suami Kahla. Dan kata bubu, seorang istri harus berbakti kepada suaminya. Kahla harus bagaimana ya Allah?"

Ia terus memikirkan apa yang harus ia lakukan hingga tanpa sadar kakinya dengan perlahan maju memasuki jalan raya.

Banyak kemdaraan yang memperingati agar Kahla minggir. Tetapi Kahla bahkan tak mendengar.

Ia terus bergelut dengan pikiran dan juga hatinya. Bahkan dirinya kini sudah sampai ditengah-tengah jalan raya.

Kakinya langsung berhenti kala menyadari jika dirinya sudah berada ditengah-tengah jalan. Ia melihat kekanan dimana ada mobil yang melaju cepat kearahnya.

Menjadi Yang Kedua "TERBIT" (PO)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang