Malam kembali menyapa. Filsha masih saja melangkahkan kakinya tanpa lelah, menyusuri jalanan yang tak ada ujungnya. Perut lapar, pun juga kerongkongan yang terasa haus sejak berjam-jam yang lalu, ia abaikan. Persetan dengan kesehatannya. Yang penting, anaknya tetap bisa meminum ASI darinya hingga kenyang, walaupun ia sama sekali tidak makan makanan bergizi.
Filsha akan berhenti di masjid-masjid yang ia lewati, untuk mengisi botol air—pemberian wanita di warung makan tempo lalu yang ia simpan di tas—dengan keran-keran yang berada di tempat wudu masjid. Ia juga meminjam toilet untuk sekedar membersihkan tubuh anaknya agar bayi itu tertidur lebih nyaman.
Walaupun hanya meminum air, yang jelas Filsha merasa cukup. Selama ia tidak dehidrasi, ia pastinya akan baik-baik saja.
Tetapi agaknya, tubuhnya kali ini mulai cerewet. Alhasil ia menghentikan langkahnya di sebuah halte, menunggu hingga rasa lelahnya menghilang. Ia lepaskan lebih dulu gendongannya. Merebahkan tubuh anaknya di atas bangku halte, seraya menepuk bokongnya pelan.
Menghela napas panjang, sesekali ia memijat bahunya yang terasa berat. Sakit sekali rasanya. "Kita istirahat dulu ya, Nak. Bahu Ibu pegal sekali, ini," ujar Filsha, mengajak anaknya bicara.
Malam kian larut, hingga kawasan sekitar halte terasa sepi. Entah mengapa kali ini, perasaan ibu muda itu mendadak tak enak. Matanya terus memperhatikan ke sekeliling, sementara kedua tangannya ia gunakan untuk menjaga si buah hati agar tetap tertidur dengan nyenyak.
Semakin larut, maka semakin bertambah pula rasa takut dalam dirinya. Aneh. Sejak beberapa hari yang lalu saja, ia tak pernah merasakan perasaan takut yang seperti ini. Lantas, mengapa hari ini ia merasakannya?
Dengan segera, Filsha kembali membawa anaknya dalam gendongan. Masih mencoba baik-baik saja, ia enyahkan rasa lelah yang menderanya, lantas segera bergegas meninggalkan halte. Tetapi makin dirinya jauh dari halte itu, semakin pula ia merasa sesuatu yang tidak beres tengah mengintainya. Lagi. Filsha mencoba berpikir positif. Mungkin ini hanya perasaannya saja karena ia sudah terlalu lelah.
"Hei, nona manis."
Sial!
Filsha segera menghentikan langkahnya, kala beberapa orang yang entah datang dari mana, kini menghadang langkahnya. Ibu muda itu meneguk salivanya susah payah, berusaha tetap tenang.
"Minggir!" seru Filsha.
"Apa? Minggir? Enak saja," ujar salah satu dari mereka.
Tiga orang. Filsha menghitung jumlah mereka. Memperhatikan bagaimana bentuk tubuh mereka yang terlihat besar, berotot dan menyeramkan dengan berewok juga rambut panjang. Tato memenuhi tangan mereka, yang masing-masing menggunakan kaos hitam dan rompi jins.
"Mending kita main-main dulu, manis."
Filsha segera mengelak kala salah satu dari mereka, mencoba menyentuh tubuhnya.
"Cantik sekali," ujar salah satunya. "Bagaimana kalau kita main-main dengan ibunya, lalu kita jual anaknya. Lumayan 'kan, selain dapat kepuasan, kita juga bisa dapat uang."
Filsha naik pitam. "Bacot!" Entah dapat keberanian dari mana, Filsha segera menggunakan kakinya untuk menendang selangkangan salah satu dari mereka, lantas segera pergi melarikan diri.
Tetapi sialnya, keberuntungan sedang tidak berpihak padanya. Ketika ia berhasil menumbangkan salah satu dari mereka, masih ada dua lainnya yang segar bugar, siap mengejarnya.
Kaki yang sudah terasa ingin copot itu, ia paksa berlari sekuat tenaga. Persetan dengan napasnya yang mungkin tinggal setengah. Yang penting, ia harus berlari sejauh mungkin supaya bayinya tetap aman, dan terbebas dari preman-preman gila yang masih saja mengejarnya.
![](https://img.wattpad.com/cover/345726978-288-k346997.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
A Poor Girl and Her Little Baby ✓
Romance18+ "Lagipula, tidak ada yang menginginkanmu di dunia ini. Pergilah! Atau mati sekalian, supaya kami lebih tenang." Republish: Senin, 3 Juli 2023 - 9 Juni 2024 Start: 24 April 2020 Publish: 26 April 2020 Finish: 15 Desember 2020 Last update: 17 Dese...