[9] Rasanya Hangat

46 8 1
                                    

Awalnya, Elang berniat mengantarkan makanan untuk Filsha ke kamarnya. Tetapi setelah berkali-kali ia memanggil nama ibu muda itu, Filsha tak kunjung keluar kamar.

Elang bahkan sudah mengetuk pintu kamar Filsha berkali-kali, tetapi tetap saja tidak ada tanggapan berarti dari wanita itu. Um, wanita? Elang jadi bingung harus menyebut Filsha sebagai apa. Dia terlalu muda untuk disebut sebagai 'wanita', tetapi juga terlalu aneh jika disebut sebagai 'gadis'.

Ah sudahlah. Elang tak mau ambil pusing akan itu lagi. Sebelah tangannya, ia gunakan untuk mengetuk pintu kamar tamu, di mana Filsha berada. Sementara salah satu tangan yang lain, ia gunakan untuk memegang nampan berisi sebotol air, juga sebungkus nasi, lengkap dengan sendok dan piring.

Merasa tak ada respons berarti dari Filsha, Elang akhirnya memberanikan diri membuka pintu itu. Ia merapal dalam hati, semoga Filsha tidak sedang mandi atau mengganti pakaian. "Filsha—" Panggilannya terhenti begitu saja, kala melihat ke dalam kamar, di mana Filsha nampak tertidur dengan pulas, di samping Bayu—putranya.

Entahlah, mendadak Elang merasa hatinya menghangat. Melihat bayi kecil itu menyandang nama yang ia berikan, membuatnya tiba-tiba merasa senang.

Tak berniat membangunkan Filsha, Elang memilih meletakkan nampan yang ia bawa ke atas nakas. Mengusap lembut pipi Bayu yang tertidur pulas di samping ibunya. Lagi-lagi, hati Elang dibuat sesak. Ia melihat bagaimana cara Filsha tidur. Ia bahkan terlalu berbaring di pinggir tempat tidur. Menyisakan bagian yang sangat luas sekali, untuk bayinya. Ranjang king size itu terlihat sangat lapang untuk dipakai berdua, sebenarnya. Tetapi Filsha malah meringkuk bak janin dalam kandungan, juga kepalanya yang tidak ia alasi dengan bantal. Semua bantal dan guling yang ada, ia gunakan untuk menjaga agar bayinya tidak terjatuh.

Apa semalam, Filsha juga melakukan ini? Batin Elang, penuh tanda tanya. Jika ya ... astaga. Lelaki itu mengusap kasar wajahnya. Kenapa ada manusia seperti Filsha di dunia ini, sih?

Elang kemudian bergerak menuju lemari yang berada di dalam kamar. Hanya lemari dua pintu yang rencananya jika Filsha ingin tinggal jauh lebih lama di sini—mungkin hingga waktu yang Elang tak bisa pastikan—ia akan membeli lemari tambahan untuk baju-baju si kecil Bayu.

Namun, gerakan tangannya membuka lemari, seketika terhenti. Elang lagi-lagi dibuat mendesah frustrasi saat mendapati tas—yang ia tahu berisi pakaian milik Filsha, tergeletak begitu saja di sisi kanan lemari. Astaga, bahkan di sini ada beberapa buah meja yang bisa Filsha gunakan untuk menyimpan tasnya. Atau ia juga bisa menyimpan pakaian-pakaiannya di dalam lemari, tetapi kenapa wanita itu tidak melakukannya? Elang menghela napas panjang.

Terbuat dari apa kamu sebenarnya, Filsha? Batin Elang geram.

Ia kembali melanjutkan kegiatannya, membuka lemari. Mengambil salah satu bantal yang memang distok di dalam lemari itu, juga sebuah bed cover baru, yang ia gunakan untuk menyelimuti Filsha dan Bayu. Perlahan tapi pasti, Elang mengangkat kepala Filsha, lalu diberinya bantal. Ia juga melebarkan bed cover, untuk menyelimuti ibu dan anak itu.

Melihat Filsha yang masih pulas dalam tidurnya, secara refleks Elang mengusap lembut pucuk kepala Filsha. Sadar jika kelakuannya bisa saja membuat Filsha terbangun, Elang segera menjauhkan tangannya. Elang kemudian bergerak menuju Bayu, yang masih tertidur lelap. Sejak semalam ia gemas ingin mencium pipi bayi itu, tetapi enggan ia lakukan, karena merasa tak enak dengan Filsha.

Diciumnya pipi Bayu beberapa kali, lalu diusapnya pipi itu dengan lembut. Seketika, Elang terkesiap kala menatap wajah bayi dua bulan itu. Ia kontan meneguk salivanya susah payah, kala menyadari wajah Bayu, terlihat mirip dengan wajahnya. Ah, tidak! Ini pasti hanya khayalannya saja, karena efek terlalu lama menjomlo.

A Poor Girl and Her Little Baby ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang