[22] Seni Memantapkan Hati

24 5 2
                                    

"Cie ... sebentar lagi, Bayu bakal punya Ayah, nih!" Elisa mencium gemas pipi Bayu yang sekarang berada di dalam gendongan kakaknya—Erika. Keduanya tengah menimang Bayu di halaman belakang rumah, sebab Filsha sedang mandi.

"Bayu senang nggak punya Ayah?" tanya Elisa kepada bayi yang belum mengerti apa-apa itu. "Senang, nggak?"

Sesekali, ia akan menggoda bayi itu sampai ia tertawa-tawa. Terlebih lagi dengan pipinya yang semakin lama semakin berisi, membuat Elisa bertambah gemas kepadanya. Bayu juga memiliki senyum yang manis, padahal ia masih bayi, tetapi berhasil membuat Elisa jatuh cinta karenanya.

"Tolong ambilin mainannya Bayu gih Dek, di meja tadi. Ketinggalan," suruh Erika kepada Elisa yang langsung menuruti titah sang kakak.

Sepeninggal Elisa, Erika yang merasa gemas dengan Bayu yang sekarang sibuk menggeram dan berceloteh dengan bahasa bayinya, membuat Erika tak dapat menahan diri untuk tidak mencubit dan menciumi pipi Bayu. "Gemes banget sih, keponakannya aunty." Ia mengajak bayi itu berbicara sebentar seraya menggodanya. "Nanti kalo Bundamu udah nikah lagi, Bayu jangan langsung minta adik, ya? Oke?"

"Kak Erika sesat banget!" gerutu Elisa yang baru saja datang dengan mainan Bayu di tangannya. "Harusnya yang namanya pengantin baru, kan lagi masa-masa serunya tuh buat planning bikin baby. Kayak Kakak nggak pengin aja, nanti habis nikah langsung punya anak!?"

"Bukan gitu maksudnya, Dek." Erika menghela napas pendek. "Bayu nih masih kecil banget. Kasihan kalo misalnya nanti kasih sayangnya kebagi sama Adeknya."

Seketika, Elisa berdecak kesal mendengarnya. "Ini ceritanya Kak Erika sekalian curhat, gitu?" tanya gadis itu dengan nada sewot. "Kakak masih nggak ikhlas ya, karena kasih sayang mama sama papa lebih banyak ke aku?"

"Dih, kepedean!" Erika ingin sekali rasanya menoyor dari adiknya itu dengan keras. Akan tetapi, ia sadar diri karena usianya yang bukan lagi anak-anak. Terlebih lagi sedang ada Bayu dalam pangkuannya. Beruntung ia masih bisa bersabar karenanya.

"Sini ah, Kak. Aku pengin ajakin Bayu jalan-jalan." Elisa berusaha mengambil alih Bayu ke dalam gendongannya, tetapi tiba-tiba saja, ada sepasang tangan yang langsung menyambar Bayu dan otomatis, bayi tampan itu segera berpindah tangan.

"Bayu sama ayah, ya? Kasihan kamu kalo diurusin tante-tante girang begini," ujar lelaki itu dengan kelewat percaya diri, membuat Erika dan Elisa praktis mencibir.

"Apaan 'ayah-ayah' segala?" protes Erika dan Elisa kompak. "Masih jadi 'om', ya. Bukan 'ayah'."

Lelaki yang tak lain dan tak bukan adalah Elang itu, berdecak kecil. "Suka-suka Abang, dong. Kok malah kalian yang sewot, sih?" ujarnya dengan nada sinis. "Iya nggak, Nak? Bayu maunya sama Ayah 'kan ya? Iya, kan?"

Ajaibnya, Bayu malah tertawa-tawa karena mendengar pertanyaan Elang yang sebenarnya tidak ada lucu-lucunya itu. Bayi itu merebahkan kepalanya di dada Elang, seolah-olah mengerti jika orang yang sekarang tengah menggendongnya benar-benar adalah ayahnya.

"Duh, pinternya anak Ayah." Elang tertawa kecil, sambil memandang kedua adiknya dengan tatapan sombong. Membuat Erika dan Elisa berdecak sebal karenanya.

"Besok kalo udah nikah, bikin sendiri!" ujar Elisa dengan nada geram.

"Urusan gampang, anak kecil nggak perlu tau." Elang tertawa seraya membawa Bayu menjauh dari adik-adiknya yang sudah kebelet nikah itu.

Setelahnya, Elang memilih membawa Bayu ke depan. Mengajak bayi kecil itu berbicara dan dibalas oleh celotehan khas bayi yang padahal tidak dimengerti oleh Elang sama sekali. Lelaki itu juga tak lupa mengajarkan Bayu beberapa hal. Seperti contohnya menunjukkan mana langit, mana awan, pohon, burung-burung dan apa saja yang tertangkap oleh penglihatannya. Bayi kecil itu pun tampak asyik dengan segala penjelasan dari Elang, hingga lama kelamaan, ia jadi mengantuk.

A Poor Girl and Her Little Baby ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang