[18] Jodoh yang Dikirim Tuhan?

29 5 0
                                    

"Astagfirullah ...."

Elang terbangun dari tidurnya, dengan keringat yang membasahi sekujur tubuh. Lelaki itu terus-menerus mengucapkan istigfar, seiring dengan dadanya yang naik turun. Ia lantas mengusap wajahnya dengan telapak tangan, kemudian kembali menyandarkan punggungnya pada sandaran sofa.

Mimpi apa aku barusan ya Tuhan? tanya Elang dalam benak. Lelaki itu memijat dahinya yang mendadak terasa sakit. Napasnya masih sedikit sulit untuk diatur, sementara jantungnya berdebar tak menentu. Ia kemudian mengacak rambutnya, seraya beranjak menuju kamarnya yang berada di lantai atas. Sepertinya, ia harus mandi untuk menenangkan pikirannya yang kacau dan mungkin setelahnya ia akan jalan-jalan untuk mengurangi suntuk. Ya, sepertinya memang harus begitu.

Ia bahkan lupa, kapan terakhir kali dirinya jalan-jalan untuk menyegarkan pikiran. Karena semenjak ada Filsha dan Bayu, dirinya hanya keluar rumah untuk bekerja atau berbelanja. Itu saja. Ah, astaga. Filsha lagi?

Elang jadi bingung, mengapa akhir-akhir ini ia selalu saja memikirkan tentang Filsha, Filsha dan Filsha lagi? Apakah tidak ada hal lain yang dapat ia pikirkan kecuali ibu muda itu? Bahkan di dalam tidurnya pun, Elang masih saja memimpikan perempuan itu hingga di dalam kepalanya hanya ada Filsha seorang. Kalau begini terus, Elang yakin jika lebih lama lagi, dirinya akan menjadi orang gila. Benar-benar gila dalam artian yang sesungguhnya.

Lelaki itu refleks mengacak rambutnya, untuk yang kesekian kalinya seraya menggerutu pelan, "Harusnya, aku nggak perlu mendengarkan apa yang papa bilang." Ia menghela napas pendek, yang lebih mirip seperti dengkusan kesal. "Gara-gara papa ... aku jadi kepikiran sama Filsha terus, astaga!"

Elang memang tidak tahu, apa sebenarnya maksud dari mimpi dan apa yang ia pikirkan akhir-akhir ini. Yang jelas, ia merasa sedikit terganggu dengan hal itu. Bagaimana tidak? Gara-gara nama Filsha saja, ia sampai tak tahu harus berbuat apa, sebab wajah dan senyum manis ibu muda itu akan langsung terlintas dalam pikirannya.

Apakah ini adalah jawaban dari salat istikharah yang ia lakukan beberapa waktu lalu, Tuhan? Jika memang benar ... mengapa harus Filsha? Apakah ibu muda itu memanglah jodoh yang sudah Tuhan siapkan untuknya?

*****

"Mama! Sejak kapan Bang Elang jadi bayi lagi!?"

Rumah yang ditempati oleh Filsha selama beberapa hari terakhir, langsung dihebohkan dengan pekikan seorang perempuan dari ruang keluarga-yang entah berasal dari siapa. Ibu muda itu lantas segera berlari keluar dari kamarnya untuk menghampiri Bayu yang ia tinggal sebentar di ruang keluarga tadi, sebab ia ingin mengambil minyak telon untuk putranya itu. Takut terjadi sesuatu kepada Bayu, makanya ia langsung berlari sambil memegang botol minyak telon. Arina dan Ariandi yang tadinya berada di halaman belakang pun tiba-tiba berlari ke dalam, saat suara teriakan itu terdengar.

"Astaga, Elisa!" Arina kontan menepuk dahinya, sambil berjalan cepat menghampiri putri bungsunya yang kini tengah menunjuk Bayu-yang berbaring nyaman di atas stroller, sambil memperhatikan Elisa dengan mata bulatnya.

Tidak ada tatapan takut ataupun kaget dari bayi itu, tetapi tetap saja Arina langsung membawanya ke dalam gendongan sebab Filsha malah diam di tempat. Mungkin karena takut dengan tatapan horor yang Elisa berikan kepada bayinya.

"Kamu ini, datang-datang bukannya salam, malah teriak-teriak," omel Arina, sembari menciumi pipi Bayu beberapa kali. "Kaget ya sayang?" tanyanya kepada Bayu yang kini mengepalkan kedua tangan, sambil menggerak-gerakkan kakinya dengan lincah.

"Mama ...." Elisa-adik bungsu Elang-merengek, sambil mendekat kepada Sang Mama. "Ini beneran Bang Elang?" tanyanya sambil menunjuk Bayu dalam gendongan ibunya itu.

"Kalo iya, kenapa?" sahut Arina dengan nada sewot.

Praktis, Elisa langsung menjerit lebay. "Astagfirullah, Abang ...." Gadis itu tiba-tiba saja bertingkah seolah-olah ia sedang berada di atas panggung drama. Ia kemudian meraih lengan mungil Bayu, lantas menciuminya beberapa kali. "Bang ... maafin Elisa, Bang. Elisa tau, selama ini Elisa belum jadi adik yang baik buat Abang."

Filsha hanya bisa meringis, saat melihat gadis yang ia tahu bernama Elisa itu sampai mengeluarkan air mata saat melihat putranya. Gadis itu berpikir, jika Bayu adalah Elang yang berubah menjadi bayi lagi. Ingin menyela juga tak enak rasanya. Lagi pula, ia hanya orang lain di sini. Jadi, ibu muda itu akhirnya memilih pasrah dan diam saja. Arina-Ibunya Elang-pasti tahu apa yang harus ia lakukan, pikir Filsha.

"Bang ... maaf, Bang. Elisa janji deh, Elisa nggak bakal nikah dulu sebelum Abang nikah. Tapi nggak begini juga dong, Bang. Masa iya Abang ngambek terus balik lagi jadi bayi gini?" Gadis itu benar-benar mengeluarkan air matanya, yang justru membuat Arina dan Ariandi tertawa melihatnya.

"Kok Mama sama Papa malah ketawa, sih?" Elisa mengusap kasar air matanya. "Ma ... ini Abang kenapa jadi begini!?"

Ariandi lama-lama tak tahan juga mendengar putrinya yang menangis dengan nada lebay seperti itu. Ia lantas bergerak mendekatinya, kemudian mengulurkan tangannya untuk menjewer telinga Elisa, membuat gadis itu mengaduh kesakitan, lantas melepasnya beberapa detik kemudian. "Jangan lebay, kamu. Kebanyakan mikirin nikah-nikah mulu, makanya jadi begini kelakuannya."

"Papa kok jahat sih?" Elisa mengesang ingusnya dengan cepat. "Ini Abang jadi bayi-" Dahi gadis itu seketika berkerut, saat melihat persepsi perempuan yang berdiri tak jauh dari ayahnya. "Pa ...," panggilnya.

Ariandi berdeham, sebagai jawaban. "Cewek itu ... bukan istri baru Papa, kan?"

*****

Setelah adegan ala-ala drama yang diciptakan oleh Elisa tadi, akhirnya rumah itu kembali kondusif seperti biasanya. Begitu juga dengan Elisa yang kini malah terlihat akrab dengan Filsha dan Bayu, tepatnya setelah Arina menjelaskan siapa bayi kecil yang mirip dengan abangnya dan juga Filsha yang merupakan ibu dari Bayu.

Seperti yang sudah-sudah, Elisa juga berkata jika Bayu benar-benar memiliki wajah yang mirip dengan Elang semasa masih bayi dulu. Alhasil, sekarang dua perempuan berbeda usia itu, tengah melihat-lihat album foto yang berisikan Elang sejak lahir hingga remaja di ruang keluarga.

"Coba liat yang ini!" Elisa menunjuk kepada sebuah foto, di mana seorang bayi tampak tertidur di ranjangnya. "Mirip sama Bayu, kan?"

Diam-diam, Filsha membenarkan apa yang Elisa katakan. Ibu muda itu kemudian tersenyum tipis, lantas berujar pelan, "Benar ... Bayu sangat mirip dengan Mas Elang."

Elisa menyunggingkan senyum lebar, sambil melirik Filsha dengan tatapan menggoda. "Jadi, kamu nggak mau ngaku aja, nih?"

"Ma-maksud Mbak Elisa, mengaku tentang apa, Mbak?" tanya Filsha tak mengerti.

"Bayu itu sebenarnya anak Bang Elang, kan?" tembak Elisa dengan tatapan jenaka, membuat Filsha seketika menggeleng.

"Bukan, Mbak. Demi Allah, Bayu bukan anaknya Mas Elang," jawab Filsha sambil menggeleng berkali-kali. Bayu yang hampir saja terlelap, kini malah menangis. Membuat Filsha akhirnya meminta izin untuk menyusui putranya itu kepada Elisa, seraya menutupi dadanya menggunakan kain yang selalu tersampir di bahunya.

"Jujur aja sama Elisa, Mbak." Elisa tampak menuntut jawaban. Ia menggenggam tangan Filsha dengan erat, seraya menatap ibu muda itu dengan serius. "Aku janji nggak bakal bocor, kok. Serius, deh."

Filsha menghela napas pendek, kemudian mencoba meyakinkan Elisa, jika Bayu memang bukanlah anak Elang. Akan tetapi, gadis itu tetap saja tidak mau percaya, hingga membuat Filsha tak tahu lagi harus menjelaskannya dengan cara bagaimana.

"Tapi mustahil aja gitu rasanya, kalo Bayu bukan anaknya Bang Elang." Elisa mendesah pelan, sembari mengetuk-ngetukkan jemarinya di dagu. "Mana muka Bang Elang sama Bayu itu benar-benar mirip. Kan nggak mungkin, kalo itu cuma kebetulan aja?"

"Tapi itu memang kenyataannya, Mbak," jawab Filsha sambil menyunggingkan senyum penuh pengertian.

Akhirnya, Elisa menyerah. Gadis itu menghela napas pendek, kemudian meletakkan tangannya di atas punggung tangan Filsha dan menepuknya beberapa kali. "Kayaknya ... Mbak Filsha memang jodoh yang dikirim buat Bang Elang, deh."

Filsha kontan membelalakkan matanya tak percaya, dengan apa yang dikatakan oleh Elisa. Jodoh yang dikirim untuk Elang? Mustahil, batin ibu muda itu sambil menggeleng beberapa kali.

*****
25.10.20
28.10.20
090624

A Poor Girl and Her Little Baby ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang