*****************
Dua hari. Dua hari sudah berlalu setelah malam itu, dan selama dua hari ini Zuri tak mengunjungi Yara di rumah sakit. Yang menemani Yara di rumah sakit adalah Dino.
Zuri masih belum siap mendengar permintaan itu lagi. Mungkin kalau sampai terjadi di mana dia harus memberikan benda itu pada Yara, dia tak lagi menyentuh benda itu.
Dering handphonenya membuat lamunan Zuri buyar. Gadis itu merogoh saku hoodeinya dan terlihatlah nama Dino di sana.
"Halo?" sapa Zuri dengam tak minat.
"Al.."
Degup jangan Zuri berdegup kencang mendengar suara Yara. Dia masih belum siap mendengar suara lemah gadis itu.
"Yara? Kenapa?" ujar Zuri, dia mencoba menahan agar suaranya tidak bergetar.
"Gue ... gue sakit Al ... tolongin gue.. gue pengen bebas, tidur dengan tenang, gak perlu takut lagi akan bayang-bayang Ronan. Tolong Al, gue mohon sama lo..."
Ini adalah permintaan yang tersulit untuknya, mungkin kalau orang lain dia akan mengsegerakan. Tapi ini Yara ... dia tidak akan bisa.
"Al ... lo denger gue kan? Gue pengen bebas..."
"Lo ... lo tunggu di sana. Gue bakal datang secepat mungkin, maafin gue yang udah egois Yara. Maafin gue."
Baiklah, dia sudah meyakinkan dirinya. Dia tak akan membuat Yara kesakitan lagi, itu sudah cukup.
Zuri mengendarai motornya dengam cepat, mengabaikan umpatan yang dilontarkan padanya.
Setelah sampai di rumah sakit, gadis itu belari di koridor, dia harus dengan cepat sampai di kamar Yara.
Brak!
Napas Zuri tak beraturan. Di dalam sana terlihat Yara dan Dino yang saling diam. Zuri bisa melihat raut tak terbaca dari seorang Dino.
"Al..."
Zuri tersenyum lembut ke aras Yara, lebih tepatnya tersenyum paksa.
"Gue bawa cemilan buat lo. Spesial buat lo dan hanya buat lo," tuturnya seraya mengeluarkan sesuatu dari tas punggungnya.
Dino memerhatikan raut wajah Yara yang spontan berubah. Dia merasakan perih di dalam sana, seperti ada sesuatu yang meremas hatinya melihat senyum senang Yara.
"Nih," cetus Zuri seraya memberikan biskuit coklat pada Yara.
Yara tersenyum senang, meraih biskuit itu dan segera melahapnya dengan girang.
"Akhirnya Al! Gue makan juga biskuit spesial lo ini! Kenapa gak dari lama aja hah?! Lo pikir gak capek apa?!" coleteh Yara dengan senang, tapi air matanya juga tak berhenti mengalir.
"Gue gak boleh egois lagi ya, Yar? Kenapa lo seseneng ini?"
Dino yang berada di sofa menatap kedua gadis itu tak mengerti. Yara terlihat sangat senang kala Zuri memberikan sebuah biskuit coklat. Tapi di mata Zuri itu bukanlah hal yang patut disenangi, dia juga tak mengerti kenapa hatinya terasa sakit melihat senyum Yara.
Zuri mengamati Yara di setiap detik, tak sekalipun dia mengalihkan pandangan dari gadis itu. Sudah lama rasanya dia tak melihat senyum tulus Yara, karena biasanya hanya akan ada senyum kesakitan di sana.
"Wah~! Enak banget sumpah! Ini bakal jadi makan terenak dan terakhir yang gue makan. Makasih ya Al! Hihi, gue seneng banget! Tapi gue mau tidur, jadi ngantuk habis makan!"
Zuri tanpa berkata-kata membantu Yara berbaring.
"Hey Zuri ... lo nepatin janji lo..." lirih Yara dengan sayup. "Makasih udah jadi teman gue..."
"Seharusnya gue yang bilang gitu sama lo. Makasih udah jadi temen gue, lo teman terbaik buat gue Yara."
Yara terkekeh lemah mendengar penuturan Zuri. "Setelah ini ... lo nggak bakal liat Yara yang kesakitan lagi, lo ... nggak bakal liat Yara yang senyum palsu lagi, lo nggak bakal ... dapat Yara yang nyusahin lagi..."
Zuri menggeleng. "Lo nggak pernah nyusahin gue Yara ... jangan ngomong gitu..."
"Hahaha ... gue jadi keinget pas lo ngungkapin kalo lo itu cewek. Di situ gue shock berat Zuri..."
"Gue mau lihat lo jadi cewek beneran, dandan kayak cewek feminin. Tapi ... kayaknya nggak bisa ya ... hehe..."
Yara tersenyum pada Zuri. Sedangkan Zuri tak lagi bisa memahan air matanya. Sakit hatinya sakit melihat sahabatnya harus seperti ini.
"Dan ... Dino..."
Dino yang mendengar namanya dipanggil beranjak dari duduknya dan mendekat ke arah Yara.
"Hai Dino ... maafin gue, ya?"
Suara Yara semakin terbata-bata. Dino semakin tak mengerti, apa yang diberikan Zuri pada gadisnya?
"Gue tau lo suka sama gue..." Dino terbelalak.
"Tapi ... gue nggak bisa balas perasaan lo ... gue nggak sebaik yang lo pikirin..."
"Gak! Lo selalu baik di mata gue! Gue suka sama lo Yara! Gue cinta sama lo! Jangan tinggalin gue!" teriak Dino sambil memegang tangan dingin Yara.
Masih sempatnya Yara terkekeh, tapi itu kekehan yang sangat menyakitkan di mata kedua orang itu.
"Iya gue juga suka sama lo ... dan Zuri ... jangan nangis ... gue nggak suka..."
Mata Yara rasanya sanga berat. Tangan yang berada digenggaman Dino semakin melemah. Laki-laki itu panik, saat hendak menekan tombol dia dicegah Zuri. Laki-laki itu hendak marah, tapi pandangan Zuri tak teralihkan padanya. Dino mengikuti arah pandang gadis itu.
"Ba-bay Cantik ... jangan ... nangis..."
Kalimat terakhir yang dilontarkan berhasil membuat Zuri menangis dalam diam. Dino panik, sekali lagi dia hendak menekan tombol tapi tetap dicegah Zuri.
"Lo apa-apaan hah?! Kita harus panggil dokter!" bentak laki-laki.
Zuri menggeleng. "Nggak. Nggak ada yang bisa selamatin Yara, Dino! Dia udah gak ada!" kata gadis itu.
"Hahaha! Lo pikir gue percaya?! Setelah tau kalo gadis yang gue suka ternyata suka juga sama gue, lo pikir gue bakal biarin dia pergi? Nggak akan Al! Nggak akan!"
Mana mungkin dia membiarkan Yara pergi? Dia yakin gadis itu hanya tidur saja. Iya, hanya tidur, setelah dibangunkan dia akan bangunkan?
Tapi itu semua hanya angan belaka. Kupu-kupu itu kini telah terbang dengan bebas, tak akan lagi yang menyakitinya, kupu-kupu itu tak akan takut lagi akan adanya predator yang mengintai. Tapi karena kepergiannya, meninggalkan luka bagi gadis cantik itu.
Membuat gadis cantik itu kembali sendirian, tak akan ada yang menemaninya lagi. Senyumnya memudar, warna disekitanya meredup, kehangatannya mendingin.
Membuat si gadis cantik itu menghilangkan keberadaannya dari mata. Dia ada namun tak terlihat.
*****************
19/09/2023
KAMU SEDANG MEMBACA
Hemlock Water Dropwort
Teen FictionHemlock Water Dropwort. Dia bunga yang cantik tapi beracun, dan bagaimana seekor kumbang yang nakal begitu gencar mendekati dan memilikinya walau dia tau akan membunuhnya. ***** "Itu bukan pertanyaan, tapi peryataan. Gue nggak butuh penolakan!" -Gha...