Sembilan

6.9K 540 23
                                    

Raihana terus melempar senyum kemenangan karena Ibunya ikut bersama pergi ke Bintaro selama 1 bulan penuh menemani Hana sebagai pengantin baru di rumah Bhumi. Setelah selesai memindahkan barang-barang Raihana kerumah barunya bersama Bhumi di daerah Bintaro. Bhumi mengajaknya pergi ke Swalayan terdekat guna memenuhi bahan pokok kebutuhan rumah. Raihana berencana meminta Ibu mertuanya tinggal bersamanya nanti setelah Ibunya kembali ke Bandung.

Mau tidak mau, selama 1 bulan Bhumi pun harus bersikap sopan di depan Ibu mertuanya. Yang terpenting adalah Hana merasa aman karena Bhumi pasti tidak akan melakukan hal macam-macam. Raihana mengancam akan berteriak jika Bhumi melakukan hal seperti malam pertama mereka.

"Jadi kamu pikir saya tidak bisa melakukan apa-apa hanya karena ada Ibu kamu di kamar sebelah?" Bhumi membuka suara sembari mendorong troli. Hana terlihat cantik dengan setelah blouse berwarna milo senada dengan rok dan jilbabnya. Wanita itu selalu mengenakan pakaian dengan warna senada. Hari ini ia tidak mengenakan hijab segiempat seperti biasa. Hari ia mengenakan jilbab langsungan yang panjang menutupi dadanya.

Hana mengangguk menjawab pertanyaan Bhumi.

"Andai kamu teriak Ibu pasti nggak akan merespon, hal itu biasa terjadi pada pengantin baru."

"Kalau saya teriaknya begini 'Tolong, Ibu...' kamu yakin Ibu tetap nggak akan keluar?" balas Hana dengan tatapan mengejek. Ia tertawa berhasil membuat Bhumi jengkel, lalu berjalan lebih dulu mengambil bahan makanan.

***

Hana, sedang menikmati status barunya sebagai seorang istri. Sejak Ibu ada dirumah mereka, Hana selalu menyempatkan diri untuk memasak sebelum ia pergi ke kantor. Meski Ibu adalah koki terbaik namun tetap saja Hana ingin memperlakukan Ibunya begitu istimewa selama bersamanya. Terlebih di akhir pekan seperti ini. Hana sudah sibuk di dapur sejak pagi. Memasak adalah salah satu hobbynya. Selesai menyiapkan makan siang, wanita itu masih berada di dapur berencana membuat cookies dan bolu panggang untuk mereka nikmati di sore hari nanti. Ternyata memiliki dapur luas dengan perlengkapan yang memadai adalah faktor utama mood seseorang dalam memasak.

Bhumi datang dan bersandar pada dinding pintu kaca dapur mereka. "Belum selesai masak? Mau aku bantuin?"

Hana menggeleng, "Nggak perlu, kamu temani ibu saja di depan TV. Saya tinggal masukin adonan ke dalam oven,"

Bukannya mengikuti instruksi dari Hana, Bhumi malah berjalan mendekati wanita itu dan duduk di kursi meja mini bar tempat Hana sedang menata adonan di atas loyang. "Wajah kamu penuh sama tepung," ejek Bhumi seraya menyentuh wajah Hana dengan jemarinya. Hana refleks menghindar.

"Kita sudah nikah hampir sebulan, tapi sikap kamu masih saja seperti yang jijik sama suami sendiri."

"Siapa suruh pakai cara licik buat menikahi seorang wanita!" balas Hana dengan bibirnya yang mengerucut. Bhumi malah semakin usil melempari Hana dengan sisa sisa tepung yang ada di meja. Wanita itu menutup wajahnya dengan lengan dan menatap Bhumi sebal. Hana lantas membalas perlakuan Bhumi, mengolesi wajah Bhumi dengan tepung. Bhumi menghindar dan berdiri. Hana semakin bersemangat membuat wajah pria itu penuh dengan tepung terigu.

Setelah menghadapi perlawanan sengit dari wanita itu, Bhumi berhasil menangkap kedua pergelangan tangan Hana. Tubuh mereka menempel satu sama lain. Hana berusaha menarik dirinya menjauh dari Bhumi namun pria itu malah melakukan sebaliknya dan memojokkan tubuh Hana pada dinding dapur.

"Bhum, jangan macam-macam ya!" ancam wanita itu.

Bhumi terkekeh geli, entah sejak kapan ia mulai merasa nyaman dengan kehadiran Hana di sisinya "Macam-macam yang bagaimana sih maksud kamu?" bisiknya,

Hana meronta namun Bhumi semakin bersemangat menggoda. "Tenang dong Na. Kalau kamunya bergerak-gerak terus bagaimana saya bisa cium kamu."

Mata Hana melotot dan membesar, "Ibuuuuuuu,...." Hana berteriak membuat Bhumi spontan melepaskan cengraman tangannya pada tangan Hana. Hana menjulurkan lidahnya mengejek Bhumi.

"Ada apa Na, teriak-teriak. Malu di dengar tetangga." Ibu sudah berjalan menghampiri. Wajah Bhumi memerah, tangannya berusaha menghapus tepung yang sudah terlanjur ada di wajahnya.

"Ini Bu, Mas Bhumi nakal!" ujar Hana jujur. Membuat Bhumi malu.

"Nggak kok Bu, tadi Cuma lagi gangguin Hana bikin kue di dapur."

"Kamu itu sudah menikah sikapnya masih seperti anak kecil saja. Bhumi mungkin bosan nungguin kamu yang tidak selesai-selesai di dapur." Cerocos ibunya. Wanita berdarah sunda itu masih terlihat cantik di usianya yang ke 55 tahun. Meski tubuhnya kurus, dan kulitnya berkerut namun bekas-bekas kecantikan itu masih ada disana. "Sudah lekas selesaikan pekerjaan kamu, temani Bhumi di depan."

Bhumi tersenyum penuh kemenangan. Sebelum berjalan mengikuti Ibu mertuanya ke ruang TV. Bhumi berbisik pada Hana "Dengar tuh, disuruh Ibu temani suami kamu."



----- Bersambung-----


Votenya yang banyak ding biar cemungudhhhh update... haahhahahaa 

Bhumi Untuk HanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang