Tujuh Belas

7.1K 486 9
                                    

Wajah Sheira babak belur. Hana benar-benar tidak menyangka kalau Aditya sekejam itu terhadap wanita. Ironis adalah saat alasan Sheira memilih Adit karena sikap pria itu yang begitu sabar dan lembut terhadapnya, berbanding terbalik dengan sikap Bhumi yang posesif dan agak keras. Sheira yang tidak bisa terus-menerus menghadapi emosi Bhumi kini malah dihadapkan pada Aditya yang tanpa segan memukulinya.

Sheira sedang tertidur ketika Hana dan Erika kembali menemui wanita itu di Rumah Sakit Jakarta. Tatapan mata Hana mencari-cari keberadaan orang lain disana namun nampaknya tidak ada bekas siapapun sejak tadi. "Keluarganya enggak ada yang datang Er?" bisik Hana, setelah pintu kamar tertutup. Mereka memilih untuk mengobrol di ruang tunggu agar tidak membangunkan Sheira.

"Teman dekat dia kan Lo, Na, bukan Gue. Gue kenal dia justru karena lo yang ngenalin. Perihal keluarganya ya mana Gue tahu!"

Hana kembali mengingat-ingat. Sejak awal bertemu Sheira memang dia belum pernah sekalipun bertemu dengan salah satu anggota keluarganya. Bahkan hampir tidak pernah Sheira menceritakan soal keluarganya. Waktu ia menikah dengan Adit, Hana hanya melihat beberapa orang saja dan wanita paruh baya dengan rambut di sanggul tinggi ke atas yang ternyat adalah ibu kandungnya.

Lalu dimana wanita itu saat ini? Mengapa keluarganya tidak ada satupun yang datang.

"Jangan-jangan keluarganya belum tahu soal ini?" tebak Hana. Eri hanya mengangkat bahu cuek.

Ponsel Hana berdenting, sebuah pesan masuk dari Bhumi.


Mas Bhumi : Kamu dimana?


Wajah Hana berubah suram. Rasanya ia malas kalau harus bertemu tatap dengan Bhumi saat ini.

"Bhumi?" tanya Erika. Hanya mengangguk samar.

"Jangan nethink dulu kan Gue bilang. Siapa tahu saat itu Sheira enggak tahu harus minta tolong sama siapa lagi dan di kepalanya cuma inget Bhumi. Mereka pacaran cukup lama kan 3 tahun."

Otot wajah Hana mengetat. Tetap saja itu bukan sebuah pembenaran. Ditambah lagi Bhumi berbohong kepadanya. Malam sabtu lalu, pria itu tiba-tiba ijin pergi dengan mengatakan ada hal urgent di salah satu unit pesawat dan dia diminta datang untuk membantu mengecheck. Hingga tengah malam, Bhumi baru menghubungi nya dan mengatakan bahwa dia tidak akan pulang malam itu.

Ternyata malam itu Bhumi menemani Sheira di Rumah Sakit.

"Ayo, Gue anter lo balik!" ajak Eri.

"Sheira nggak ada yang jaga?"

"Nanti habis anter Lo gw ke kantor polisi sebentar, tadi ada telfon dari mereka minta Gue datang. Selesai itu gue balik kesini,"

Hana menatap lekat Erika. Sahabat satunya ini tidak sedekat itu dengan Sheira. Eri juga bukan tipikal orang yang melakukan sesuatu sebatas 'belas kasihan'semata. Bagi Eri profesionalisme dan bukan belas kasihan semata.

"Sheira yang mengutus lo buat nanganin kasusnya dia?"

Eri mengangguk. Dia mulai bangkit dari kursinya dengan santai. Terlihat wajah letih hinggap di wajah gadis yang berusia 26 tahun ini. Hana ikut berdiri hingga mereka berdiri sejajar "Tapi Gue yakin Sheira nggak punya banyak tabungan buat bayar jasa lo menangani kasus dia." Hana asal tebak awalnya namun cukup untuk membuat air muka Eri berubah tegang. "Ada hal lain yang belum Lo sampaikan ke Gue?"

Dada Eri mengembang, ia menarik nafas dalam-dalam. Kedua tangannya masuk ke dalam saku jas semi formal berwarna cream yang sejak tadi dikenakan oleh wanita itu. "Raihana,-"

"Mas Bhumi terlibat juga kan dalam hal ini?" belum sempat Erika menjawab Hana sudah lebih dulu menebak.

Erika membuang pandangannya ke sisi lain bersamaan dengan hembusan nafasnya yang kasar. "Raihana, gue berusaha sejujur mungkin sama Lo. Dan untuk hal ini juga, gue berharap lo bicara sama Bhumi baik-baik dan please jangan negative thingking dulu."

Bahu Hana terlihat jatuh melemas. Wanita itu menunduk dan menutup matanya sesaat. Ia mengangguk samar, menepuk bahu Erika lembut dan berjalan masuk ke dalam lift menuju lantai bawah.

                                                                                              ***

Bhumi terlihat sedang mondar-mandir di teras rumah ketika mobil Erika berhenti tepat di depan rumah. Hana keluar dari mobil dan melambaikan pada Erika yang memilih untuk langsung pergi dan tidak mampir. Pria itu berjalan menghampiri Hana dengan wajahnya yang terlihat cemas. Ah rasanya untuk saat ini sulit mempercayai bahwa Bhumi mencemaskannya.

"Kenapa enggak angkat telf nya, Na? Kamu juga enggak balas pesan whatsaapku, kamu tahu bagaimana khawatirnya aku pas sampai di depan kantor kamu namun receptionist kamu bilang kamu ijin pulang sebelum pukul sejak 5 sore."

Hana mengangkat wajahnya dan kini Bhumi dapat melihat dengan jelas wajah Hana yang sembab. "Sebesar rasa cemas kamu terhadap Sheira?" Hana tercekat ketika mengatakan hal itu. "Atau mungkin lebih besar kepadanya dibandingkan terhadap aku?"

Bhumi tahu kemana arah perkataan Hana. Dia tahu, hal ini akan terjadi. Pria itu hanya berdiri mematung dan menatap Hana dengan datar. "Kamu masuk dulu, kita bicara baik-baik di dalam." Balas Bhumi dengan tenang dan berbalik masuk ke dalam rumah meninggalkan Hana di depan teras rumah mereka. 


-----------Bersambung--------

Bhumi Untuk HanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang