Terdengar sebuah jeritan tertahan begitu Hana membuka pintu. Sheira, menangis sambil melemparkan barang-barang ke arah Bhumi. Hana, hanya diam ditempatnya melihat hal itu. Bhumi berdiri tak gentar, air muka pria itu kini memerah dan wajahnya menjadi tegang. Sheira mencoba turun dari tempat tidur dan mendekat ke arah Bhumi. Melihat hal itu. Bhumi mau tidak mau berjalan mendekat ke arahnya menahan gerakan Sheira agar selang infus di tangan kanan wanita itu tidak sembarang terlepas.
"Kamu tega!" isak Sheira parau, mulai memukuli Bhumi dengan tangannya yang lemah. Hana menunduk terpejam. "Kamu tega bikin aku kayak gini." Tubuh Sheira beringsut jatuh perlahan hingga berada dalam posisi berlutut di hadapan Bhumi. Bhumi mencoba tetap menahan tubuh Sheira hingga akhirnya pria itu ikut berlutut dan kini mereka sejajar.
"Ra," panggil Bhumi. belum sempat mengatakan apapun lagi Sheira malah menampar Bhumi hingga akhirnya Bhumi mengetahui keberadaan Hana yang sejak tadi berdiri disana. Bhumi seketika membuang pandangannya dari Hana dan memaksa Sheira untuk kembali ke tempat tidurnya.
"Kamu yang lebih dulu tega dan mengkhianati kepercayaan saya, Ra." ujarnya dingin sambil meletakkan Sheira kembali ke ranjang rumah sakit. "Saya pernah bilang sama kamu waktu itu kan kalau saya pasti akan membalas semua yang sudah kamu lakukan kepada saya. Saya selalu menepati kata-kata saya."
Dahi Hana mengernyit mendengarnya.
Sheira memandang Bhumi dengan putus asa, "Terus kenapa kamu sekarang ada disini? Kenapa kamu membantu saya? Kenapa kamu nggak biarin saja saya mati di tangan Aditya waktu itu?"
Bhumi diam, rahang wajahnya mengetat dan jemari tangannya juga terkepal.
Sheira tertawa sinis, "Nggak tega lihat aku dipukuli babak belur sama Adit? Huh? Karna kamu masih ada perasaan sama aku kan?" tawa kosong sheira semakin kencang. Bhumi melemparkan pandangan langsung ke arah Hana. Sheira yang kini mengetahui kehadiran Hana disana mengernyitkan dahinya "Sudah hampir 1 tahun kalian nikah, tapi kamu belum berhasil bikin Mas Bhumi jatuh cinta? Kamu ngap,-"
"Sheira!" sela Bhumi berang.
Hana, menggigit bibirnya kuat. Tubuhnya mulai bergetar.
"Loh, aku benar kan? Kalau Hana memang sudah bikin kamu jatuh cinta sama dia terus kenapa kamu masih gangguin hidup aku dan Adit selama ini?" Ejeknya, dan mendapati tatapan Hana yang berubah menjadi begitu kaget "Kamu nggak tahu kalau selama ini Mas Bhumi masih sering menghubungi aku dengan sengaja dan membuat Adit salah paham padaku akhirnya?"
Nafas Hana menjadi cepat dan matanya perih. Bhumi berjalan ke arah Hana dengan cepat namun wanita itu memberi kode agar Bhumi menjauh darinya "Aku bisa jelasin, dan yang dia bilang itu nggak semuanya benar." Bhumi membela diri.
Hana, mengangguk "Nggak semuanya berarti ada sebagian yang benar, begitu kan?!"
Sheira tertawa mengejek dengan wajahnya yang masih bengkak, rambut pirangnya sengaja ia kibaskan ke belakang "Na, na... kasian kamu jadi korban antara Mas Bhumi dan Aku!"
"Sheira, cukup!" bentak Bhumi.
Hana mengangguk seraya menghapus airmatanya dengan cepat "Iya, aku memang kasian dan bodoh. Kupikir kamu sahabatku, kita sama-sama jauh dari keluarga dan hidup berbarengan selama hampir 3 tahun, kupikir kamu saudaraku. Tapi ternyata aku salah, aku terlalu naif hingga bisa-bisanya selalu kalian permainkan." Hana mundur menghentakkan kakinya dan berlari pergi darisana mengabaikan panggilan Bhumi. Erika berpapasan dengannya di lobby depan rumah sakit, mencoba bertanya kepada Hana apa yang terjadi namun wanita itu sudah lebih dulu menghempaskan tangan Erika dan berjalan melewatinya.
Sikap manis Bhumi selama ini yang di hadapannya jadi hanyalah bohong belaka? Semua hanya pura-pura kah? Mas Bhumi masih memikirkan Sheira? Semua pembicaraan mengenai masa depan, mengenai keluarga kecil mereka lalu apa arti dari semua itu? Hana berjalan dengan cepat keluar dari area Rumah sakit, hari sudah gelap dan ia berjalan tanpa arah hingga akhirnya Hana memutuskan untuk pulang ke Bandung. Hana berjalan memutar kembali menuju halte busway bendungan hilir. melewati samping gedung Sampoerna Strategic saat seseorang membunyikan klakson mobilnya dengan cukup keras dan membuatnya terlonjak kaget.
Itu mobil Mas Bhumi. pria itu bahkan tidak memberitahunya bahwa dia akan pergi mengunjungi Sheira sore tadi. "Masuk ke mobil sekarang," perintahnya. Namun Hana berpura-pura tidak mendengar dan tetap berjalan di atas trotoar dengan cepat. "Hana!" teriak Bhumi. Hana mempercepat langkahnya, hingga akhirnya Bhumi memarkirkan mobilnya dan mengejarnya dengan langkah cepat. Ia menarik pergelangan tangan Hana dengan kasar dari arah belakang. Nafas pria itu cepat dan tidak teratur, "Dengar aku dulu,"
Hana menepis tangan Bhumi dengan kasar hendak menjauh kembali namun lagi-lagi Bhumi menarik tangan Hana kembali. Hana menjadi begitu sulit dikendalikan. Hana yang biasanya lembut dan patuh tapi malam ini rasanya seperti kehilangan kendali. "Hana, cukup!" teriak Bhumi kencang, mengabaikan tatapan orang-orang disekelilingnya. Berhasil membuat wanita itu kaget dan berhenti meronta. Bhumi menangkup wajah Hana dengan kedua tangannya, "Dengar penjelasanku dulu,"
"Lepasin, Mas. Biar aku pergi sendiri." Hana kembali mencoba melepaskan diri. Akhirnya Bhumi dengan hilang kesabaran, mengangkat tubuh Hana ke atas bahunya dan membawanya ke mobil yang terparkir disana.
"Masuk, kita pulang sekarang." Perintah Bhumi setelah menurunkan Hana dari bahunya tepat di depan mobil mereka.
"Nggak mau," Hana bersikeras.
Bhumi memukul bagian atas mobil dengan keras sehingga membuat wanita itu terkejut dan diam dalam seketika. Hana menatapnya dengan berani. Bukankah harusnya saat ini dia yang marah? Lantas mengapa pria itu merasa memiliki hak untuk marah. Hana akhirnya mengalah dan masuk ke dalam mobil.
"Aku mau pulang ke Bandung," ujar Hana pelan.
Bhumi menghembuskan nafas kasar. "Momentnya nggak pas Na, nanti Ibu tahu kalau kita sedang berantem." Bhumi mencoba berbicara dengan tenang sekarang.
"Tapi aku nggak mau pulang kerumah kamu malam ini, aku nggak mau ada di dalam ruangan yang sama dengan kamu!"
Hening sesaat sebelum Bhumi kembali berbicara. "Kalau begitu aku tidur di kamar tamu,"
Tubuh Hana kembali bergetar, ia menahan airmatanya dengan sebelah tangan "Tapi aku mau pulang kerumah Ibu. Aku kangen sama Ibu," tangisnya kembali pecah.
"Besok kamu nggak kerja memangnya?"
"Itu urusanku!"
Jari telunjuk Bhumi mengentuk2 kemudi, berpikir sejenak "Oke, kita ke Bandung."
"Turunin di Stasiun Gambir saja, aku naik kereta."
Bhumi menggeleng, tidak setuju "Aku antar kamu,"
"Nggak mau!" baru kali ini Bhumi menghadapi betapa keras kepalanya Hana. eh tapi tidak, sebelum menikah pun wanita itu sudah keras kepala.
"Kalau begitu kita pulang! Aku suami kamu disini, aku yang memutuskan."
Hana melemparkan tatapan marah ke arah Bhumi lalu sepersekian detik dia membuang pandangannya ke arah luar jendela. Dia tidak perduli lagi sekarang, yang dia inginkan hanyalah pulang kerumahnya dimana disana ia selalu merasa aman dan terlindungi sejak kecil. Tidak ada yang membohonginya, tidak ada yang bersikap kasar, terlebih lagi tidak ada yang dengan sengaja menyakiti hatinya.
Duh, Hana... pantas kamu selalu naif dalam memandang kehidupan.
------Bersambung----
KAMU SEDANG MEMBACA
Bhumi Untuk Hana
RomanceBerawal dari seringnya Hana menutupi kebohongan Sheira dari kekasihnya Bhumi, membuat Hana harus terkena getahnya ketika Sheira justru lebih memilih selingkuhannya untuk dan mencampakkan Bhumi begitu saja. Bhumi yang tidak terima dicampakkan begitu...