Dua Puluh Satu

10.7K 721 30
                                    

Hana, mengaduk-aduk makanan khas sumatera barat dihadapannya dengan malas. Penampilan nasi rendang dengan sayur singkong dan kuah gulai harusnya mampu menggugah seleranya yang sejak pagi tadi belum makan apapun. Namun kenyataannya tetap tidak bisa menggugah selera makannya sampai siang ini.

Erika, tampak berjalan masuk melewati pintu kantin yang ada di lantai basement gedung tempat Hana bekerja. Hari ini ia menggelung rambutnya ke atas hingga menampilkan lehernya yang jenjang. Mengenakan jas semi formal motif kotak-kotak berwarna cokelat muda abu-abu tua berpadu celana jeans Eri selalu nampak modis dengan gayanya yang kasual dan acuh.

"Sorry telat, tadi agak lama cari tempat parkir mobil." Ujarnya begitu sampai. Hana menjawab dengan anggukan kecil.

"Aditya sudah ketangkap, lo sudah tahu soal ini?"

Gerakan tangan Hana yang mengaduk-aduk makanan terhenti, dan ia menatap ke arah Erika. Hana menggeleng sebagai jawaban. Erika menghembuskan nafas kasar, mengeluarkan vapenya yang langsung saja mendapatkan protes keras dari Hana.

"Gue lagi makan, Er, please."

Erika terkekeh pelan lalu memasukkan kembali vapenya, "Sorry, " ia berdeham kecil sebelum kembali berbicara "Suami lo itu si Bhumi, Gue rasa memang beneran sakit deh. Jadi tadi pagi gue telf dia kalau keluarga Aditya ini minta damai, ya memang sih enggak bisa begitu saja minta damai setelah bikin anak orang babak belur begitu. Cuma ya Gue ngerasa kalau dia itu sengaja nggak sih mau bikin si Adit itu masuk penjara?"

Hana, terdiam mengulum bibir bawahnya. Sebenarnya siapa target Bhumi? Sheira kah atau Aditya? Atau justru kami bertiga? Hana, membatin. Sedalam itukah ternyata sakit hatinya Bhumi? tapi bukankah selama ini semuanya terlihat baik-baik saja.

"Bener kata Lo dulu, dia itu Psiko kayaknya!"

Wajah Hana menunduk suram. Bhumi tidak seburuk itu. Meski kadang ketika marah emosinya memang meledak-ledak tapi pria itu tidak sejahat itu, Hana yakin kalau Bhumi bukanlah orang sekejam itu bahkan sikap Bhumi terlampau baik kepadanya. Bhumi sedikit demi sedikit mulai terlihat berubah dan mau menekan ego serta emosinya.

Lantas mengapa? Apa Bhumi masih belum dapat merelakan kejadian masa lalu?

"Jadi kasusnya mau dipanjangin? Sekarang Aditya nya dimana?"

"Masih di polres, masih tahap penyidikan. Ternyata hal yang benar-benar bikin Aditya naik pitam itu adalah,-" Eri menghentikan ucapannya sebelum menarik nafas panjang "Kemarin itu sebenarnya Sheira lagi hamil, dan akhirnya dia keguguran. Anak dalam perut Sheira itu ternyata bukan anak Aditya, menurut pengakuan dia di kepolisian kemarin begitu. Itu yang bikin Aditya akhirnya gelap mata."

Sepersekian detik Hana menahan nafas sebelum wanita itu menghembuskan nafas panjang. Kenapa jadi serumit ini sih cerita hidup Sheira? Kalau bukan anak Adit lantas anak siapa? Apa jangan-jangan? Hana menepis prasangka jelek itu dari kepalanya, ia mengusap wajahnya dengan kedua tangan sambil beristighfar berulang kali.

"Terus anak siapa Er?" tanya Hana

Eri, mengangkat bahu dengan acuh lantas berdiri "Gue pesan makanan dulu ah, lihat lo makan nasi padang jadi laper."


-----Bersambung----- 

Bhumi Untuk HanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang