DUA PULUH LIMA

3.4K 398 41
                                    

Hana, menahan debaran jantungnya yang kini rasanya berdebar begitu kencang. Ia masih duduk di atas kloset dengan alat test pack di tangannya menunggu hasilnya keluar. 1 tahun lebih mereka menunggu, setelah beberapa kali ia menelan rasa kecewa akan hasil yang diberikan oleh benda berbentuk tipis itu, kini meski masih samar namun mulai terlihat garis dua berada di tengah – tengah benda pipih itu.

Hana, terisak pelan. Sebelah tangannya menyentuh dadanya yang masih saja berdebar kencang. Hingga akhirnya garis dua itu mulai terlihat sangat jelas, airmatanya jatuh perlahan karena terharu. Ia hamil! Akhirnya setelah lebih dari 1 tahun menunggu ia kini tengah mengandung.

Hana, keluar dari toilet dan mencari ponselnya hendak menghubungi Eri karena sejak siang tadi wanita itu tidak sabar dan memaksanya untuk memeriksa sesegera mungkin. Namun sebelum sempat ia menekan nomor telf Eri, ia baru sadar bahwa bukan Eri yang seharusnya tahu hal ini pertama kali malainkan Bhumi. Hana, beralih ke nomor Bhumi namun ponselnya hanya berdering dan tidak mendapatkan jawaban.

Mungkin Bhumi masih di jalan, pikir Hana. Ia begitu bahagia hingga menyimpan alat test pack itu di dalam kotak acrylic bekas souvenir berisi gelas bergambar pernikahan teman – temannya yang masih ia simpan sampai sekarang. Hana, tersenyum sumringah tidak sabar untuk memberitahu Bhumi akan kabar bahagia ini dengan segera.

Hingga pukul 11 malam, Bhumi belum juga pulang. pria itu bahkan tidak memberi kabar kepadanya, ponselnya juga masih tidak diangkat ketika Hana menelfonnya beberapa kali. Firasatnya tidak enak, ia takut terjadi sesuatu dengan Bhumi. Hana kini mudah cemas. Ia baru menyadarinya sekarang. Ditengah pikirannya yang berkecamuk, terdengar suara deru motor masuk ke dalam halaman rumahnya. Hana lekas berlari ke depan pintu dan mengintip dari jendela. Itu Bhumi. Dirinya begitu tidak sabar untuk segera memeluk suaminya ini. Ia berlari ke arah dapur dan mengambil kotak acrylic dimana disana tersimpan hasil test pack. Bhumi membuka pintu dan masuk ke dalam rumah ketika Hana sedang berjalan kembali dari dapur menuju pintu depan bersama segelas air putih dan benda yang ia sembunyikan di belakang tubuhnya.

"Mas,..." panggil Hana sumringah, menyerahkan air minumnya. Bhumi menerimanya dan meneguknya dalam sekali tegukan dan setelah itu melewatinya masuk ke dalam kamar. Hana mengikuti langkah pria itu ke dalam kamar, Bhumi melepaskan jaketnya dan berjalan kembali ke arah kamar mandi.

"Mas Bhum," panggil Hana lagi dengan ceria.

"Hmmm,...." pria itu berbalik sekilas menatap Hana dengan acuh dan masuk ke dalam kamar mandi.

Rasa kecewa tiba-tiba menelusup ke hati Hana. Mungkin Bhumi lelah, atau mungkin ia sedang ada masalah pekerjaan. Pikir Hana. "Aku tadi beli sate kambing kesukaan kamu, aku siapkan di meja makan ya."

Tidak ada jawaban.

"Mas,..
"Enggak perlu Na, aku sudah makan barusan."

Bibir Hana mengatup rapat mendengarnya. Tapi benar juga, ini sudah pukul 11 lewat, tidak mungkin Bhumi menahan lapar sampai jam segini kan. Hana menghibur dirinya sendiri. "Kalau begitu aku masukin kulkas dulu ya, besok pagi dihangatin soalnya sayang kalau dibuang tadi aku beli banyak."

Bhumi tidak menjawab.

Mungkin malam ini bukan waktu yang tepat memberitahu pria itu. Dengan berat hati Hana menyimpan benda yang sejak tadi ia sembunyikan ke dalam laci lemari kamar mereka. Setelah Bhumi keluar dari kamar mandi sikapnya masih terasa acuh kepada Hana. Hingga pria itu berganti dengan baju tidur, tidak ada kata-kata yang keluar dari mulutnya.

Akhirnya Hana menyadari bahwa ada sesuatu yang tidak beres kepadanya. "Kamu habis lembur?" Hana memberanikan diri bertanya kepadanya.

"Enggak," Bhumi berjalan melewatinya kembali keluar dari kamar dan merebahkan dirinya di sofa panjang yang ada diruang tamu.

"Dari rumah Ibu?" Hana kembali bertanya.

Bhumi menatap Hana dingin "Habis bantu Sheira pindah kost an." Setelah itu menutup wajahnya dengan sebelah tangan. Bibir Hana seketika bergetar, mudah sekali bagi Bhumi berkata seperti itu kepada dirinya. Jadi sebenarnya dimana posisi dirinya saat ini di hati Bhumi?

"Kamu serius barusan sama kata-kata kamu?"

"Hmmm,..."

Hana, menelan ludah dan menahan amarahnya. "Sebenarnya apa sih aku buat kamu?" tanyanya pelan seolah berbisik, airmata sudah mengambang di pelupuk mata. "Jadi sekarang kamu mau balikan sama dia?"

Bhumi, menurunkan tangannya dan menatap ke arah Hana. wanita yang telah bersamanya setahun lebih itu kini terlihat lebih kurus dan lebih rapuh dibanding sebelumnya. Ia hanya terus menyakiti wanita itu selama ini. Mungkin Hana akan lebih bahagia bersama pria yang sejak dulu ia cintai.

Bhumi bangkit duduk dan masih bersikap acuh. "Kamu pasti sudah dengar dari Eri kalau Sheira dan Adit sudah berpisah."

"Lalu? Memangnya kenapa kalau mereka sudah berpisah? Kamu mau balikan sama dia dan,-- ninggalin aku?"

Bhumi mendongak menatap Hana, "Kamu tahu kan aku trauma dengan segala bentuk pengkhianatan, aku sulit percaya pada siapapun sekarang termasuk kamu!"

Dahi Hana mengkerut bingung dengan perkataan Bhumi, ia tidak mengerti. Bhumi menarik nafas panjang seolah sedang mengatasi emosinya saat ini. "Jadi pria itu dia? Dia yang pernah masuk ke dalam rumah kita, mengobrol santai denganku, mencicipi masakan istriku?" ujar Bhumi tenang "Ternyata adalah pria yang pernah dicintai oleh istriku selama ini."

Wajah Hana menjadi tegang dan mundur dua langkah kebelakang tanpa sadar. "Aku bisa jelasin semuanya sama kamu."

Bhumi, menggeleng keras "Buat apa? Kamu bahkan tidak meminta ijin dariku lebih dulu untuk bertemu dengannya. Sekarang aku tanya kamu balik 'dimana posisi aku di hati kamu'."

"Kamu tahu darimana? Eri?"

Bhumi kini bangkit, berjalan ke arah Hana hingga membuat wanita itu berjalan mundur dan menabrak dinding "Bukan itu yang terpenting saat ini, Na, bukan itu!" teriak Bhumi.

"Kamu dengerin dulu penjelasanku, Aa Imam hanya—"

BRUKK

Hana spontan menutup matanya ketika kepalan tangan Bhumi menghantam dinding berkali-kali disamping telinga Hana, hingga jari pria itu berdarah. Hana, memeluk tubuh Bhumi "Mas, berhenti! Please." Hana memohon dengan suara serak.

Bahu Bhumi terlihat naik dan turun, ia menarik dirinya menjauh dari Hana ketika menyadari Hana terpekik ketakutan. Kaki wanita itu gemetar dan jatuh terduduk, ia terisak hingga tidak sadar sebelah tangannya mencengkream dadanya sendiri. Dia tidak pernah mendapatkan perlakuan kasar ataupun melihat kekerasan di depan matanya, karena itu tiap kali melihat Bhumi hilang kendali seperti ini membuatnya begitu takut.

Hana masih terisak dengan keras hingga pandangannya terasa menjadi gelap dan ia terjatuh tidak sadarkan diri.


-----Bersambung---- 

Bhumi Untuk HanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang