Bab 2

405 68 1
                                    

Naka meregangkan ototnya. Laporannya kemarin malam sudah sampai pada editor dan dijamin bakal naik cetak setelah diperiksa. Naka sih berharap enggak perlu ada acara lembur lagi malam ini buat memperbaiki tulisannya.

Menjadi seorang wartawan sekaligus menuliskan laporan merupakan satu paket yang komplit. Menegangkan, merepotkan tetapi juga menantang.

Lulusan S1 ilmu komunikasi universitas negeri tersebut bekerja sebagai seorang jurnalis di sebuah Kantor Majalah nasional yang membahas soal politik, bisnis dan keartisan. Sebenarnya ada banyak lowongan kerja untuknya, termasuk kesempatan untuk menjadi seorang PNS tetapi ia malah memilih jadi seorang jurnalis dengan alasan lebih menantang dan memacu adrenalin.

Tak jarang ia harus mengalami luka cidera saat berburu berita kepada narasumber, tak jarang juga ia bersikap layaknya seorang stalker, dan meskipun perempuan berwujud mungil, nyatanya ia gesit dan cukup disegani di bidang pekerjaannya oleh rekan sejawat.

Jika pekerjaan sudah beres begini, Naka sangat rindu dua hal. Rokok dan segelas kopi panas. Hmmmm, pasti nikmat sangat.

Naka membuka laci di meja kerjanya, selalu ada stok rokoknya di kantor, ia tersenyum dan meraihnya. Merokok sebentar di balkon kantor pasti akan menyenangkan sambil menyeruput kopi panas. Naka tersenyum membayangkan nya.

Jika di rumah, ia tidak bisa melakukannya. Bakal habis ia di nasehati sang Bunda jika ketahuan merokok. Selama ini aja ia beralasan bau rokok karena teman-teman nya yang merokok suka berdekatan dengannya sehingga bau asap rokoknya di transfer.

"Emangnya uang di transfer..." Begitu ocehan sang Bunda.

Kalau diingat-ingat, ia bukan seorang perokok berat, ia juga mulai merokok karena lingkungan. Saat jenuh berburu berita, menungggu narasumber yang tak kunjung muncul ada seorang rekan menawarkan dia rokok. Awalnya ia menolak, tetapi lama-kelamaan ia pun ingin mencoba kegiatan yang bisa dilakukan saat jenuh menunggu.

Dan akhirnya mulai jadi kebiasaan meskipun dirinya bukan perokok berat yang bisa menghabiskan 2 sampai 3 bungkus perhari. Kebiasaan merokoknya cuma iseng. Ya iseng, tapi wajib, hihihi...

"Udah beres laporan loe?" Tanya Sugi rekan kerjanya sesama jurnalis yang meja kerjanya tepat di sebelah Naka.

"Beres dong." Ucap Naka.

"Mau gue pesenin kopi nggak? Dari Cafe JLV?"

"Ehm..." Naka masih berpikir. Ia memang berniat ngopi sambil menyesap satu atau dua batang rokok.

"Naka!" Panggil seorang pria membuat percakapannya dan Sugi terinterupsi.

"Ya mas Topan." Ucap Naka berdiri sigap.

"Ke ruangan saya sekarang." Perintah Pria tampan tersebut lalu meninggalkan Naka dan Sugi.

Naka menoleh pada Sugi. "Tugas lagi nih..." Ucap Naka menaikkan dahinya. Sugi memberikan dua jempol pada Naka.

"Gue pesenin loe kopi, ntar langsung ke balkon aja ya." Ucap Sugi yang sangat paham kebiasaan dirinya dan merupakan teman ngopi sejatinya di balkon.

Naka memberikan tanda Oke lalu mengambil note book di mejanya dan pulpen tentunya untuk mencatat tugas dari Pak Bos.

Gugup. Menghadapi pria tampan bernama Topan Erliandro benar-benar mengingatkan dia akan perasaan gugup saat menghadapi sidang skripsi. Bahkan kegugupannya melebihi hal itu.

Wajah tampan Topan, ketegasan pria muda tersebut dan wibawanya yang sangat membuat Naka berdebar dan terpesona benar-benar paket komplit. Ibarat kata diajak nikah sama Topan, dia pasti 'ayuk Mas'.

Naka menarik nafas dalam lalu menghembuskan nya perlahan sebelum mengetuk pintu ruangan Topan dan masuk setelah mendengar suara pemilik ruangan menyilahkan masuk.

Love Story (Naka & Libra)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang