"Bang... Please... Loe tolongin gue. Loe tinggal bilang, Bra, ntar si Naka wawancara eksklusif loe ya. Paling dia cuma ngintilin aktifitas loe sebulanan ini doank. Gitu aja cukup abang, ya-mau-ya bantuin adek sendiri..?" Naka merengek ke Fandi abangnya sambil memijat lengan pria itu.
Sudah hampir dua jam ia merayu sang abang agar mau bicara pada Libra untuk setuju diwawancarai olehnya. Pasalnya, Naka bingung sendiri kalo harus nemuin Libra secara langsung terus meminta persetujuan lelaki itu buat diwawancarai oleh kantor majalahnya.
"Itu kan urusan pekerjaan Nakayla... Loe hubungin dia langsung aja, dateng ke warung Martabak pusat, Cafe JLV, terus ajuin deh proposal kerjaan loe buat wawancara dia. Gampang kan?"
"Iya tapi gue bingung ngomongnya..." keluh Naka lagi.
Yess, Cafe JLV. Itu emang miliknya Libra. Dan sayangnya, produk mereka emang nikmat banget sih ya... Sampe-sampe ia sendiri pelanggan setia nya. Tapi nggak lah mungkin Naka cerita ke si Abang ya guys, apalagi ke si Libra.. meongggg... No lah yauw...
"Ck. Iya bang, gue tahu cafe JLV punya dia. Lokasinya juga gue tahu, nah yang jadi masalah adalah..." Naka terdiam. Ia tak tahu apa alasannya. Sebenarnya nggak ada masalah hanya aja dirinya yang rada males berhubungan dengan playboy satu itu.
Sudah tiga hari dari sejak ia setuju mengambil job buat mewawancarai eksklusif Libra. Namun ia bingung jika harus menemui dan meminta pada lelaki yang sebenarnya hampir tiap hari dateng ke rumahnya tersebut.
"Gue bingung bang ngomongnya." rengek Naka lagi.
"Ck-hah..." Fandi mengeluh. Ia menatap adiknya yang juga tengah menatapnya.
Naka manyun.
"Come on Naka... Dia cuma Libra loh." Ucap Fandi.
"Cuma? Bang temen loe itu anak konglomerat loh? Anak orang kaya raya yang tajir melintir. Dia juga Pengusaha muda sukses. Nggak ada satu Majalah atau seorang wartawan pun yang berhasil mewawancarai eksklusif dia. Dia cuma senyum tebar pesona and then say sorry. Thank you. See you. Cih..."
"Lah... Itu kan ceritanya di luaran sana. Ya kan elo kenal dekat sama Libra, elo tahu sendiri aslinya dia gimana? Dia sebaik dan se humble apa? Loe ngomong aja apa susahnya sih dek..." ucap Fandi.
Naka masih kesal. Ia berbaring di ranjang abangnya.
"Ya kan elo tahu gue setiap hari berantem sama dia kalau ketemu. Males banget bang sama dia. Untung aja sahabat baik elo, kalau nggak udah gue tendang dia jauh-jauh ke Benua Amerika, Benua Australia atau Benua Afrika." Ucap Naka.
Fandi menggelengkan kepalanya. Antara Naka dan Libra memang selalu ramai. Si Libra yang suka ngegodain adiknya, dan si Naka yang selalu nggak terima di candain.
"Sini gue ajarin ya Adek tersayang. Loe coba ngomong nya begini..." Ucap Fandi mengajari.
"Bra. Gue ada tugas buat wawancarain loe dari kantor. Wawancara eksklusif tentang keseharian loe, ini proposal nya. Nggak lama kok, cuma selama sebulanan deh. Loe mau ya...?"
"Udah tinggal ngomong gitu aja susah banget si Naka." kata Fandi lagi.
Naka menggaruk kepalanya yang tak gatal. "Ih abang susah bilangnya... Abang aja deh yang bilang. Bra. Naka mau wawancara dari kantornya kek, apa kek..." kata Naka lagi.
Fandi menarik nafas lagi. "Loe itu ya, sama-sama keras kepala sama si Libra. Yang satu ngotot minta gue yang ngomong ke Libra buat jadi narasumber, yang satu lagi ngotot supaya adek gue sendiri yang harus bicara karena ini masalah kerjaan bukan urusan pribadi. Terserah loe berdua aja deh." kata Fandi lalu beranjak dari ranjang tempatnya duduk dan meninggalkan kamarnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Story (Naka & Libra)
RomanceSequel MBA GARIS KERAS : BACAAN DEWASA "Gue bilang loe seksi..." ucap Libra serius. "Seksi? Cewek kayak gue, yang pake kaos oblong terus celana usang sama rambut berantakan gini loe kata seksi? Ha-ha-ha. Playboy tuh emang aneh ya? Kambing dibedakin...