TM 3

559 110 66
                                    

Hampir sebulan Je A tidak mengikuti alur kehidupan Baekhyun. Terakhir, yang dia tahu hanya tentang Baekhyun yang sudah menemui keluarga Kylen di Daegu untuk meminta restu. Selanjutnya, Je A tidak lagi berniat mencari tahu atau dia akan lebih terluka lebih dari saat ini.

Pria itu bahkan memblokir semua kontak di antara mereka. Entah apa yang pria itu katakan pada Kylen tentang berjaraknya hubungan mereka. Yang Je A tahu, Baekhyun serius tidak ingin mengenalnya lagi.

Senyuman kecut Je A terukir saat melihat layar ponselnya. Ada foto Baekhyun yang terlelap kelelahan setelah malam panjang mereka kala itu. Ya, Je A benar-benar sudah gila. Bahkan wanita itu sering menertawai dirinya sendiri akan kenyataan itu. Dia tidak percaya bahwa meski sekelebat, dirinya benar-benar pernah berniat menunjukan foto itu pada Kylen agar membenci Baekhyun.

Beberapa kali otaknya dikendalikan oleh niat buruk. Kemarahan dan kekecewaannya atas keputusan Baekhyun menikahi Kylen masih belum bisa dia terima dengan lapang dada. Ada begitu banyak pertanyaan yang mencoba menggerogoti hati Je A untuk semakin sulit mengerti akan keadaannya dan Baekhyun saat ini. Dan semua jawabannya adalah karena kehadiran Kylen yang membawa kesialan dalam hidupnya.

Air mata itu kembali lolos melewati pipi pucat Je A. Dia sangat merindukan Baekhyun yang selalu ada untuknya. Sejak Kylen ada, waktu Baekhyun sangat terbatas bersamanya. Rasanya sangat kehilangan dan Je A berusaha menerima itu hampir dua tahun belakangan. Awalnya dia pikir sanggup menerima kenyataan bahwa pilihan Baekhyun bukanlah dirinya, tapi memikirkan malam itu, ada yang keliru dalam diri Je A karena terbesit rasa senang di atas kesalahan yang fatal. Dia ingin Baekhyun hanya untuknya, bukan wanita lain, terutama Kylen.

"Je A?"

"Ya?" Sahut Je A sembari mengusap pipinya.

Seola menghela napas melihatnya, "Menangis lagi?"

Tidak ada jawaban dari Je A selain senyuman tipis di bibirnya.

"Manajer Kim memanggilmu di ruangannya."

"Ah." Je A mengangguk, "Aku akan kesana."

"Kau yakin bisa bekerja? Tidak ingin ijin saja?"

Je A menggeleng, lagi-lagi memaksakan sebuah senyuman sembari menyiapkan beberapa file yang sebelumnya diminta atasannya, "Aku harus profesional. Aku butuh makan untuk tetap hidup setelah patah hati."

Mendengar itu, Seola praktis menepuk kening Je A yang tertawa kecil, "Masih saja bisa bercanda. Sudah cepat kesana, sepertinya Manajer sedang dalam mood yang buruk. Sengit sekali rautnya."

"Auh, wajahnya memang seperti itu tahu!" Ujar Je A terkekeh kecil, lalu pergi meninggalkan Seola yang menggelengkan kepala.

Sudah makanan sehari-hari bagi Je A untuk meratapi nasibnya sebagai ketua divisi perencanaan dan harus menghadap langsung pada Kim Beom si Manajer Umum tidak ramah penguras emosi. Segalanya harus sempurna di mata pria galak itu. Jika ada yang tidak sesuai permintaannya, maka para karyawan terutama bawahannya harus siap mendapat tatapan tajam dan ucapan menohok sang dewa kegelapan perusahaan.

"Mana berkas yang aku minta?" Tanya Beom tepat saat Je A dia ijinkan masuk ke ruangannya.

Je A memaksakan sebuah senyuman dan menyerahkan berkas di tangannya, "Silahkan, Manajer."

Mata tajam Beom membaca setiap baris kalimat yang tercetak dalam berkas di tangannya. Selagi itu, Je A tengah menyiapkan telinganya mendapat omelan atau ucapan tajam seperti yang sering terjadi. Jika sudah dalam kasus begini, Je A harus siap merevisi berkasnya paling tidak dua kali sebelum benar-benar diterima.

"Kau bisa kembali ke ruanganmu."

"Ya?" Tanya Je A menajamkan pendengarannya.

Beom mengalihkan tatapannya dari layar komputer setelah menandatangani berkas dari Je A, "Kau perlu obat telinga?"

The Mistake (COMPLETE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang