Zraaf berjalan menyusuri koridor, kepalanya terasa penat memikirkan sejak kapan sang mbak yu memiliki seorang murid, ia luput di bagian mana sehingga tak bisa mengetahui gerak-gerik mbak yu nya.
Sebuah tangan kecil menutup mata zraaf yang masih berusia lima tahun.
"Lain kali jangan ceroboh."
Zraaf tak mengenali suara gadis yang tingginya tak jauh berbeda dengannya, zraaf yang masih kecil menunduk takut ketika emban di depannya sudah tak bernyawa, tapi badannya segera di balik menghadap anak kecil tadi. Zraaf tidak tahu apa yang terjadi antara anak itu dengan kepala pengawal karena segera setelah itu emban pribadinya menghampirinya dan membawa zraaf menjauh dari anak tadi.
Gadis kecil tadi pun berlalu bersama ibu pengasuhnya.
Semakin hari zraaf semakin sering melihat gadis itu, dengan pakaian yang terlihat seadanya dan terlalu biasa gadis itu terlihat seperti anak seorang emban tapi otak pintar zraaf menyadari tak mungkin gadis itu anak seorang emban.
zraaf berlari karena kesiangan masuk kelas bu rena, guru yang dibayar khusus untuk mendidik mereka sampai usia sepuluh tahun.
Zraaf tertegun melihat gadis yang tempo hari menolongnya duduk di salah satu bangku kelas tapi anehnya tak ada satupun saudaranya yang duduk disebelahnya.
"ibu rena…"
"Raden rara silakan duduk."
atensi semua saudaranya kini beralih padanya, tatapan sinis seperti biasa ia dapatkan ketika ia terlambat beberapa menit, tapi kali ini ada seseorang yang sangat acuh atas keterlambatannya seolah zraaf tak ada disana dan tak melakukan kesalahan apapun.
Zraaf mendudukan diri di samping gadis itu, ia semakin mendapat tatapan sinis dari saudaranya yang lain tapi gadis di sebelahnya tak berucap apapun, zraaf masih ingat betul suara anak itu.
sudah hampir satu tahun zraaf mengikuti anak itu termasuk ke kediaman anak itu.
"Raden Ajeng tak lelah dengan semua tumpukan buku ini? Nanti malam akan ada perayaan mewah eyang kakung yang buat raden ajeng akan ikut kan?" masih banyak celotehan yang zraaf keluarkan membuat kepala sang raden ajeng pening dan menatap zraaf tajam
"Raden rara, apa tak pernah ada yang menyuruhmu untuk menjauh dari ku?"
"Oh, banyak, eyang kakung dan eyang putri, ibu pertama juga mengatakan itu."
tatapan tajam zraaf terima tapi dia acuhkan begitu saja dan kembali membuka buku milik anak yang ternyata adalah mbak yu nya, satu-satunya putri dari ibu pertama.
rombongan eyang putri memasuki halaman kediaman lettice kecil —satu-satunya raden ajeng sekaligus penerus kepemimpinan keluarga.
tatapan eyang putri begitu tajam mengarah padanya lalu seorang emban yang dibawa oleh sang eyang menggendong zraaf dengan paksa membuat anak itu menangis sambil menjerit.
"sudah ku katakan berapa kali jauhi cucuku."
Sang eyang putri meninggalkan kediamannya.
"Ajarkan batasan pada anak tak tahu diri itu."
Barulah lettice mengalihkan atensinya saat sang eyang putri mengeluarkan aura mengancam yang sangat pekat pada ibu asuhnya, anak itu segera turun dari duduknya dan menghampiri sang ibu asuh yang tertunduk.
tiga bulan telah berlalu sejak kejadian itu zraaf baru saja terlihat kembali dan kembali mengusik kedamaian mbak yu nya.
"Raden ajeng yang selalu memberi ku obat kan? kata ibu setiap hari mbak yu mengunjungi ku, mbak yu tahu sekarang aku bebas mengunjungi mbak yu. mbak yu…. mbak yu… mbak yu…."

KAMU SEDANG MEMBACA
Our World
FanfictionSelamat datang di dunia kami! cara bertahan hidup paling benar adalah dengan tumbuh menjadi lebih kuat.