32. the thing untold

28 2 25
                                    

Mata kedua tamu tak diundang itu menatap tajam pada Lettice, sepertinya gadis ini terlalu banyak ikut campur.

“Raden Ajeng ini tak ada urusannya dengan anda.”

Lettice hanya mengangguk, Zraaf juga sudah ada disini dan yang mereka minta memang Zraaf bukan?

“Raden Rara, hadiah untuk anda atas perintah ayah anda, sebaiknya anda kembali atau semua orang yang ada dibawah naungan anda akan bernasib sama.” Ucap salah satu dari mereka sambil melempar kepala seorang perempuan yang telah terpisah dari badannya.

Mata Zraaf terbelalak, bukan hanya terkejut dengan apa yang ada dihadapannya dan ancaman yang ayahnya berikan.

“Hari ini memang ibu anda lain kali orang-orang yang anda beri donasi juga akan bernasib sama.”

Mendengar kalimat yang terlontar untuk Zraaf, Lettice tertawa terbahak-bahak, penggalan kepala yang ada dihadapan mereka bukan kepala dari wanita yang melahirkan Zraaf Hardjodiningrat, bukan sosok yang berusaha meminta keringanan hukuman untuk dirinya, bukan sosok yang mengaku memanfaatkan kecerdasannya untuk membesarkan Zraaf. Ia adalah ibu asuhnya, satu-satunya wanita yang selalu ada disisinya entah bagaimana kondisinya, sosok yang siap kehilangan nyawanya untuk tetap berada disamping Lettice, sosok yang beberapa hari lalu mengucapkan akan menunggu kepulangannya sama seperti yang selama ini ia lakukan, sosok yang siap menyambut kedatangan Orion— bahkan beliau terus menanyakan seperti apa anak yang menjadi desas desus akan menjabat sebagai Tuan Muda Hardjodiningrat yang berada tepat di bawah naungannya dengan kata lain— anak angkat Lettice, sayang beribu sayang beliau tak sempet melihat Orion.

“Kalian membuatku sakit perut.” Ucap Lettice sambil mengatur nafasnya, ia paham betul apa yang terjadi, dan sesuai perkiraannya tak mungkin ayahnya mengancam Zraaf, oh memang ada kemungkinan meski hanya sekitar nol koma sekian persen “kalian tahu siapa yang kalian penggal?”

Belum sempat keduanya berhasil menjawab dinding pelindung yang mereka buat hancur berkeping-keping bersamaan dengan datangnya seorang wanita yang menggunakan kebaya dan berlumuran darah, cahaya terang dari rembulan kembali menerangi pulau yang tadinya tertutup dengan ruang pelindung yang sangat pekat. Melihat wanita yang telah memasuki usia paruh baya yang berlumuran darah itu Lettice menundukkan kepalanya seolah menyesali segala sesuatu yang telah terjadi. Ia meremat jari jemarinya, meski menangis pun tak bisa Lettice tetaplah seorang anak yang memiliki hati nurani— dia telah bersiap untuk hari, bertahun lalu Lettice telah mempersiapkan segalanya, tapi melihat penampilan ibu Zraaf yang jauh dari kata baik meski masih bisa merusak dinding pelindung yang kuat— ia tetap merasa bersalah, tapi bukankah kesalahan ayahnya jauh lebih fatal?

“Apa ada yang selamat?” pertanyaan Lettice terlampau lirih, lehernya tercekik dengan kenyataan yang ia hadapi tanpa seorangpun membantunya.

“Tidak ada.”

Lettice mengangguk, pada akhirnya ia memang tak bisa melindungi siapapun.

“Kalian tahu apa yang harus kalian lakukan bukan?” ujar Lettice dan sekelompok orang bersembunyi— mereka membentuk ruang terpisah untuk para tamu dari luar negeri dan awakend korea selatan.

“Lunatic!” teriak Orion begitu melihat siapa yang berdiri dibelakang Lettice dengan menundukkan kepala penuh hormat. “Tuan muda, untuk saat ini mohon amati apa yang terjadi akan ada saat anda paham dengan apa yang terjadi.” Ucap seorang awakend dengan pakaian yang sama dengan Lettice dan yang tak bisa dipahami adalah Linn yang juga ditahan agar tak mendekati Lettice dan sosok itu menahan pergerakan Orion.

***

Tak lama ada beberapa orang yang datang mengejar ibu Zraaf lengkap dengan baju khas milik keluarga Hardjodiningrat terdahulu sama persis dengan yang Zraaf kenakan.

Our World Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang