PART 7

17 5 0
                                    

"Hei! Apa yang terjadi di dalam??" Inka dan Hugo bertanya dengan ekspresi penasaran yang amat tampak.

Dengan pikiran yang masih bertanya-tanya akan apa yang baru saja terjadi, aku menjawab sekenanya. "Ujian akhir...tentu saja. Ujian akhir sihir pembantu."

Inka berdecak. "Aku tahu itu. Maksudku, Oxen! Apa yang terjadi pada kalian?!"

Aku menunjukkan gestur sedang berpikir kemudian menggeleng. "Entahlah, kami baik-baik saja, kok."

"Atau mungkin hanya kau yang baik-baik saja. Dia terlihat gusar, kau tahu? Bagaikan orang yang rahasia nya hampir terbongkar." sambung Hugo.

"Begitukah??"

Inka menepuk pundak Hugo. "Kau lupa teman kita yang satu ini tidak peka dengan manusia? Anehnya lagi, dia juga seorang manusia. Gila!"

"Makhluk hidup lebih sulit dimengerti. Aku juga kesusahan untuk mengerti diriku sendiri. Jadi, masuklah segera kalian berdua. Dan, tolong jangan berlama-lama! Kau bilang ingin pergi ke gedung minor setelah menyelesaikan semua kunjungan ke gedung mayor." Telapak tanganku mengarah pada Inka.

"Oh, tidak perlu repot-repot. Aku bisa pergi bersama Hugo dan tetap merasakan kesetiakawanan mu. Lebih baik kau ke Cleaothes mengambil baju seragam." Aku termenung kemudian tertawa kecil miris.

Sungguh? Cleaothes? Tempat pengambilan seragam itu terletak di dalam kawasan hutan Ethergale seluas 10 hektar. Bukan membanggakan kekayaan sekolah, hanya saja, tidak ada yang tau jelas detail lokasinya. Cleaothes itu tersembunyi dan berpindah-pindah setiap saat. Tempat dibalik tempat yang terletak dibalik suatu tempat. Tidak ada yang pernah lupa cerita mengenai seorang kakak kelas yang kembali 2 hari kemudian sejak kepergiannya sebab tersesat dan tak kunjung menemukan letak Cleaothes itu. Tak bisa dibayangkan, dan tak seharusnya dibayangkan tetapi sayangnya aku punya pikiran yang masih berfungsi layaknya manusia pada umumnya.

"Oh, Shiya!" panggil Inka.

Aku yang sudah hendak pergi pun menoleh ke belakang. Inka memandangku kemudian menggeleng. "Tidak jadi. Toh, kau sudah biasa menjalani apa yang akan kau ketahui." Aku mengernyit. Apa-apaan sih? Kenapa rumit sekali pembicaraan semua orang hari ini?

Namun, tak lama kemudian, aku memahami apa yang Inka maksud. Beberapa anak satu angkatan melirik saat aku melewati mereka. Dari bisik-bisik mereka, aku menangkap satu kata saja yang amat cukup membuatku jengah. Oxen.

"Apa saraf kalian tidak merespon peningkatan suhu ini? Lebih banyak bicara akan menambah hawa panas siang ini. Dan, sangat tidak sepadan antara bertambahnya grafik suhu dengan kepentingan informasi yang kalian bicarakan." Semua orang mengenal siapa yang berbicara seperti itu. 70% bingung dengan maksudnya, 20% sama sama tidak tahu tetapi diam, dan 10% mengerti, paham juga terdiam.

Tapi, orang itu tak acuh. Dia berjalan, tak peduli apa saja yang ada di hadapannya. Dia bahkan melewatiku begitu saja seolah aku merupakan tembok yang biasa membatasi tiap ruang yang dilewatinya. Menyebalkan tetapi kenapa pula aku merasa seperti itu? Weirdo. Aku mungkin gila lebih dahulu bahkan sebelum mencari lokasi Cleaothes. Aku menatap beberapa pasang mata sebelum beranjak dari posisiku berdiri. Langkahku tertuju pada jalan menuju gedung perpustakaan karena kawasan hutan tepat berada dibelakangnya.

Seragam bitterblack ini sebenarnya dibuat masing-masing untuk murid. Pada akhirnya, jika lulus pun, hak miliknya akan jatuh ke tangan kami. Tetap saja, kepala sekolah tak mengizinkan tiap anak menyimpan seragam tersebut sendiri. Alasannya, lagi-lagi tak diketahui.

Bangunan sebelum perpus merupakan asrama. Dimana asrama putra di sisi sebelah kiri dan asrama putri di sisi sebelah kanan. Asrama ini terdiri dari tiga lantai dengan dominasi cat berwarna beige dan coklat. Meski begitu, kami bebas mengatur apa yang ada di dalam kamar ataupun menambak aksesori apapun asal tidak permanen. Sebab, saat pergantian tahun, kami harus pindah kamar. Murid tahun pertama berada di lantai atas, murid tahun kedua berada di lantai kedua dan murid tahun akhir berada di lantai dasar.

Jangan bayangkan murid Ethergale sebanyak murid sekolah manusia normal. Ethergale dikenal sebagai sekolah penyihir yang eksklusif sebab penuh fasilitas yang menyilaukan mata, begitu kata orang-orang diluar warga sekolah. Kenyataannya juga begitu sih, didalam lubuk hati, kami juga menikmati. Jumlah siswa memang cukup banyak, tapi tak sebanyak itu. Jumlah total siswa satu sekolah hanya 300. Berarti, 100 anak penyihir baik dari darah murni maupun campuran diterima disini tiap tahunnya. Yah, tidak terlalu ramai. Dan itu menjadi salah satu dari keseluruhan fasilitas yang diberikan, ketenangan.

Omong-omong, aku kembali berjalan di belakang mengikutinya bak anak ayam. Nyatanya hanya kami berdua lah yang sudah menyelesaikan seluruh tanggungan tugas dan hendak menuju Cleaothes sekarang. Yang lainnya masih berusaha untuk menyelesaikan tugas akhir.

"Tidakkah kau merasa bersalah, sudah membuatku menjadi pusat perhatian seperti tadi?" Aku benci harus membuka percakapan dengannya. Namun di situasi seperti ini, melakukannya bukan lagi menjadi pilihan.

Dia menghentikan langkah kaki, menunggu ku berada di sampingnya. "Untuk apa, nyatanya sudah begitu."

"Begitu..? Apanya yang begitu?!"

"Pusat perhatian. Kau memang begitu, kan? Lagipula kenapa harus peduli pada orang lain." jawabnya tanpa beban.

"Memangnya ada apa sih? Tadi." Yang ku maksud dengan 'tadi' adalah situasi saat berada di gedung kuning selepas ujian akhir. Percakapan canggung yang tidak berhubungan dengan tugas sama sekali. Tanpa memberi penjelasan mengenai ini, dia terlihat paham dengan apa yang ku bicarakan dari raut wajahnya.

"Apa gunanya kau tahu?" Jawaban yang menyebalkan.

Sekarang, kami sudah memasuki kawasan hutan Ethergale. Tanaman disini kebanyakan liar seperti rerumputan. Tanaman bunga berukuran kecil pun cukup jarang ditemui. Pohon juga kebanyakan bukan pohon berbuah melainkan pohon berukuran tinggi dengan lingkar pohon besar yang biasa dimanfaatkan hasil kayunya.

Oh! Aku tidak tahu para guru mengetahui hal ini atau tidak. Yang jelas, tiap Sabtu sore, kami semua suka bermain di hutan ini. Tidak jauh-jauh, hanya sepanjang gedung perpustakaan masih terlihat di sudut mata, jadi kami tak akan tersesat.

Hutan ini bagaikan kantor pos. Anak dari sekolah penyihir lain terkadang suka menjatuhkan surat-surat konyol mereka disini. Beberapa diantaranya berhubungan dengan romansa. Dan semua murid menikmati hal ini.

Plek!

Sebuah surat jatuh menggesek lenganku. Aku menunduk dan memungutnya. Sayang, aku sama sekali tidak memahami tulisan apa ini. "Apa sekolah lain belajar bahasa asing? Bahasa apa ini?"

Aku menyerahkan kertas itu pada Oxen. Ia membacanya kemudian meneriakkan 1-2 kalimat yang sepertinya menggunakan bahasa yang sama dalam tulisan.

"Kau seperti orang gila." ucapku yang tercengang melihatnya.

"Ada yang lebih parah diluar sana." Dia membuang kertas tersebut tanpa pikir panjang.

Aku memungut surat itu tanpa sepengetahuannya kemudian bersuara lirih. "Tidak mungkin ada yang lebih gila darinya."

***

Catatan penulis:
Buat konsisten tu... perjuangan banget ya..🙂🤌🏻
So yeah, i'm enough with this.
And, i hope u guys still like this!
💕👐🏻

ETHERGALE [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang