PART 32

4 3 0
                                    

"Huh?! Jadi, Oxen benar-benar menyukaimu??" Aku melotot dan mencubit lengan Inka. Kami berdua sudah menjauh dari kumpulan anak satu kelas dan sekarang berada di dalam toko buku tempat aku dan Miss Fyra bertemu dan membicarakan Oxen tadi sore.

"Entahlah. Dia menghindari topik pembicaraan itu maka lebih baik bagiku untuk melupakannya."

"Sepertinya benar kata orang-orang. Jika laki-laki menyukai perempuan, semua orang di sekitarnya tahu kecuali perempuan itu sendiri."

"Memangnya kau tahu dia menyukaiku?" tanyaku sembari memasang ekspresi sebal.

"Yah, secara pasti mungkin tidak. Tapi terlihat, bukan? Coba beritahu aku! Kapan, dimana dan bersama anak perempuan siapa, Oxen pernah berinteraksi tanpa bersikap dingin atau kaku selain denganmu?" Diriku membisu. Memang tidak ada, sih. Atau bisa saja diriku yang tidak pernah melihat.

"Tidak ada, kan?" tanya Inka dengan tampang begitu puas.

"Kau bertanya padaku. Jika pada anak yang lain mungkin mereka tahu. Lagipula memang hanya dia yang menjadi pusat perhatian ku di sekolah?"

"Memang ada yang lain?" Inka tertawa sementara diriku tersenyum kecut sambil menahan rasa gatal untuk menjitak, menoyor, atau melakukan kekerasan apapun padanya.

"Omong-omong, Shiya." Inka menggantung ucapannya. "Aku ingin memberitahu sesuatu tapi kau jangan heboh."

"Yang heboh jika diberitahu sesuatu kan dirimu." Decakan yang bersumber dari temanku itu mengundang kekehan kecilku.

"Aku menyukai Hugo."

Mataku berkedip beberapa kali.

BUGGG!!

Inka melotot setelah terkejut bukan main karena gebrakan keras antara tanganku dan setumpukan buku tebal. Seketika otak ku seolah berhenti memproses sesuatu. Aku bak orang linglung. Apa ini? Apa maksudnya? Aku sampai tidak bisa menghentikan gerak bola mata ku yang terus berputar 360 derajat karena kebingungan.

"Tapi dia sudah punya seseorang yang disukainya sendiri." Hasrat ingin mengumpatku begitu besar namun ku tahan mati-matian. Ada apa sih dengan kedua sahabat ku ini? Apa kami sudah benar-benar cukup dewasa untuk mengalami hal seperti ini?

"Siapa? Sebutkan namanya!!"

Hembusan napas panjang dan berat terdengar diiringi tatapan intens yang Inka lempar padaku. Aku balik menatapnya dengan keheranan. Beberapa detik kemudian, Inka memutar bola mata nya dan menunduk.

"Aku tidak mau membahasnya." ucap Inka dengan tegas.

Aku mengangguk mengiyakan. Biasanya aku mendesak untuk segera diberi tahu hanya saja untuk yang satu ini, aku tidak melakukannya. Rasanya tidak berenergi, mungkin diriku sudah cukup lelah hari ini. Aku juga tidak ingin membuat Inka tak nyaman dengan memaksa.

"Ayo, kembali berkumpul." Kami meletakkan kembali buku yang sempat diotak-atik tanpa dibaca sebelum keluar dari toko buku.

***

Anak-anak masih berbincang seputar ujian dan pengalaman selama dua hari ini. Aku yang memiliki hal sama dan lebih menghebohkan, memilih untuk diam. Sial, entah bagaimana aku harus mengurus hal satu itu. Shiya tak akan menuntut lebih, aku tahu. Tetapi dibalik itu pasti dirinya bertanya-tanya tentang banyak hal, dia memang begitu sejak aku mengenalnya. Untuk saat ini, diriku tidak bisa memberi kepastian karena aku saja masih ragu.

Kau tidak ragu. Kau melarikan diri lagi.

Suara siapa hendaknya dalam benakku? Pikiranku sendiri? Menyebalkan bagaimana cara berpikir mu menghantam dirimu sendiri. Kebenaran yang selalu kau sangkal pada akhirnya berbicara melalui jiwa mu. Ingin rasanya membanting kepalaku sendiri agar suara itu berhenti berbisik. Berhenti membuatku goyah.

"Selamat malam, anak-anak." Suara Miss Aimee menggema. Agaknya seluruh murid angkatan kedua sudah menyelesaikan tugas partner ini, mengingat biasanya pengumuman diberikan setelah semua anak mengumpulkan jawaban ujian akhir mereka.

"Aku dan semua guru Ethergale disini berharap kalian menikmati perayaan kecil dan berkumpul kembali bersama teman satu kelas. Aku akan membuat pemberitahuan ini menjadi singkat. Tugas terakhir kalian, bakarlah ruang ujian. Semoga berhasil dan selamat bersenang-senang kembali!"

Suasana hening sekejap. "Ahaha! Ada yang bersedia menyebar jerami? Aku siap untuk bagian menyalakan api." Eric, sang ketua kelas, tertawa miris dan membentur kepalanya pelan ke dinding tempat ia bersandar.

"Kalau begitu akan semakin banyak daging panggang yang tersisa. Haha, mungkin bisa jadi bahan sarapan jiwa kita besok pagi." Rhodes ikut menimpali sindiran untuk tugas terakhir ini.

"Sudahlah. Ini kan tugas untuk besok." Shiya datang bersama sahabatnya dari salah satu sudut. "Barangkali bisa untuk makan siang." Anak-anak melakukan rengekan jadi-jadian untuk merespon kalimat terakhir yang dilontarkan sementara aku menyembunyikan senyum kecil karena humornya.

"Ya, tapi sesungguhnya kita masih punya tugas untuk diselesaikan hari ini." Kami semua menoleh pada sumber suara, Petrine.

"Aku baru sadar beberapa menit yang lalu saat menyadari malam semakin larut. Dimana kita akan tidur?" Rengekan jadi-jadian yang tadi seolah menjadi tangisan nyata anak-anak satu kelas sekarang.

PUFF!!

Sebuah ranjang berukuran sedang lengkap dengan selimut dan bantal muncul tiba-tiba di ujung barat. Kami bertanya-tanya darimana agaknya benda itu sampai ketika Kyle menjunjung sedikit lebih tinggi tangan kanannya yang memegang tongkat dan teracung ke arah barat.

Kyle meringis. "Masalah selesai. Mari berharap tak ada yang sakit demam atau masuk angin besok pagi."

Begitulah kami berakhir tidur di luar ruangan; di sepanjang jalan dalam kota kecil ini. Beruntung, langit malam menghibur kami semua yang kelelahan dengan sinar terang dari bintang-bintang kecil yang bertebaran.

Untuk kali terakhir dalam hari ini, aku berlempar tatapan dengan Shiya yang berada jauh di ujung seberang sebelum berbaring dan terlelap.

***

Catatan penulis:
Everybody!!
Semoga liburan kalian tetap produktif, yeah.
Kagak klemar-klemar kayak cucian baju kering. (ups!)
Enjoy!!

ETHERGALE [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang