Bersyukur sekali aku masih bisa melihat dunia yang kadang terang kadang suram ini. Tepat setelah bangun dari tidur, dibantu sihir, aku membersihkan diri juga baju seragam bitterblack yang akan ku kenakan selama 3 hari berturut-turut. Aku agak ragu saat hendak membuka pintu kamar. Namun, pada akhirnya, aku keluar setelah menggenggam erat tongkat sihir di tangan kiri.
Oxen sudah berdiri di luar ruang perpustakaan dengan bersandar pada dinding yang sudah disingkirkan keberadaan tanaman merambatnya ke samping. "Pagi!"
Tidak sopan untuk berasumsi yang belum tentu tetapi sebenarnya aku sempat mengira dia akan mengomeliku lagi karena menunggu terlalu lama meski tak diminta. Aku masih menunjukkan ekspresi datar karena kejadian semalam. "Pagi." jawabku lirih. Salah satu sudut bibir Oxen terangkat dalam wajahnya yang menunduk tak terlalu dalam.
Kami keluar dari toko bunga untuk melakukan sarapan pagi ini. Matahari akan terbit sebentar lagi, terlihat dari awan yang sudah berwarna oranye. Menandakan waktu dimulainya hari ujian kedua akan segera tiba. Tetapi, kami tidak memedulikan itu dan lebih memprioritaskan sarapan terlebih dahulu. Kami juga makhluk hidup.
Aku dan Oxen memutuskan pergi ke swalayan. "Menu sarapanmu apa hari ini?" tanya Oxen dengan senyum mengembang. Aku tak terbiasa melihat dia yang ramah. Aneh rasanya.
"Sereal saja."
"Dengan berry?"
"Tidak." Lalu dia mengambil sekotak sereal, dua kaleng susu, serta dua botol mineral. Oxen yang menenteng barang itu selama kami mengitari jalanan hingga memilih untuk memakannya di sebuah kedai. Laki-laki itu bahkan tak membiarkan diriku menyiapkan sarapan sendiri.
"Ada apa denganmu?"
"Aku belum mendapat gangguan pagi ini. Berhentilah merajuk. Ini sogokan." ucapnya sembari menyodorkan semangkuk sereal. Aku menggeleng kepala tercengang.
Dia menggosok kedua telapak tangannya. "Aku minta maaf, untuk semalam."
Seketika aku merasa tidak enak. "Hei, kita berdua tahu itu hanya bercanda."
"Tapi sepertinya aku keterlaluan. Kalau tidak, kau pasti sudah aktif membuatku jengah pagi ini." Kembali ke setelan awal, menyebalkan.
"Kau pasti merasa tak lengkap, ya? Sejujurnya, aku juga merasa tak hidup kalau tidak mengajakmu bertengkar. Tetapi, lepaskan tentang semalam dan buat pertengkaran baru lagi nanti. Sekarang, ayo kita sarapan." ajakku sembari meraih sendok sereal yang sudah berlabuh dalam mangkuk. "Ngomong-ngomong... terimakasih. Untuk sarapannya." Aku menyunggingkan senyum ringan andalanku.
Tanpa bisa ku perkirakan, tangan Oxen cepat menghampiri dan hinggap dengan sentilan di dahi ku. Mungkin tidak terlalu berenergi tapi cukup membuat tulang tengkorak ku seolah tersengat listrik untuk beberapa detik. "Dasar rubah kecil. Kau baru tersenyum kembali setelah aku melakukan pelayanan sedemikan rupa."
Jari ku mengelus bagian dahi yang berdenyut. "Akan jadi cerita yang menarik kalau Oxen yang paling dingin ini pernah menyiapkan sereal untuk ku. Bayangkan betapa hebohnya Ethergale?" goda ku.
"Bayangkan betapa repotnya dirimu yang semakin menjadi pusat perhatian." balasnya. Ah, benar juga. Anak pintar satu ini selalu bisa membalas ancaman kecilku. Aku tersenyum kecut, mulai menikmati sarapan.
Selepasnya, kami mulai membicarakan kembali mengenai penyelesaian tugas kedua. "Sepertinya kita perlu berkeliling kota lagi untuk menghitung seberapa banyak lentera yang ada dan berapa jaraknya. Terlepas dari kita tidak menggunakan opsi solusi yang kau ajukan kemarin, kita tetap butuh data ini, kan?"
"Iya. Kalau begitu, ayo." Kami berdua membereskan sampah yang ada serta membersihkan meja yang telah digunakan.
Meski baru sehari, aku merasa sudah bisa menghapal tiap detail jengkal kota ini. Sebab, tiap toko begitu unik dan mudah dibedakan dari toko yang lain. Contohnya toko permen bernuansa biru dengan ikon beberapa butir animasi permen berwarna terang pada papan namanya yang bersebelahan dengan penatu bernuansa oranye polos tanpa hiasan apapun.
Tentu saja, kami tak sekadar lewat. Beberapa diantaranya seperti toko coklat, toko buku, kedai kecil, toko barang antik, bahkan toko pernak-pernik kami kunjungi. "Sadarkah kau? Kita seperti burung dalam sangkar tiap kali ujian akhir tahun. Sebenarnya setiap hari, sih, kita dikurung di dalam Ethergale. Hanya saja karena saking luasnya dan kita punya kebebasan untuk kemana saja yang kita mau, jadi tidak terasa begitu terkurung."
"Kita juga diperbolehkan mengunjungi deretan toko dan pemukiman kecil yang berada di dekat Ethergale. Apakah kita harus protes karena ujian ini merenggut kebebasan kita?"
Aku tersenyum dengan pikiran melayang. "Pemikiran adalah kehidupan. Kalau pemikiran bebas, maka hidup pun bebas. Jadi, sepertinya hanya perlu mengelola pola pikir masing-masing."
Oxen memutar bola matanya. "Baiklah. Mari patuh pada gadis pintar yang ternyata juga bijak ini." Aku meninju lengannya pelan. Entah bermaksud baik atau tidak, semua yang keluar dari mulutnya selalu terdengar seperti meledek bagiku. Meski begitu, aku tahu pada beberapa aspek dia sungguhan mengakui kehebatanku.
"Ngomong-ngomong, kita sudah kembali ke kedai ujung yang bersebelahan dengan toko barang antik di sisi kanannya dan berseberangan dengan penatu di sebelah kiri, di mana berselang 1 bangunan toko buku terdapat toko bunga yang menjadi tempat tinggal kita di kota ini dengan toko pakaian berada paling ujung yang mengarahkan kita ke hutan liar, tempat semula kita datang."
Alis sebelah kiri Oxen terangkat. "Kau mau setoran hafalan peta pada Miss Fyra atau bagaimana? Tidak sekalian kau menjelaskan ada apa saja pada tiap sudut dalam toko barang antik, kedai kecil, penatu, toko buku, toko bunga dan toko pakaian itu??!"
"Kau mau mendengarnya? Aku siap—"
"Tidak. Terimakasih, simpan saja untuk dijadikan laporan pada Miss Fyra." Aku menyunggingkan senyum lebar. Selain bertengkar, berhasil membuat jengah satu sama lain sudah menjadi kegiatan wajib bagi aku dan Oxen tiap harinya.
"Tidak perlu, teman-teman. Aku sudah mendengarnya. Ratu Kegelapan kita memang luar biasa." Sebuah suara menyahut dari seseorang yang berpakaian memadukan warna biru dan merah muda yang membuat penampilannya seolah bertema pastel. Dia mengenakan sepatu ber-hak cukup tinggi hingga membuatnya nampak sepantaran dengan remaja berumur 16 tahun sepertiku.
"Miss Fyra." Aku menyapa kemudian melakukan salam penghormatan bersama-sama dengan Oxen.
"Tidak ada pemberitahuan terbaru yang kita lewatkan, bukan?" tanya Oxen sembari menatap padaku. Aku menggeleng.
"Ini sebuah kejutan. Atau mungkin tantangan. Yang jelas, aku menjamin kalian akan menyukainya!" ucap Miss Fyra penuh semangat. Wajahnya berseri-seri seolah akan menunjukkan sesuatu yang begitu luar biasa.
Berlawanan dengan itu, Oxen seolah tak nyaman. Ia membuang muka dan menghindari bertatapan dengan Miss Fyra. Aku yang merasa canggung hanya menatap keduanya secara bergantian dengan perlahan. Diriku adalah anak kecil yang tak tahu dan tak bisa berbuat apa-apa diantara orang dewasa ini.
***
Catatan penulis:
Siapa yang inget kejadian di part 6??
Hiya, jadi akan segera di-spoil dan diperjelas, AS SOON AS POSSIBLE!!
Hehe, stay tune all!!!
KAMU SEDANG MEMBACA
ETHERGALE [COMPLETE]
FantasyDunia ini... Terlalu membosankan untuk dianggap serius. Terlalu berbahaya untuk dianggap menyenangkan. Setidaknya aku tahu keduanya akan selalu seimbang takarannya. Tapi, sepertinya spesial untuk penyihir. Makhluk yang dianalogikan terbungkuk dengan...