Semua anak sudah berkumpul dan mulai mengambil posisinya masing-masing untuk makan siang. Meski begitu, aku masih sibuk memandang kesana kemari mencari seseorang. Ya, gadis itu, Nona nomor dua.
Aku menghampiri sahabat terdekatnya. "Inka." Anak perempuan itu tampak terkejut setelah ku sebut namanya. "Dimana Shiya?"
Ia menoleh kesana kemari. "Aku tidak bersamanya selepas kita dari hutan. Oh, Hugo! Dimana Shiya?"
Anak laki-laki itu juga melakukan hal yang sama, mencari kesana kemari. "Aku tidak tahu."
"Kau ada perlu dengannya?" tanya Inka yang membuatku sedikit gugup. Entahlah, aku hanya mencari gadis itu tanpa keperluan apapun. Aku.. hanya ingin melihatnya.
"Ya. Ada sesuatu yang perlu ku bicarakan." balas ku yang berkebalikan dengan batin. Sekilas, aku melihat sudut bibir Inka terangkat lalu turun kembali seolah berusaha menyembunyikan ekspresi tertentu.
"Teman-teman, ada yang tahu Shiya dimana?!!!" Teriakan tiba-tiba dari gadis di depanku ini membuatku terperangah sembunyi-sembunyi. Sekarang, aku tahu darimana sikap gila yang Shiya dapat, sahabat dekatnya ini.
"Ah iya, Shiya bersama Eric tadi. Mereka bilang akan segera menyusul untuk makan siang. Tetapi, mereka memang cukup lama, sih. Perlukah kita mengecek?" sahut Petrine.
Lingkungan yang disebut ruang ujian ini tidaklah besar jadi mereka seharusnya mudah untuk ditemukan. Semua anak berpencar ke sisi mana saja namun tak ada tanda-tanda salah satu dari mereka menemukan Shiya ataupun Eric.
"Shiya!!"
"Eric!!"
Teriakan dua nama itu tak henti-hentinya diserukan sampai sebuah teriakan dari seorang anak menghentikan kami semua. "Hei, kalian!! Darimana saja?!!"
Kami semua menghampiri sumber suara dan mengenali tempat itu sebagai tempat pertama kali kami berada di ruang ujian ini. "Tunggu, apa kalian baru saja muncul?? Kalian kembali dari suatu tempat?? Saat kami bertiga datang dan melewati tempat ini sebelumnya, tak ada kalian berdua di posisi kalian sekarang ini, loh!"
Shiya dan Eric bertukar pandang. "Tidak—"
"Kami datang dari pojok hutan!" Shiya memotong ucapan Eric.
Semua anak memandang mereka berdua dengan tatapan menyelidik. "Ya, maksudku kami tidak kembali dari suatu tempat yang jauh seperti yang ada di bayangan kalian. Masih di lingkup ruangan, atau dunia ini."
"Kenapa aku tidak mendengarkan langkah kalian bergesekan dengan daun kering?" Rhodes menambahkan.
"Kalian kan ada disini!" jawab keduanya kompak. "Kalian semua berpencar menimbulkan suara gemerisik masing-masing. Memangnya kau bisa membedakan mana suara langkah kaki milik kami berdua dan mana suara langkah kaki milik kalian? Sama saja, bukan?" Shiya memberi penjelasan lebih lanjut diiringi anggukan setuju oleh Eric.
Anak kelas puas dengan jawaban itu kemudian kami kembali ke tengah-tengah persimpangan kota kecil, tempat kami makan siang bersama. Aku tak mendapat tempat duduk di samping Shiya jadi biarlah nanti ku lakukan saat diskusi tugas. Jika mereka memang masih berada di ruang ujian ini, seharusnya mereka mendengar dan menjawab terlebih dahulu sebelum menghampiri dan bertemu salah satu dari kami. Anak kelas melewatkan hal itu, tetapi aku lebih memilih menanyakan secara langsung kepada subjek yang dituju daripada di hadapan khalayak ramai.
Aku menghampiri gadis itu saat makan siang selesai tetapi ia bangkit dan menghampiri Kyle dan bertanya apa dia bisa bergabung dan duduk di tempatnya. Bangkit, aku pergi ke samping kanan tempat duduk gadis itu dan ia bangun kembali dari duduknya.
"Disini suara Eric tidak terdengar, aku akan duduk lebih dekat dengannya." Gadis itu duduk tepat di samping Eric.
Apa dia sedang menghindari ku? Kenapa? Aku tak berbuat apapun, terlepas dari pertengkaran yang terakhir. Kami pun bersikap biasa saja. Lebih tepatnya, melupakan. Dan, Shiya tak akan mengungkit suatu hal jika orang lain tak mengungkitnya lebih dulu. Dia juga tak berperilaku berbeda seperti menjaga jarak, atau mengurangi interaksi setelah terjadi pertengkaran.
Aku menatap gadis itu sesaat sembari bertanya-tanya. Adakah perilaku nya saat ini berhubungan dengan kepergiannya dengan Eric tadi? Agaknya begitu. Mungkin Eric mau berbagi sesuatu jika aku bertanya pelan-pelan nanti.
"Perhatian, teman-teman!" Eric mulai membuka diskusi. "Jika kita telaah dengan jalan pikiran sekali proses, tugas membakar ruang ujian ini tentu tidak masuk akal. Karena jika ruangan ini dibakar, bagaimana dengan keberadaan kita?"
"Ini seperti penyerahan korban untuk sesembahan. Haha!" Rhodes mendapat lirikan tajam setelah melepaskan perkataannya.
"Pasti ada makna implisit dari tugas ini. Sedari awal, memang begitu, bukan?" Shiya bersuara.
"Memangnya begitu??" tanya Petrine dengan ekspresi terkejut.
"Memangnya bagaimana?"
"Ya ampun.. Kami, atau mungkin hanya aku, mengartikannya secara eksplisit saja. Saat diminta mengumpulkan bunga Rocket, aku mengumpulkan bunga Rocket yang asli. Saat tugas partner, kan kau dan Oxen yang menarik kami kesini. Lagipun tak ada pemberitahuan apakah jawaban yang kita kumpulkan itu benar atau salah." Percakapan dua gadis ini membuat yang lain menjadi bingung.
"Jadi, harus diartikan secara eksplisit atau implisit?" Suara baru muncul. Hugo.
"Entah, tetapi sepertinya kali ini secara implisit."
Kebetulan Eric melemparkan pandangannya padaku. Segera ku buat isyarat yang meminta nya keluar dari kumpulan bersama ku. Eric menangkap isyarat yang ku maksud. "Kalian bisa mencoba memikirkan nya lagi untuk sekarang. Aku perlu waktu sebentar untuk merespon panggilan alam."
"Aku ikut." sahut ku.
Kami berjalan ke arah hutan dan berhenti di sisi yang tak terlihat dari jangkauan mata anak-anak kelas. "Kemana perginya Shiya dan dirimu tadi?"
Eric mengedarkan pandangan seolah memastikan kembali bahwa tidak ada siapapun yang berusaha untuk mencuri dengar, lihat, atau tahu percakapan ini. "Aku percaya padamu, juga karena ini berhubungan denganmu. Kami kembali ke Ethergale."
"Untuk apa?"
"Sebenarnya aku tidak diperbolehkan tahu. Aku ikut hanya untuk menemaninya dan diingatkan kembali untuk mengarahkan dan menjaga kelas selalu. Aku berada di ruangan Miss Aimee untuk menunggu Shiya tetapi aku sempat mencuri waktu untuk keluar dan mencoba mencari tahu. Dia bertemu seorang wanita yang masih cukup muda dan cantik dan aku sangat terkejut saat Shiya memanggil wanita tersebut. Wanita itu ibu mu!"
Eric menekankan kalimat terakhir yang sebenarnya tak perlu untuk dilakukannya sebab dengan intonasi apapun, aku akan tetap terkesiap mendengarnya. Tujuan ibu saat bertemu seseorang sangat jauh dari apa yang mereka bicarakan di pertemuan tersebut. Untuk tujuan apa ibu menemui Shiya?
***
Catatan penulis:
Ahdjshsh..
Aku suka nulis dari POV karakter cowok.
Nulis sendiri, baper sendiri.
(Aakkkk!!!!)
KAMU SEDANG MEMBACA
ETHERGALE [COMPLETE]
FantasyDunia ini... Terlalu membosankan untuk dianggap serius. Terlalu berbahaya untuk dianggap menyenangkan. Setidaknya aku tahu keduanya akan selalu seimbang takarannya. Tapi, sepertinya spesial untuk penyihir. Makhluk yang dianalogikan terbungkuk dengan...