Hutan yang kering total ini amat tak terurus. Dominasi pohon Cheewat Giant yang pada dasarnya melekuk bebas pada rantingnya, menimbulkan suasana mencekam dengan membentuk pola-pola aneh yang menakutkan begitu ku amati sesuai pemikiran intrusif ku. Ditambah, sinar matahari yang belum masuk bebas, bahkan belum ada. Hanya sinar temaram dari rembulan berbentuk separuh yang berhasil masuk hingga ke permukaan tanah. Imajinasi siapapun akan menggila liar di tempat seperti ini.
Dengan kondisiku sebagai penyihir pemula yang sedang menghadapi ujian, bisa saja selama melaksanakan tiap poin penyelesaian, aku mendapati rintangan seperti melawan binatang buas yang ternyata sedari tadi sudah mengintai dari semak-semak. Atau bisa juga seseorang datang dari arah mana saja, diutus untuk memberi perlawanan dan menguji seberapa jauh kemampuan sihir ku. Yang jelas, seluruh panca indra ku sangat amat waspada untuk kemungkinan apapun sekarang. Mode antisipatif akut diaktifkan.
Selama berjalan, sesekali ku sentuh batang pohon raksasa itu. Tekstur kasar teraba jelas pada batang utama yang memiliki lingkar diameter lebih dari 1 depa manusia. Fisiknya berbentuk gulungan gelombang bak lava dingin yang menjadi lahar dan memadat dengan mempertahankan bentuk alirannya. Mungkin karena lama terkena serangkaian cuaca, beberapa pohon raksasa ini terkelupas kulit kayunya hingga menunjukkan rupa kayu bagian dalam yang berserabut lebih halus. Jiwa petualang alam ku sedikit menjinakkan imajinasi liar yang sebelumnya berkuasa.
Sesekali, terlihat tupai dan burung-burung pelatuk berlalu-lalang disekitar ku. Burung-burung hantu bersahutan dengan kawanannya. Kelelawar pun tak kalah berisik mengeluarkan suara seperti gemericik. Seluruh suara ini lengkap dengan gemeretak ranting kecil yang patah ketika ku injak.
Begitu matahari mulai menyembul dari ufuk timur, aku sudah keluar dari kawasan hutan kering dan menemukan tanda-tanda kemungkinan keberadaan manusia. Sebuah kota kecil dengan beberapa toko yang berjejer. Sebenarnya tak pantas disebut kota karena ini hanya sepetak tanah yang terlalu luas untuk disebut sepetak dan terlalu kecil untuk disebut kota, dimana berdiri beberapa bangunan dengan jalan membentuk persimpangan 4 arah yang keempatnya mengarah kembali pada hutan kering tadi dari sisi yang belum aku jamahi. Dan, aku merasa ini tak patut pula disebut sebagai desa sebab arsitektur bangunannya yang sudah cukup modern dan menggunakan batu-bata. Bukan lagi dari bahan alam seperti bambu, kayu, ataupun ijuk.
Aku mengelilingi kota kecil ini melewati area pejalan kaki yang cukup luas. Tak ada kendaraan apapun yang nampak dari sudut mata ataupun melintas, mungkin karena kebutuhan penduduk kota ini cukup dijangkau dengan jalan kaki dan berpindah dari satu toko ke toko yang lain. Namun, semakin aneh saat aku menyadari bahwa tidak ada yang menjaga toko-toko ini sama sekali. Aku sempat melewati toko roti lalu mengintipnya dari jendela kaca sekaligus etalase, nampak roti yang terpajang disana terlihat baru juga layak untuk dimakan. Bahkan bau yang khas dari pemanggangan roti, samar-samar masih tercium. Aku memutuskan untuk memasuki toko tersebut.
"Halo."
Hanya suara angin yang terdengar di telinga ku.
"Permisi. Apa ada orang disini??"
Tidak ada yang menjawab. Aku pun akhirnya mengunjungi tiap etalase dan mengambil sepotong roti croissant dan cinnamon roll.
"Maaf sebelumnya. Aku belum sarapan untuk pagi ini. Dan aku tidak punya apa-apa untuk dimakan. Jadi, maaf aku mengambil barang dagangan mu tanpa meletakkan sepeser keping uang pun sebab ... Aku pun tak punya. Aku berharap kita bisa bertemu di suatu waktu sehingga aku bisa membalas kebaikanmu. Terimakasih banyak karena telah membantu ku."
Aku berdiri di tempat, menengok kesana kemari berharap mendapat jawaban tertentu. Mata ku mengerjap beberapa kali, mendapati kesunyian sebagai respon. "Aku seperti orang gila yang meracau sendirian."
Langkahku terarah pada pintu keluar toko dan berhenti mendadak saat tanganku hampir menyentuh gagang pintu. "Bahkan yang terakhir pun, aku bicara sendirian. Ya ampun, sekarang juga. Baiklah, anggap saja aku gila. Sebentar lagi mungkin mencapai level akut."
Aku duduk pada bangku yang tampak seperti bangku taman tetapi terletak di tengah area pejalan kaki dan bersebelahan dengan pohon rindang yang tak ku ketahui jenisnya. Terlihat mirip dengan pohon buah persik tapi aku tak yakin.
Dua roti ku habiskan dalam waktu singkat sebagai sarapan lalu berjalan menuju swalayan kecil yang berjarak cukup dekat untuk mengambil minuman. Waktu sarapan memberi rehat yang cukup hingga kaki ku yang awalnya kaku dan terasa mulai kram perlahan melemas dan terasa lebih baik. Sebagai gantinya, rasa kantuk ku datang kembali. Aku pun membasuh muka menggunakan air mineral yang ku ambil sebanyak 2 botol. Kali ini, aku hanya izin tanpa menjelaskan hal apapun sebab pada akhirnya, tak ada yang membalas omonganku.
Selembar saputangan ku ambil pula dari swalayan. Sungguh, seolah semua yang ada di kota ini ialah persediaan barang-barang milikku yang bebas ku ambil sepuasnya kapanpun aku butuh. Sehabis mengeringkan wajah, aku kembali duduk di bangku sebelumnya.
Sekiranya, yang lain berada dimana, ya? Eh, tunggu! Jika aku di ruang ujian ini sendiri, mungkinkah yang lain juga berada di ruang entah dimana sendirian pula? Betapa luar biasanya guru Ethergale yang menempatkan 300 siswa di tempat yang berbeda. Tentu saja ujian akhir tahun tiap angkatan dilaksanakan dalam tempo dan hari yang sama. Kalau dilaksanakan secara bergilir akan memakan waktu yang lama sekali. Sangat tidak efisien dan sangat tidak cocok dengan prinsip sekolah Ethergale.
Sedari dulu, aku bertanya-tanya bagaimana mereka memilih tempat sebanyak itu? Atau Ethergale memiliki tempat sebanyak itu? Apakah kawasan Ethergale lebih luas lagi dari yang ku ketahui? Ataukah ini hanya ilusi semata hasil dari sihir? Aku merinding membayangkan diriku berada dalam tempat ketidaknyataan.
Seketika pikiranku melayang kembali pada ingatan satu tahun yang lalu. Pelaksanaan ujian akhir tahun untuk murid angkatan pertama.
***
Catatan penulis:
Wah...
Kayaknya ini jadi part dengan dialog paling sedikit dari total keseluruhan 13 part yang udah di-publish.
So proud of myself! 💃🏻
Enjoy, you guys!!~
Have a good day, always!~
KAMU SEDANG MEMBACA
ETHERGALE [COMPLETE]
FantasyDunia ini... Terlalu membosankan untuk dianggap serius. Terlalu berbahaya untuk dianggap menyenangkan. Setidaknya aku tahu keduanya akan selalu seimbang takarannya. Tapi, sepertinya spesial untuk penyihir. Makhluk yang dianalogikan terbungkuk dengan...