Sekembalinya aku dan Eric, semua anak sudah berpencar entah kemana. "Kami memutuskan untuk bubar. Mungkin dengan mengalihkan pikiran pada hal lain dan melihat sesuatu baru, kami bisa menemukan arti implisit tersembunyi dari tugas ini." jelas Shiya.
"Kalau begitu, aku hendak menyusul teman-teman ku." Tanpa menunggu respon ku atau Shiya, Eric pergi mencari keberadaan temannya.
Aku menatap gadis itu dalam-dalam seolah dengan begitu ia tak bisa pergi ataupun menghindar. Tangan ku meraih lengannya, membuat gadis itu yang sebelumnya memandang kepergian Eric beralih melempar tatapannya pada ku. "Aku perlu berbicara denganmu."
"Aku juga" balas nya. "Ke hutan, tempat dimana aku dan Eric kembali saja. Toh, aku yakin Eric sudah memberitahu mu tentang kepergian kami, bukan?" Aku mengangguk.
Shiya bersandar pada salah satu pohon setelah memastikan tak ada serangga ataupun ulat yang bertengger di sana. Gerak-geriknya membuatku terkekeh. "Serangga itu—apalagi mereka yang berhabitat di kayu–sungguh berbisa. Lebih daripada ular, mereka menggigit tapi tubuh kita tak secara langsung menunjukkan reaksi. Tahu-tahu, sel imun kita berperang melawan racun dan kita jadi sakit. Licik sekali."
Dengan bersandar pada pohon di sebelahnya, aku berdiri menghadap Shiya. Tersenyum akan penjelasannya. "Bagaimana pertemuan dengan ibu ku?"
"Kau mengkhawatirkan siapa?" Pertanyaan itu bagai pedang yang menusuk dari belakang dan menembus organ jantung ku.
"Atau, kau mengkhawatirkan apa?" Gadis itu tak gentar menatapku dengan berbagai pertanyaan mengintimidasinya.
"Bukankah aku seharusnya menerima jawaban?"
"Kami membicarakan pertemuan terakhir 10 tahun yang lalu, keseharian masing-masing, dan dirimu. Aku yakin itu yang ingin kau ketahui." Aku mengangguk kemudian menyadari satu hal yang asing.
"Pertemuan 10 tahun yang lalu?"
Shiya mengangguk. "Kau pikir kita baru bertemu pertama kali saat di Ethergale? Yah, mungkin bagi mu begitu. Tetapi aku sudah pernah melihatmu sebelumnya. Aku datang ke rumahmu waktu berumur 6 tahun. Kita hampir berkenalan tapi kau tidak mau."
Ingatan ku terlempar menuju saat 10 tahun yang lalu. "Aku ada janji untuk berkuda dengan pamanku tetapi dia tidak bisa menepatinya padahal dia sudah sering kali mengundur jadwalnya. Itu membuatku cukup kesal dan aku tidak ingin melampiaskannya pada siapapun yang aku temui." Gadis itu menggumam kata 'oh'.
"Ibu pasti menjamu dengan kopi khas keluarga kami hingga saat itu kau bersikap sensitif dan menyindirku dengan mengatakan 'kopi khas Dierks'."
Tawa kecil timbul dari Shiya. Sesaat, telinga ku tuli untuk mendengar apa saja kecuali tawa renyahnya yang menggelitik gendang telinga bagai semilir angin. Aku pasti sudah tak waras.
"Kau menyebalkan. Semuanya tertutup rapat dalam dirimu tetapi aku.. sekarang menyesal mengetahuinya. Apa makhluk hidup memang seperti ini?"
"Menyesal kenapa?"
"Karena.. aku akhirnya mengetahui tetapi pikiranku tetap saja bertanya-tanya."
Aku menghirup napas dalam-dalam. Rasa tidak siap akan selalu menggelayuti ku tetapi sampai kapan? Aku tidak mau hidup dihantui apapun untuk waktu sesingkat apapun. Maka biarlah aku menghadapi nya dengan segala ketidaksiapan ku. Siapa yang tahu, hal menarik apa yang ditawarkan dibaliknya?
"Lemparkan padaku." ucapku dengan pelan namun tegas. Shiya memandang dengan ekspresi seakan mempertanyakan keseriusan ku. "Semuanya." tambahku.
"Kau akan menjawab semuanya?"
"Jika aku bisa. Atau setidaknya, aku akan jujur mengenainya."
Aku yakin satu atau dua pertanyaan sudah berada di ujung tenggorokannya tetapi Shiya masih terlihat memilah pertanyaan untuk diberikan pada ku.
"Sejak kapan, kau mengalami hal itu? Kapan pertama kali sihir turunan itu bekerja?"
"Ingat saat interaksi kita mulai berkurang terutama setelah adanya rumor di tahun pertama? Saat itu aku sudah beberapa kali mengalaminya tetapi aku belum terlalu memedulikan. Selepas itu, semakin sering ku alami hingga akhirnya aku mulai memerhatikan dan sedikit berbagi dengan orang dewasa yang cukup mengenalku. Tetapi bukan keluargaku, tentu saja."
"Tetapi juga bukan aku."
Aku tersenyum. "Kita hampir tak pernah mengurusi hal remeh tetapi cukup mengganggu seperti ini, Shiya. Kita sepakat bahwa hal seperti ini mungkin memang umum terjadi di kalangan kita tetapi kita tidak mau ikut andil terlalu dalam. Bayangkan jika waktu itu kau langsung tahu? Aku tidak bisa membayangkan bagaimana dirimu berperilaku padaku setelah tadi saja kau berusaha menghindari ku."
Pukulan cukup keras ku terima di lengan sebelah kiri. "Jangan menyebalkan lagi, Oxen. Aku masih suka kewalahan mengontrol emosi dan pikiran ku yang terlalu ribut sehingga kerap berperilaku tak seperti diriku yang biasanya."
Tatapanku kosong ke arah dinding bangunan yang bertekstur kasar. "Kenapa denganmu sekarang?" Suara Shiya membawa kembali kesadaran dalam pikiranku.
"Ya ampun, kau suka sekali mengganggu ku saat melamun."
"Karena ada aku. Berbicaralah dan tatap aku. Benda memahami mu secara tersirat tetapi tak bisa memberi respon untuk membuatmu merasa lebih baik. Aku bisa, setidaknya bisa mencoba untuk itu."
Aku dan Shiya bertatapan cukup lama seolah percakapan kami beralih melalui indra penglihatan. "Biasanya kita takut pada hal baru dan asing yang belum pernah kita alami sebelumnya. Lalu kita mengubur hal tersebut dalam-dalam supaya tidak muncul kembali dan menghantui."
Dengan sorot mata menghipnotis, Shiya bersuara. "Tetapi aku tidak baru, apalagi asing. Dan, tidak ada yang bisa menghantui mu saat kau merasa nyaman dalam kegelapan."
Sejurus kemudian, Shiya mendekatkan wajahnya. "Dan kalau kau tidak bisa mengatasinya, aku selalu bisa."
***
Catatan penulis:
⁽⁽ଘ( ˊᵕˋ )ଓ⁾⁾
Sekarang tinggal Shiya yang bikin baper.
Jujur, aku gak mengira bakalan kepikiran dialog itu buat Shiya.
Lumayan lah, buat surprise. ~
KAMU SEDANG MEMBACA
ETHERGALE [COMPLETE]
Viễn tưởngDunia ini... Terlalu membosankan untuk dianggap serius. Terlalu berbahaya untuk dianggap menyenangkan. Setidaknya aku tahu keduanya akan selalu seimbang takarannya. Tapi, sepertinya spesial untuk penyihir. Makhluk yang dianalogikan terbungkuk dengan...