"Kalian bisa apa? Kalian tidak punya power!" tegas Detektif Arya.
Damar hanya bisa menunduk di balik derasnya hujan yang disertai angin kencang. Ia hanya bisa menelan kata-kata itu. Ia hanya bisa berdiam membuat suasana semakin pasrah. Melihat Damar seperti itu, Seno dan Tya pun terbawa pikirannya ke dalam, seolah-olah mengiyakan ucapan Detektif Arya.
Hanya suara rintik hujan yang bisa didengar, kemudian suara genangan langkah kaki di atas air yang terdengar. Mereka tidak bisa berkata apa-apa, tidak bisa berbuat apa-apa. Mereka tidak punya kekuatan, hanya rasa sesal karena ketidakadilan yang menggertak mereka.
Mereka berjalan dengan lemas, menepi dari jalan sempit. Detektif Arya hanya menatap mereka dengan tatapan yang sangat sinis, kemudian kembali masuk ke dalam mobilnya.
Sorot lampu mobil yang terang menghiasi jalan, membuat rintikan hujan di udara semakin terlihat jelas. Mereka menyipitkan matanya dan menutup wajahnya dengan lengan.
Suara mesin mobil berbunyi, wiper mobil sudah bergerak ke kiri dan ke kanan. Mobil Detektif Arya kembali meneruskan perjalanannya, bersiap untuk menjalankan misi berikutnya. Mereka hanya bisa menatap mobil sedan berwarna hitam itu yang semakin menjauh di balik derasnya hujan.
Mereka tidak bisa berbuat apa-apa lagi, kecuali satu hal: pulang.
***
Di dalam kamar kostnya, Damar hanya berbaring lemas di atas kasur, dengan pakaiannya yang masih basah. Di sampingnya, Tya duduk sambil mengelus-elus bahu Damar.
"Udah, udah. Kamu cuma perlu waktu aja. Kamu kuat kok."
Tya menggenggam kepala Damar, menempatkannya di atas pahanya sembari terus dielus-elus dengan halus.
"Kamu mau apa? Makan?"
Damar hanya berdiam, merenung atas semua rangkaian persitiwa yang terjadi kemarin.
"Aku handukin ya?" kata Tya.
Damar hanya terus berdiam, tidak ada respons apa-apa.
"Ini aku yang tadi udah kering handukan, basah lagi ini sama kamu."
Tya mengambil handuk dari kamar mandi dan dengan lembut mengeringkan rambut Damar yang basah. Setetes air jatuh dari ujung rambutnya dan menetes ke lantai, menggambarkan kehampaan yang dirasakan oleh Damar. Damar tetap terdiam, matanya kosong tanpa ada cahaya yang bersinar.
Tya mencoba mengusap air mata yang mengalir di pipinya dan berusaha menjaga kekuatannya. Ia mencoba membangkitkan semangat dalam dirinya sendiri untuk memberikan dukungan kepada Damar.
***
Nabil duduk di kamarnya yang teduh, menelusuri internet melalui layar ponselnya. Matanya yang bercahaya penuh semangat mencari informasi tentang seleksi dan lowongan detektif. Sebagai seorang mahasiswa psikologi yang penuh minat pada dunia kejahatan, menjadi detektif adalah cita-citanya yang tak tergoyahkan.
Sesekali, jemari Nabil bergerak dengan lincah saat dia menggeser layar dan mengklik tautan-tautan yang menarik perhatiannya. Dia membaca berbagai cerita tentang kasus-kasus menarik yang dipecahkan oleh para detektif, tak terbatas pada misteri pembunuhan, pencurian, atau bahkan peretasan dunia maya. Hatinya berdebar kencang saat membayangkan dirinya sendiri terlibat dalam investigasi yang mendebarkan seperti itu, walau pun sudah pernah sekali pada momen yang hampir mustahil.
Nabil menggali lebih dalam lagi, mempelajari persyaratan dan kualifikasi yang diperlukan untuk menjadi seorang detektif profesional. Ia membuat daftar mental dalam kepalanya tentang keterampilan yang perlu ia tingkatkan, seperti analisis kejahatan, wawasan psikologis, dan keterampilan komunikasi yang tajam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pembunuhan 3 Menit
Mystery / Thriller".... Saya yakin pembunuhnya adalah orang yang sangat jenius dan kuat, sehingga bisa mengeksekusi pembunuhan seperti ini ...," tegas Detektif Arya. Tempat terhening, perpustakaan menjadi kasus pembunuhan paling misterius dan sulit sepanjang karir De...